- Home »
- Sejarah keluarga
Windows 8 UI > Desgined By. Renadel Dapize
pendidikansejarahofferingdum
On Minggu, 08 Desember 2013
PERJUANGAN IBU SUMARTINI dalam MENJALANI
KEHIDUPAN di SUMATERA BARAT
MAKALAH
UNTUK
MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Pengantar
Ilmu Sejarah
Yang dibina oleh Bapak Prof.
Dr. Haryono, M.Pd., dan
Ibu Indah Wahyu Puji
Utami, S.Pd., S.Hum., M.Pd.
Oleh
M. Syaeful
Anam
130731616742
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN SEJARAH
PROGRAM STUDI S1 SEJARAH
Desember 2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pulau Jawa merupakan pulau dengan
penduduk terpadat di Indonesia. Karena itu, pada era Orde Baru pemerintahan
melakukan program kependudukan untuk menekan laju penambahan penduduk dan
persebaran yang merata. Salah satu program tersebut berupa pelaksanaan
transmigrasi. Pembukaan daerah transmigrasi dilaksanakan di beberapa wilayah,
yaitu; Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Jambi, Lampung, Sumatera Barat,
Sumatera Selatan, Sulawesi, bahkan sampai ke Papua. Tujuan utama transmigrasi
tidak semata-mata memindahkan penduduk dari pulau Jawa ke luar Jawa. Akan
tetapi, program transmigrasi tersebut untuk penekanan pada tujuan memproduksi
beras dalam kaitannya pencapaian swasembada pangan.
Ada dua bentuk transmigrasi pada era
Orde Baru yaitu transmigrasi umum dan transmigrasi spontan (Nugraha
Setiawan:2005). Pada transmigrasi umum pemerintah hanya mengorganisir
perjalanan dari daerah asal ke tempat tujuan, ongkos-ongkos semua ditanggung
peserta. Sementara transmigrasi spontan, semua ongkos ditanggung pemerintah,
dan di lokasi memperoleh lahan seluas dua hektar, rumah, dan alat-alat
pertanian, serta biaya selama 12 bulan pertama untuk di daerah tegalan, dan 8 bulan pertama di daerah
pesawahan menjadi tanggungan pemerintah. Jumlah seluruh transmigran yang
berhasil dipindahkan pada periode ini sebanyak 182.414 orang atau sekitar
52.421 keluarga. Hal itu menjadikan transmigrasi diintegrasikan ke dalam
pembangunan nasional.
Dalam pembangunan
nasional tersebut, transmigrasi diharapkan dapat meningkatkan ketahanan
nasional, baik di bidang ekonomi, sosial, maupun budaya, serta meningkatkan
produksi pangan dan komoditi eksport. Produksi
pertanian diharapkan dapat mendukung sektor industri sebagai cita-cita pembangunan.
Selain itu mulai tercetus pemikiran untuk
mengembangkan daerah tujuan
semenarik mungkin, sehingga akan banyak penduduk yang tertarik untuk pindah dari pulau Jawa dengan biaya
mandiri tanpa tergantung pada pemerintah.
Hal tersebut
menjadikan orang-orang yang berada di Jawa mulai berpikir dan tertarik untuk
mencoba kehidupan baru. Salah satu keluarga yang mencoba peruntungannya dengan
berpindah ke Sumatera Barat adalah keluarga Ibu Sumartini. Seperti konsep dalam
Islam yang dikenal dengan sebutan “hijrah”.
Hijrah sendiri memiliki kemiripan
arti dengan transmigrasi. Diharapkan dengan berpindah dari satu tempat ke
tempat lain dapat memperoleh dan mencari kehidupan yang lebih baik, seperti
yang sudah dilakukan oleh Ibu Sumartini. Oleh karena itu, penulis tertarik
untuk mengangkat sejarah perjuangan Ibu Sumartini untuk dijadikan sebuah
pembelajaran dan inspirasi dalam berjuang.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana keadaan Ibu Sumartini ketika
masih tinggal di Jawa?
2. Bagaimana kehidupan Ibu Sumartini di
Sumatera Barat?
