- Home »
- SEJARAH HIDUP IBU MUDJARROH UNTUK MENDAPAT GANTI RUGI DARI PERISTIWA LUMPUR LAPINDO
Windows 8 UI > Desgined By. Renadel Dapize
pendidikansejarahofferingdum
On Sabtu, 07 Desember 2013
SEJARAH HIDUP
IBU MUDJARROH UNTUK MENDAPAT GANTI RUGI DARI PERISTIWA LUMPUR LAPINDO
MAKALAH
UNTUK MEMENUHI MATA KULIAH
Pengantar Ilmu Sejarah
yang dibina oleh Bapak Hariyono dan Ibu Indah
Wahyu
Oleh
Trias Ulul Himmah
130731616743
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN SEJARAH
Desember
2013
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi
Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmad, hidayah dan berkahnya kepada
kita semua karena jika tanpa pertolongan-Nya, tugas dari membuat SEJARAH
KELUARGA mengenai Susah duka perjuangan Ibu Mudjarroh untuk mendapat bantuan
dari Peristiwa Lumpur Lapindo ini tidak akan dapat berjalan dan terlaksana
dengan sebaik-baiknya.
Ucapan Terima-kasih tak luput juga kita berikan kepada
guru pembimbing yaitu Bapak hariyono dan Ibu Indah Wahyu yang senantiasa
memberikan bimbingan serta arahan sehingga tugas kita ini dapat dilakukan.
Penulis berharap, bahwa hasil dari SEJARAH KELUARGA
mengenai peristiwa Lumpur lapindo ini dapat berguna dan dimanfaatkan semaksimal
mungkin.
Makalah ini di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar
Ilmu Sejarah. Penulis
menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk kemajuan di masa
mendatang. Semoga tulisan ini dapat memberi manfaat dan sumbangan ilmiah bagi
penulis dan pembaca.
Wassalam
Malang, 4 Desember
2013
Penulis
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
2.
Rumusan Masalah
3.
Tujuan
4.
Metode Sejarah
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Bentuk persyaratan yang harus diajukan untuk mendapat
ganti rugi
2.2. Proses pelunasan ganti rugi oleh PT. Lapindo Brantas
pada Ibu Mudjarroh
2.3. Hambatan dalam meminta ganti rugi kepada PT. Lapindo Brantas
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran
DAFTAR RUJUKAN
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.
LATAR BELAKANG
Peristiwa munculnya sumber lumpur panas dari dalam Bumi yang berlokasikan di daerah Porong Jawa Timur adalah sebuah fenomena alam yang awalnya merupakan peristiwa biasa hingga menimbulkan kerugian dari segi materi maupun fisik. Kerugian yang ditimbulkan oleh peristiwa ini tidak hanya melibatkan beberapa orang saja namun hingga hampir keseluruhan warga desa setempat yang brtempat tinggal disekitar lokasi munculnya semburan lumpur Lapindo.
Kerugian dari segi fisik sudah dapat dilihat dari bagaimana keadaan area yang tercemar oleh semburan dari lumpur panas itu. Lumpur yang keluar dari dasar bumi melalui sebuah cerobong yang awalnya digunakan PT. Lapindo Brantas saat mengebor lapisan bumi untuk mencari sumber minyak bumi rupanya salah sasaran hingga menimbulkan dampak yang sedemikian rupa. Ribuan hingga ratusan rumah dan pemukiman penduduk sekitarpun tak luput dengan genangan lumpur yang kian hari semakin meluas.
Kota Porong yang dulunya sebagai pemukiman padat penduduk dengan orientasi kegiatan ekonomi dengan dibukanya perumahan (pemukiman padat penduduk) dan pertokoan sudah tidak bisa ditemukan karena yang telah terlihat saat ini sudah menyerupai hamparan laut lumpur di Kota Porong. Lokasi pertokoan yang dulunya berdiri bersebelah-sebelahan kini kandas dan hilang tergenang oleh lumpur.
Sedangkan dari kerugian materi ini pun PT. Lapindo Brantas yang bertanggung jawab penuh atas peristiwa ini masih belum sepenuhnya melakukan tanggung jawab nya itu. Pelunasan dana yang harusnya dilakukan nyatanya memakan waktu yang tidak sebentar saja.
Disini dapat didapatkan berbagai informasi mengenai fenomena lumpur Lapindo di Porong yang sebegitu luas dampak dan akibat yang didapatkan. Salah seorang yang menjadi korban adalah Ibu Mudjarroh yang rumahnya di lokasi perumahan tenggelam ditelan lujpur 7tahun yang lalu dengan proses yang sulit dan penuh perjuangan untuk mendapat ganti rugi.