3. Bagaimanakah hasil yang didapatkan
setelah tinggal di Sumatera Barat dan harapan Ibu Sumartini?
C.
Tujuan
1. Untuk mendeskripsikan keadaan Ibu
Sumartini ketika tinggal di Jawa
2. Untuk mendeskripsikan kehidupan Ibu
Sumartini ketika tinggal di Sumatera Barat
3. Untuk mendeskripsikan pencapaian yang
telah didapatkan di daerah perantauan dan harapan ke depan
D.
Metode Sejarah
1. Pemilihan Topik
a. Kedekatan Emosional
Ibu Sumartini merupakan ibu dari
penulis makalah ini. Penulis menyadari perlu menceritakan sejarah dari keluarga
penulis sendiri, karena akan menjadi sebuah pertanyaan jika penulis memiliki
wawasan tentang sejarah apapun, tetapi tidak memiliki pengetahuan tentang
sejarah keluarganya sendiri. Selain itu, tulisan ini merupakan bentuk
penghargaan penulis terhadap ibunya. Bagaimanapun penulis telah berhutang budi
tehadap ibu. Jika Indonesia memiliki para pahlawan yang berjuang untuk
Indonesia maka seorang ibu bagi penulis, diibaratkan pahlawan untuk diri
penulis sendiri. Diharapkan dengan tulisan ini dapat memotivasi orang lain
terutama diri penulis sendiri untuk lebih giat berjuang menggapai cita-citanya
dan membahagiakan keluarganya.
b. Kedekatan Intelektual
Sejarah memiliki berbagai macam
bentuk. Jika dilihat dari ruang lingkupnya terutama pembagian sejarah secara
tematik, sejarah memiliki cakupan yang luas, sehingga dapat dikelompokkan
menjadi sebelas jenis: (a) sejarah sosial; (b) sejarah ekonomi; (c) sejarah
kebudayaan; (d) sejarah demografi; (e) sejarah politik; (f) sejarah kebudayaan rakyat; (g) sejarah intelektual;
(h) sejarah keluarga; (i) sejarah etnis; (j) sejarah psikologi dan psikologi
histori; (k) sejarah pendidikan, dan (l) sejarah medis (dalam junal sejarah).
Dengan demikian penulis tertarik untuk membahas sejarah keluarga. Selain karena
ada kaitannya dalam bentuk pelatihan penulisan sejarah, penulis juga melihat
masih jarang menemukan tulisan yang membahas tentang sejarah keluarga. Dengan demikian,
diharapkan penulisan ini dapat bermanfaat untuk insan akademis yang bergerak
dalam bidang sejarah dalam rangka pengembangan penulisan sejarah dalam bidang
“sejarah keluarga”.
2. Heuristik
Pengumpulan
data-data dan mendapatkan sumber-sumber yang sesuai dengan bahasan topik
makalah ini melalui sumber primer yang didapatkan dari wawancara dengan pelaku
utama yaitu Ibu Sumartini. Selain itu penulis juga mencari sumber sekunder
sebagai bahan pembanding dan pendukung dari sumber primer yaitu dengan mewawancarai
Bapak Purnomo sebagai suami Ibu Sumartini dan menggali data-data yang ada meski
sedikit. Dikarenakan karena keterbatasan waktu dan untuk mendapatkannya pun
sulit karena data peninggalan berada di Sumatera Barat. Akan tetapi, penulis
juga telah menemukan data peninggalan meski hanya berupa kartu keluarga, dan
pajak bangunan.
3. Kritik
a. Kritik Eksternal
Dari
sumber primer penulis mendapatkan data berupa kehidupan Ibu Sumartini ketika di
Jawa hingga beliau memutuskan untuk pindah ke Jawa. Beliau hanya menyebutkan
kesulitan ekonomi yang menyebabkan beliau pindah. Akan tetapi, menurut sumber
sekunder berupa wawancara dengan Bapak Purnomo ada beberapa alasan; faktor
ekonomi, program pemerintah dan mengikuti saran teman untuk pindah ke Sumatera
Barat. Penulis juga menemukan beberapa kejanggalan ketika penulis mencoba
menanyakan proses pernikahan dengan Bapak Purnomo dan alasan mencari uang
sendiri sejak kecil beliau tidak menjawab. Ketika penulis mencoba menanyakan
tentang itu kepada sumber sekunder pun penulis tidak dapat memperoleh data.
Dimungkinkan terdapat rahasia yang tidak dapat dikisahkan untuk umum atau
karena berbagai hal. Selain itu, penulis juga mendapatkan data berbeda antara
sumber primer dan sumber sekunder seperti dalam bidang pekerjaan. Dalam kartu
keluarga Ibu Sumartini bekerja sebagai ibu rumah tangga tetapi, pada
kenyataannya dan berdasarkan pengakuan Ibu Sumartini memiliki usaha dagang di
rumah dan jualan lontong di SDN. 17 Luang Silaut.
b. Kritik Internal
Dari
sumber sekunder berupa wawancara dengan Bapak Purnomo, penulis dapat memperoleh
data alasan beliau untuk pindah ke Sumatera Barat yaitu karena faktor ekonomi,
program pemerintah, dan mengikuti teman beliau yang bertransmigrasi. Hal itu
yang menjadi pertentangan dengan data yang penulis dapatkan dari sumber
penulis. Akhirnya, penulis lebih menerima data dari sumber sekunder dikarenakan
tempat transmigrasi tidak hanya di Sumbar, ada di Lampung, Sumatera Selatan,
Jambi, dan Riau tentunya kalau belum memiliki gambaran tentang kondisi Sumbar
dari temannya bisa jadi beliau tidak pindah ke Sumbar. Selain itu, penulis juga
mendapatkan data dari sekunder tentang pekerjaan apasaja yang telah di geluti
oleh Ibu Sumartini yaitu, pedagang, buruh tani, tengkulak
(jagung,padi,kedelai), ternak (ayam,kambing,) . Tentunya data tersebut
melengkapi dari data yang penulis dapatkan dari sumber primer.
4. Interpretasi
Dari data yang penulis dapatkan dari
proses wawancara dengan kedua narasumber, dan beberapa benda berupa kartu
keluarga, foto keluarga, pajak bangunan serta didukung oleh fakta yang ada.
Penulis mencoba untuk menginterpretasikan bahwa Ibu Sumartini merupakan salah
satu anak dari lima bersaudara yang bekerja sejak kecil, dimungkinkan
keluarganya merupakan keluarga yang kurang mampu dan untuk mengurangi beban
keluarga beliau memutuskan untuk bekerja. Beliau bekerja sebagai pembantu pada
orang Cina dan ikut Mbah Rajiman seseorang yang dianggap sebagai ayah
angkatnya. Mbah Rajiman merupakan teman dari Bapak Purnomo sama-sama bekerja di
proyek bangunan. Dimungkinkan dari situlah awal pertemuan Ibu Sumartini dan
Bapak Purnomo hingga timbullah benih-benih cinta.
Setelah menikah dengan Bapak Purnomo
kemudian mereka memutuskan untuk mencari kehidupan baru di Sumatera Barat.
Menurutnya bagaimanapun di Jawa pada saat itu mencari pekerjaan sudah sulit
dengan bermodalkan pendidikan yang rendah tentunya hanya mampu bekerja sebagai
buruh dan bertani. Selain itu pada era Orde Baru sedang gencar-gencarnya
pembangunan dalam hal berbagai bidang. Untuk kependudukan mulai disebarkan
lebih merata ke seluruh penjuru negeri melalui program transmigrasi. Untuk
daerah yang ditempati Ibu Sumartini sekarang terdapat dua gelombang
transmigrasi pertama tahun 1975 dan 1987. Kebanyakan tetangga dan teman beliau
bertransmigrasi ke Sumatera Barat di desa Taman Makmur, kecamatan Lunang
Silaut, kabupaten Pesisir Selatan. Untuk nama desa dan kecamatan pada saat ini
sudah berubah karena ada pemekaran wilayah. Sehingga beliau memutuskan untuk
pindah ke Sumatera Barat. Beliau sudah pernah bekerja dalam berbagai bidang,
perdagangan, pertanian hingga ternak.