Peristiwa munculnya sumber lumpur panas dari dalam Bumi yang berlokasikan di daerah Porong Jawa Timur adalah sebuah fenomena alam yang awalnya merupakan peristiwa biasa hingga menimbulkan kerugian dari segi materi maupun fisik. Kerugian yang ditimbulkan oleh peristiwa ini tidak hanya melibatkan beberapa orang saja namun hingga hampir keseluruhan warga desa setempat yang brtempat tinggal disekitar lokasi munculnya semburan lumpur Lapindo.
Kerugian dari segi fisik sudah dapat dilihat dari bagaimana keadaan area yang tercemar oleh semburan dari lumpur panas itu. Lumpur yang keluar dari dasar bumi melalui sebuah cerobong yang awalnya digunakan PT. Lapindo Brantas saat mengebor lapisan bumi untuk mencari sumber minyak bumi rupanya salah sasaran hingga menimbulkan dampak yang sedemikian rupa. Ribuan hingga ratusan rumah dan pemukiman penduduk sekitarpun tak luput dengan genangan lumpur yang kian hari semakin meluas.
Kota Porong yang dulunya sebagai pemukiman padat penduduk dengan orientasi kegiatan ekonomi dengan dibukanya perumahan (pemukiman padat penduduk) dan pertokoan sudah tidak bisa ditemukan karena yang telah terlihat saat ini sudah menyerupai hamparan laut lumpur di Kota Porong. Lokasi pertokoan yang dulunya berdiri bersebelah-sebelahan kini kandas dan hilang tergenang oleh lumpur.
Sedangkan dari kerugian materi ini pun PT. Lapindo Brantas yang bertanggung jawab penuh atas peristiwa ini masih belum sepenuhnya melakukan tanggung jawab nya itu. Pelunasan dana yang harusnya dilakukan nyatanya memakan waktu yang tidak sebentar saja.
Disini dapat didapatkan berbagai informasi mengenai fenomena lumpur Lapindo di Porong yang sebegitu luas dampak dan akibat yang didapatkan. Salah seorang yang menjadi korban adalah Ibu Mudjarroh yang rumahnya di lokasi perumahan tenggelam ditelan lujpur 7tahun yang lalu dengan proses yang sulit dan penuh perjuangan untuk mendapat ganti rugi.
2.
RUMUSAN MASALAH
·
Bagaimana bentuk persyaratan yang harus diajukan untuk
mendapat ganti rugi?
·
Bagaimana proses pelunasan ganti rugi oleh PT. Lapindo
Brantas pada Ibu Mudjarroh?
·
Bagaimana suka duka dalam
meminta ganti rugi kepada PT. Lapindo Brantas?
3.
TUJUAN
·
Untuk mendiskripsikan apa saja bentuk persyaratan yang harus
diajukan untuk mendapat ganti rugi.
·
Untuk mendiskripsikan bagaimana proses pelunasan ganti rugi
oleh PT. Lapindo Brantas pada Ibu Mudjarroh
·
Untuk mendiskripsikan apa saja suka duka dalam meminta ganti rugi kepada PT. Lapindo Brantas
4.
METODE SEJARAH
I.
HEURISTIK
Dalam pengumpulan informasi pada makalah ini, penulis menggunakan wawancara langsung kepada narasumber yang terkait langsung pada peristiwa ini. Narasumber yakni Ibu Mudjarroh, berumur 58 tahun yang berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil yang mengajar di sebuah Sekolah Dasar di daerah Kedungpandan Kecamatan Jabon Sidoarjo. Beliau adalah salah satu korban lumpur lapindo 2006. Dari hasil wawancara dengan beliau pada hari Jum’at tanggal 6 Desember 2013, didapat beberapa informasi sebagai berikut :
Dalam pengumpulan informasi pada makalah ini, penulis menggunakan wawancara langsung kepada narasumber yang terkait langsung pada peristiwa ini. Narasumber yakni Ibu Mudjarroh, berumur 58 tahun yang berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil yang mengajar di sebuah Sekolah Dasar di daerah Kedungpandan Kecamatan Jabon Sidoarjo. Beliau adalah salah satu korban lumpur lapindo 2006. Dari hasil wawancara dengan beliau pada hari Jum’at tanggal 6 Desember 2013, didapat beberapa informasi sebagai berikut :
·
Lokasi rumah yang tergenang di daerah Kedungbendo (Perumahan
Tanggulangin Asri I)
·
Harga rumah yang dimiliki berkisar Rp. 112.000.000,-
·
Ganti rugi lahan telah dinyatakan lunas semua pada tahun 2009
bulan Juni (tiga tahun setelah terjadinya peritiwa lumpur lapindo)
·
Pelunasan ganti rugi dilakukan dengan dua tahapan.