Tentu tidak mudah untuk hidup di tanah
orang, karena bagaimanapun rasa rindu untuk keluarga beliau yang ada di Jawa
selalu datang. Akan tetapi, hal tersebut terbayar dengan pencapaian yang telah
didapatkan pada saat ini. Beliau sekarang sudah memiliki dua bangunan rumah dan
tiga hektar untuk lahan sawit. Selain itu, beliau juga mampu untuk membiayai
anaknya hingga ke perguruan tinggi. Beliau hanya memiliki seorang anak hasil
pernikahannya dengan Bapak Purnomo. Beliau berprinsip “aku gak sekolah gak popo tapi anakku kudu pinter. Kudu sarjana nek iso
malah ampek kuliah S-2” dalam bahasa Indonesia walau bagaimanapun saya
tidak pernah sekolah tidak apa-apa, tetapi anak saya harus pintar. Bisa lulus
sarjana (S-1) bahkan bisa meneruskan hingga kuliah S-2 (harapan beliau).
5. Historiografi
Dalam historiografi
ini, penulis membagi menjadi tiga bab, sebagai berikut:
a)
Bab
I yaitu pendahuluan, yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan, serta
metode-metode sejarah.
b)
Bab
II yaitu pembahasan, pembahasan ini merupakan inti makalah, tepatnya jawaban
dari rumusan masalah yang akan dibahas lebih detail mengenai historiografi ini.
c) Bab III penutup yaitu berisi
kesimpulan dan saran dari pembahasan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Keadaan Ibu Sumartini di Jawa
Ibu Sumartini merupakan anak dari
pasangan suami-istri dari Bapak Tasmin dan Ibu Samijah. Beliau memiliki lima
saudara yang masih hidup, dua laki-laki dan dua perempuan. Konon ada salah satu
dari saudaranya telah meninggal dunia ketika masih kecil. Seperti prinsip orang
Jawa pada masa itu “banyak anak, banyak rizki”. Akan tetapi, pada kenyataannya
berbanding terbalik. Keluarga Ibu Sumartini merupakan keluarga dengan ekonomi
yang sulit. Ayahnya hanya seorang buruh tani dan ibunya mengalami kelumpuhan
sejak beliau kecil. Keempat saudaranya mengenyam bangku pendidikan hanya beliau
seorang yang tidak sekolah dikarenakan untuk mengurangi beban keluarga. Padahal
untuk membayar biaya pendidikan pada masa tersebut cukup dengan membawa minyak
tanah tetapi, orang tuanya tidak mampu membelinya.
Ibu Sumartini dilahirkan pada 03 April
1964 di desa Lambangan kecamatan Soko kabupaten Tuban. Sejak kecil beliau sudah
akrab dengan dunia pekerjaan. Beliau bekerja sebagai buruh tani bersama
ayahnya. Setelah menginjak usia remaja beliau memutuskan untuk pergi mencari
pekerjaan di kota tepatnya di Tuban. Beliau bekerja sebagai pembantu pada orang
Cina. Orang-orang Cina itu ternyata memiliki kesan yang mendalam di hati ibu.
Dikarenakan orang Cina tersebut ternyata ramah dan baik, tidak jarang ketika
beliau pulang libur kerja dibawakan oleh-oleh untuk diberikan kepada keluarganya
dirumah. Akan tetapi, ada juga yang memiliki kesan buruk karena majikannya
berlaku kasar dan pernah beliau dibohongi dengan tidak diberi gaji sehingga
beliau juga sering gonta-ganti majikan. Ada hal yang menarik dengan mengalami
kejadian seperti itu beliau tidak kenal lelah dan menyerah untuk bekerja
dikarenakan dapat membantu ekonomi keluarga serta berusaha mendapatkan biaya
untuk pengobatan orang yang dicintainya yaitu ibunya.
Setelah berpetualang menjadi pembantu
akhirnya beliau memutuskan untuk bekerja di Surabaya dengan terlebih dahulu
meminta restu kepada kedua orang tuanya. Di Surabaya beliau bekerja di proyek
bangunan. Dari situlah beliau mengenal sosok Mbah Rajiman seorang dari
Grape-Kanor-Bojonegoro. Mbah Rajiman ini juga bekerja di proyek bangunan
sebagai kuli. Ibu Sumartini mengganggap beliau seperti ayahnya sendiri.
Sehingga, beliau sangat percaya dengan Mbah Rajiman. Sebagai pekerja proyek
tentunya kalau proyeknya selesai tentu akan berpindah tempat mengikuti
proyek-proyek bangunan selanjutnya. Setelah Surabaya selesai muncul proyek baru
lagi tepatnya di Situbondo.
Beliau bersama Mbah Rajiman ikut dalam
proyek tersebut. Di Situbondo inilah awal pertemuan Ibu Sumartini dengan Bapak
Purnomo. Kebetulan Bapak Purnomo adalah teman kerja Mbah Rajiman dan berasal
dari satu kampung.seperti dalam skenario film cinta Ibu Sumartini begitu
membenci Bapak Purnomo dimungkinkan Bapak Purnomo ini orangnya ini kaku dan
suka mengganggu beliau. Akan tetapi, kalau sudah jodoh siapa yang bisa menolak.
Lama-kelamaan mulailah timbul benih cinta diantara keduanya.
Pada tahun 1989 mereka memutuskan untuk
mengikat cinta melalui janji suci dalam suatu pernikahan. Penulis tidak
menemukan data tentang bagaimana proses pernikahan itu berlangsung tetapi, hal
tersebut tidak mengurangi menariknya sejarah beliau. Bahkan sebaliknya menambah
warna kisah beliau yang penuh dengan misteri juga. Setelah pernikahan tersebut
mereka memutuskan untuk mencari kehidupan yang baru di luar Jawa. Tentunya ada
resiko yang diambil selain meninggalkan keluarga di Jawa mereka juga masih
buram tentang keadaan di luar Jawa. Akhirnya, mereka mendapatkan berita bahwa
tetangga-tetangga yang berada di Bojonegoro banyak yang mengikuti transmigrasi
ke Sumatera Barat. Ada cerita menarik dibalik transmigrasi tetangga-tetangga
Ibu Sumartini bahwa para penduduk takut untuk transmigrasi dikawatirkan mereka
akan dibuang ke hutan. Setelah memiliki cukup modal mereka pergi meninggalkan
Jawa, membuka lembaran baru di tanah perantauan Sumatera.
B.
Kehidupan Ibu Sumartini di Sumatera Barat
Program transmigrasi menjadi awal
tonggaknya kehidupan di daerah pesisir Sumatera Barat. Transmigrasi berlangsung
secara bergelombang Transmigrasi berlangsung secara bergelombang yaitu tahun 1975
dan tahun1987. Para transmigran yang kebanyakan berasal dari Jawa khususnya
Jawa Timur memiliki ekonomi yang sulit. Selain itu, pemerintah memang
mengupayakan pemerataan penduduk karena di Jawa pada masa tersebut sudah padat.
Para transmigran memiliki keuntungan dikarenakan semua ongkos ditanggung
pemerintah, dan di lokasi memperoleh lahan seluas dua hektar, rumah, dan alat-alat pertanian, serta biaya
selama 12 bulan pertama untuk di daerah tegalan, dan 8 bulan pertama di daerah pesawahan
menjadi tanggungan pemerintah. Akan tetapi, hal itu sebagian kecil keuntungan
karena kehidupan disana masih awal tentunya di kanan-kiri rumah masih berupa
hutan. Selain itu, untuk mencapai daerah transmigrasi tersebut juga sulit
karena berada di pedalaman dan jalur transportasi pun masih berupa tanah liat.
Para penduduk lebih memilih untuk berjalan kaki dan bersepeda. Listrik pun
masih berupa sinar-sinar bintang di malam hari. Sedangkan untuk pemenuhan
kebutuhan pun harus mendapatkannya di kecamatan yang jauhnya sekitar 20
kilometer. Akan tetapi, bermacam kesulitan tersebut tidak mengurangi nyali Ibu
Sumartini dan Bapak Purnomo untuk hidup di daerah tersebut.
Usaha pertama yang dilakukan Ibu
Sumartini dan suaminya adalah mencari tempat tumpangan untuk sementara waktu.