·
Sebagian besar pelunasan dilakukan secara diangsur selama
enam bulan sekali.
·
Uang ganti rugi dikirim oleh PT. Lapindo Brantas melalui
rekening ATM.
·
ATM yang digunakan adalah dari Bank Mandiri dan BRI.
·
Proses pencairan dana ganti rugi Lumpur Lapindo diurus di
kantor BPLS (Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo).
·
Yang berhak mendapat ganti rugi adalah pemilik lahan atau
bangunan yang memiliki keterangan resmi kepemilikan tanah yang sudah diakui
nyata.
·
Dalam upaya mendapat ganti rugi, berkali-kali melakukan demo
dan unjuk rasa.
·
Jumlah orang yang bermukim diareal perumkana itu berkisar
lebih dari 150 kepala keluarga.
·
Pernah sampai dua kali melakukan demo dan unjuk rasa hingga
ke Jakarta yaitu di Istana Negara dan depan Monas untuk menuntut ganti rugi.
·
Pihak PT. Lapindo Brantas lebih sering memberi janji akan
melunasi karena pencairan dana sangat lama.
·
Ganti rugi diberikan berupa materi atau daam bentuk relokasi tempat
hunian bagi korban Lumpur Lapindo.
·
Relokasi hunian korban Lumpur Lapindo dari perumahan TAS
sebagian besar ada di daerah Balongbendo Kabupaten Sidoarjo dan di sebelah TOL
Sidoarjo lebih tepatnya di Desa Jati.
II. KRITIK
A. Narasumber
Narasumber yang digunakan pada makalah ini adalah Ibu Mudjarroh. Beliau merupakan Pegawai Negeri Sipil yang bekerja di Sekolah Dasar didaerah Kedungpandan sebagai Guru Agama Islam. Pada peristiwa terjadinya Lumpur Lapindo di Porong itu, Ibu Mudjarroh adalah salah satu korban karena rumah yang dimiliki oleh Ibu Mudjarroh ini ikut tergenang lumpur bersamaan dengan semua rumah di areal perumahan itu.
Beliau lahir di Sidoarjo pada tanggal 12 September tahun 1955. Dilihat dari umurnya, beliau sekarang telah berumur 58 tahun dan ketika peristiwa Lumpur Lapindo terjadi pada tujuh tahun yang lalu, beliau berumur 51 tahun. Sehingga dapat diterima informasi dari Ibu Mudjarroh ini telah memiliki pengetahuan dan mendekati kebenaran atas informasi yang telah ia jabarkan. Dan juga data dari hasil wawancara dengan Ibu Mudjarroh ini dapat diterima dan dijadikan data pendukung pada makalah ini sehingga nantinya dapat dibuat bahan diskusi melalui kritik kebenarannya.
B. Data
Untuk data-data yang diperoleh penulis dalam perumusan makalah ini masih belum dibandingkan dengan sumber data lain. Dalam hal ini data yang diambil ini adlaah merupakan sampel salah satu korban Lumpur Lapindo yaitu Ibu Mudjarroh. Adapun bukti lain yang saya dapatkan adalah melalui beberapa dokumen Surat Keluarga yang membuktikan kebenaran dari hasil wawancara dengan narasumber yang bersangkutan. Juga dapat dilihat dari bukti dokumen seperti KTP dan KSK.
Dalam hal ini narasumber yang bersangkutan dan sebagai korban Lumpur Lapindo melalui hasil wawancara dan cerita pengalaman hidupnya selama kurun waktu tiga tahun kepada penulis, mengalami kesulitan yang begitu rumit dalam menuntut ganti rugi kepada PT. Lapindo Brantas sebagai penanggung jawab atas terjadinya peristiwa itu.
Untuk data-data yang diperoleh penulis dalam perumusan makalah ini masih belum dibandingkan dengan sumber data lain. Dalam hal ini data yang diambil ini adlaah merupakan sampel salah satu korban Lumpur Lapindo yaitu Ibu Mudjarroh. Adapun bukti lain yang saya dapatkan adalah melalui beberapa dokumen Surat Keluarga yang membuktikan kebenaran dari hasil wawancara dengan narasumber yang bersangkutan. Juga dapat dilihat dari bukti dokumen seperti KTP dan KSK.