Mbah Tarmuji yang kebetulan satu desa dengan Bapak Purnomo memberikan tempat
tinggal untuk mereka. Ibu Sumartini memulai kehidupannya dengan bekerja sebagai
buruh tani. Adapun Bapak Purnomo mengandalkan keahliannya dalam pertukangan
dengan membuat perabot dan tukang bangunan. Penghasilan yang didapatkan dari
bekerja tersebut mereka gunakan untuk membangun rumah seadanya di sekitar tanah
pasar desa Taman Makmur. Ibu Sumartini mulai merintis usaha dagang sekitar
tahun 1992 dan berternak ayam dan kambing. Beliau berdagang barang kebutuhan
sehari-hari dengan mendirikan warung. Selain itu, beliau setiap hari Senin
pergi ke Tapan (50 kilometer) untuk berjualan sayur-sayuran, kelapa, dan
lain-lain. Selain itu, beliau juga menjadi tengkulak padi, jagung, dan kedelai.
Ternyata dalam usaha tersebut tidak selamanya mengalami keberhasilan seperti
ketika menjadi tengkulak kedelai beliau pernah bangkrut dikarenakan kedelainya
busuk-busuk, pernah beliau juga dibohongi karena ternyata kedelai yang berada
di karung isinya berupa campuran kedelai dengan sampah daun kedelai. Selain
itu, rumah beliau pun pernah dimasuki kawanan pencuri dan berhasil membawa
barang berharga beliau. Akan tetapi, rizki Tuhan lebih maha banyak. Akhirnya
beliau, mampu mengumpulkan uangnya untuk membeli rumah dan dua hektar sawah. Hal
lain yang membuat kebahagiaan mereka lengkap dengan kelahiran anak pertama
mereka pada 13 Agustus 1993. Mereka memberi nama Muh. Saiful Anam.
Setelah berusaha dagang
beliau mencoba untuk bertani dengan menanam padi, jagung, dan pernah berkebun
jeruk. Secara keseluruhan usahanya dalam bertani tergolong berhasil. Dibalik
cerita bahagia tersebut, ada cerita sedih karena pada suatu panen misalnya
ketika panen jeruk ternyata harga buah jeruk turun dan jeruk-jeruk yang dipanen
pun gagal karena beberapa hal.
Sekitar tahun 1995 KUD Taman Makmur
mengajukan proposal ke PT. Sukses Mulia dengan pengadaan PELASMA (perkebunan
kelapa sawit masuk desa). Hal tersebut yang menjadi awal mula mulai adanya
kemajuan di daerah tersebut. Akan tetapi, Ibu Sumartini dan Bapak Purnomo
menolak lahannya ditanami kelapa sawit. Beliau berprinsip “berdikari (berdiri
dengan kaki sendiri)” karena dikawatirkan hasilnya akan di monopoli oleh
perusahaan tersebut. Mereka tidak sendirian sebagian warga pun menolak
mengikuti program tersebut karena harga kelapa sawit masih murah sekitar 200
rupiah per kilogram.
Pada tahun 2004 setelah melihat prospek
lahan sawit akhirnya mereka mencoba untuk menanam kelapa sawit. Selain itu, Ibu
Sumartini juga berhasil membeli 1 bangunan rumah dan 1 hektar lahan sawit. Akan
tetapi, berita buruk datang Ibunda beliau meninggal dunia dan seminggu kemudian
disusul oleh ayahnya. Kesedihan pun melanda beliau hingga tepat ketika libur
sekolah anaknya mereka mengunjungi Jawa.
Banyak hal yang dilakukan Ibu Sumartini,
beliau juga merintis bisnis bakso. Selain itu, beliau juga berjualan lontong di
tempat anaknya sekolah yaitu, SDN. 17 Lunang Silaut. Lamban laun kehidupan
disana mengalami kemajuan dengan mulai adanya PLN, pengaspalan jalan. Sementara
itu, harga kelapa sawit pun semakin meningkat sampai kisaran harga 1000/kg.
Selain itu, perawatan kelapa sawit pun lebih mudah karena hanya cukup memberi
pupuk 3 bulan sekali dan panennya pun dalam satu bulan pun dua kali.
C.
Pencapaian dan Harapan Ibu Sumartini
Seiring dengan
naiknya harga kelapa sawit maka membuat kehidupan ekonomi keluarga Ibu
Sumartini semakin bagus. Sehingga pendapatan beliau semakin bertambah jika
dihitung dalam satu bulan pendapatan beliau bisa mencapai 2-3 juta. Selain itu
beliau juga memiliki dua rumah dan tiga hektar kebun kelapa sawit. Hal lain
yang menjadi tolak ukur adalah kehidupan masyarakat desa Taman Makmur dan
sekitarnya yang memiliki lahan sawit mulai terlihat keberhasilannya. Seperti
sudah ada yang mampu membeli mobil pribadi, membikin rumah tingkat, atau menyekolahkan
anaknya hingga ke perguruan tinggi serta sudah ada masyarakat yang mampu
berangkat haji.
Meskipun
demikian, Ibu Sumartini tidak pernah melupakan kampung halamannya. Setiap tiga
tahun sekali beliau satu keluarga menyempatkan untuk pulang kampung. Selain
itu, beliau juga mampu mensekolahkan anaknya ke Jawa tepatnya di Ponpest. Sunan
Drajat pada tahun 2009. Beliau berharap anaknya mampu melanjutkan studinya
hingga jenjang S-2. Karena bagaimanapun beliau tidak menginginkan anaknya
mengikuti jalan yang sama seperti beliau. Pada tahun 2013 ini anaknya tengah
menempuh studi SI di Universitas Negeri Malang. Selain itu, masih ada harapan
beliau yang lain yaitu pergi haji bersama suaminya dan tentunya dapat melihat
dan berkumpul dengan saudaranya di hari tua sembari berharap pada kesuksesan
anaknya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Karena berbagai faktor
seperti; kesulitan ekonomi, program penyebaran penduduk akhirnya Ibu Sumartini
dan suaminya memutuskan untuk merantau ke Sumbar. Kehidupan Ibu Sumartini
dimulai dengan bekerja sebagai pembantu dan melanjutkan petualangan hidupnya
dengan bekerja di bidang proyek bangunan. Pada waktu bekerja di proyek akhirnya
beliau menemukan jodohnya. Pada tahun 1989 beliau menikah dengan Bapak Purnomo
dan pada tahun itu juga mereka pindah ke Sumbar.
Kehidupan di tanah
perantauan ternyata tidaklah mudah, jatuh bangun beliau membangun usaha. Mulai
dengan menjadi buruh tani, berdagang, berternak, bertani dan sampai akhirnya
berkebun kelapa sawit yang mengantarkan ke kehidupan yang lebih baik dari segi
finansial dan lainnya. Beliau hanya memiliki seorang putra yang saat ini
menempuh studi SI di Universitas Negeri Malang (UM). Banyak harapan beliau
salah satunya pergi haji bersama suaminya dan tentunya dapat berkumpul dengan
keluarganya.
B.
Saran
Penulis memiliki
sebuah pantun, sebagai berikut:
“Berakit
rakit ke hulu
Berenang-renang
ke tepian
Bersakit-sakit
lah dulu
Bersenang-senang
kemudian”
Untuk menggapai kesuksesan diperlukan
sebuah usaha. Selain dengan usaha selalu iringi langkahmu dengan do’a. Maka
Tuhan akan selalu memberikan jalan untukmu. Sehingga mustahil jika ada
keinginan berhasil tapi tidak ingin berjuang. Seperti kisah tersebut,
diharapkan sejarawan juga perlu yang namanya usaha dan motivasi dalam setiap
bekerja dalam menguak setiap peristiwa yang ditelitinya.
DAFTAR PUSTAKA
Kuntowijoyo. 2001. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana
Setiawan, Nugraha. Satu Abad Transmigrasi di Indonesia (1905-2005)
Wawancara
a) Narasumber Pertama
Nama :
Bapak Purnomo
TTL :
Bojonegoro, 23 Oktober 1957
Pekerjaan : Petani
Status :
Menikah
Alamat :
kampung Rantau Panjang Kec. Silaut Kab. Pesisir Selatan
b) Narasumber kedua
Nama : Ibu Sumartini
TTL : Tuban, 03 April 1964
Pekerjaan : Wiraswasta
Status : Menikah
Alamat : kampung Rantau Panjang
Kec. Silaut Kab. Pesisir Selatan
Pertanyaan Wawancara
1. Bagaimana keadaan Ibu di Jawa?
2. Apa penyebab masyarakat Jawa memilih
transmigrasi?
3. Kenapa memutuskan untuk pindah ke Sumbar?
4. Usaha apa saja yang dilakukan di Sumbar?
5. Apa saja kesulitan yang dialami ketika
tinggal di Sumatera?
6. Bagaiman pengembangan usaha tersebut?
7. Apa saja pencapaian yang didapatkan
sesudah tinggal di Sumbar?
8. Apakah ada keinginan untuk kembali ke
Jawa? Kenapa?
LAMPIRAN
About Me
- pendidikansejarahofferingdum
Diberdayakan oleh Blogger.
free music at divine-music.info
Blog Archive
-
▼
2013
(46)
-
▼
Desember
(38)
- PERJALANAN BA...
- ILMU-ILMU BANTU SEJARAH MAKALAH REVISI U...
- <!--[if !mso]> v\:* {behavior:url(#default#VML);}...
- PERJUANGAN MUALIFAH MENCAPAI CITA MENJADI GURU AKI...
- Sejarah keluarga
- PERJALANAN BA...
- SEJARAH BP. HADI SUJONO DAN IBU RIWANTI SEBA...
- SEJARAH KELAM DAN PROSES MELAWAN KETERBATASAN DI ...
- SEPAK TERJANG BUYUT SEDO BULANGAN DALAM MEMBELA P...
- SEJARAH MEMOTIVASI KEHIDUPAN TANPA MEMANDANG KEKU...
- SEJARAH KELUARGA H.HASAN RAMLI, S.E DAN HJ.SRI MU...
- pengantar ilmu sejarah oleh nunik lailatul masruroh
- pengantar ilmu sejarah oleh nunik lailatul masruroh
- SEJARAH MULYADI DALAM KEIKUTSERTAANNYA DALAM MENUM...
- kisah cinta dan perjalanan hidup ibu riada
- sejarah dan proses kesetiaan ayah dan ibu
- makalah ilmu sejarah Muhamad Tarmizi
- makalah ilmu sejarah Muhamad Tarmizi
- makalah pengantar ilmu sejarah muhamad tarmizi
- Revisi Kelompok 6 (Otentisitas Kredibilitas)
- Sejarah Kehidupan Ayahku
- SEJARAH HIDUP IBU MUDJARROH UNTUK MENDAPAT GANTI R...
- SEJARAH KELUARGA DAN KEHIDUPAN EKONOMI BAPAK MASKUN
- SEJARAH SURONO SISWOPRAWIRO (1938-2011)
- SEJARAH KEHIDUPAN SOSIAL DAN PERMASALAHAN KELUA...
- SEJARAH KISAH CINTA”NGATU” DIMASA LALU MAKAL...
- revisi makalah kelompok 8
- SEJARAH IBU SUPINI SEBAGAI GURU TK DAN ORGANISATOR...
- KEHIDUPAN SULIT ‘SATIR’ AKIBAT SIFAT SERAKAH KELU...
- SEJARAH PERJALANAN HIDUP DAN TRADISI YANG ADA DI ...
- sejarah keluarga by achmad al fattah noer off D
- sejaarah usaha pak Djari
- SEJARAH KELUARGA PERANTAUAN
- SEJARAH KELUARGA DAN KEHIDUPAN EKONOMI BAPAK MASKUN
- SILSILAH DAN SEJARAH PERJALANAN KEHIDUPAN SOSIAL ...
- Sejarah Guwe
- PENGARUH PAKSAAN ORANG TUA TERHADAP KEHIDUPAN DAN ...
- Historiografi Keluarga : Sejarah Keluarga Ponidi W...
-
▼
Desember
(38)
biuh tampilane