Dalam hal ini narasumber yang bersangkutan dan sebagai korban Lumpur Lapindo melalui hasil wawancara dan cerita pengalaman hidupnya selama kurun waktu tiga tahun kepada penulis, mengalami kesulitan yang begitu rumit dalam menuntut ganti rugi kepada PT. Lapindo Brantas sebagai penanggung jawab atas terjadinya peristiwa itu.
III.
INTERPRETASI
Dari data yang telah saya dapatkan, saya menafsirkan beberapa informasi dari data melalui hasil wawancara. Sehingga saya akan memperjelas beberapa informasi yang masih belum jelas yakni mengenai Lumpur Lapindo yang telah terjadi sejak tahun 2006 ini berjanji akan melunasi semua ganti rugi kepada korban yang lahan atau rumahnya tergenang. Namun, dalam praktiknya apa yang dijanjikan dan dikatakan oleh PT. Lapindo Brantas selaku penanggung jawab tidak menepati janji karena alasan pada kenyataannya mereka tidak mau membayar ganti rugi semuanya itu.
Dapat dilihat dari proses penggantian rugi itu harus dilakukan penyeleksian areal mana saja yang mau diganti rugi. Meskipun sebuah lahan, rumah, areal pertokoan telah diakui dan dimiliki resmi oleh seseorang tapi dengan minimnya data tertulis berupa surat ketanahan, maka PT. Lumpur Lapindo Brantas tidak ingin bertanggung jawab dan menanggung apa yang terjadi. Padahal lumpur lapindo sendiri bukanlah merembet kesebagian kecil daerah saja. Belum lagi korban yang berada didaerah pedesaan yang masyarakatnya berekonomi menengah kebawah dan belum mengenal tentang aturan kepemilikan tanah yang sah.
Dari data yang telah saya dapatkan, saya menafsirkan beberapa informasi dari data melalui hasil wawancara. Sehingga saya akan memperjelas beberapa informasi yang masih belum jelas yakni mengenai Lumpur Lapindo yang telah terjadi sejak tahun 2006 ini berjanji akan melunasi semua ganti rugi kepada korban yang lahan atau rumahnya tergenang. Namun, dalam praktiknya apa yang dijanjikan dan dikatakan oleh PT. Lapindo Brantas selaku penanggung jawab tidak menepati janji karena alasan pada kenyataannya mereka tidak mau membayar ganti rugi semuanya itu.
Dapat dilihat dari proses penggantian rugi itu harus dilakukan penyeleksian areal mana saja yang mau diganti rugi. Meskipun sebuah lahan, rumah, areal pertokoan telah diakui dan dimiliki resmi oleh seseorang tapi dengan minimnya data tertulis berupa surat ketanahan, maka PT. Lumpur Lapindo Brantas tidak ingin bertanggung jawab dan menanggung apa yang terjadi. Padahal lumpur lapindo sendiri bukanlah merembet kesebagian kecil daerah saja. Belum lagi korban yang berada didaerah pedesaan yang masyarakatnya berekonomi menengah kebawah dan belum mengenal tentang aturan kepemilikan tanah yang sah.
IV.
HISTORIOGRAFI
Dalam proses penulisan kembali cerita sejarah, saya melakukan beberapa konstruksi (perbaikan) pada cerita sejarah ini agar cerita sejarah yang saya sajikan nantinya bisa lebih jelas dan mudah dipahami. Dalam mempermudah pada saat membacanya, saya melakukan beberapa pembabakan (pembagian) kronologi cerita sesuai waktu. Yang pertama yaitu ketika Peristiwa lumpur lapindo terjadi, yang kedua yaitu ketika para warga meminta ganti rugi kepada PT. Minarak Lapindo yang hanya memberi janji tanpa bukti kemudian yang terakhir yaitu saat PT. Minarak Lapindo mulai mengangsur untuk melunasi ganti rugi meski dengan proses yang susah dan berbelit-belit. Penjelasan yang lebih lanjut adalah saya dapat dari data-data melalui wawancara dengan narasumber dan beberapa bukti tertulis berupa dokumen dan surat-surat. Setelah itu dari hasil interpretasi dan kritik yang lebih jelasnya, akan dijelaskan pada bab selanjutnya.
Dalam proses penulisan kembali cerita sejarah, saya melakukan beberapa konstruksi (perbaikan) pada cerita sejarah ini agar cerita sejarah yang saya sajikan nantinya bisa lebih jelas dan mudah dipahami. Dalam mempermudah pada saat membacanya, saya melakukan beberapa pembabakan (pembagian) kronologi cerita sesuai waktu. Yang pertama yaitu ketika Peristiwa lumpur lapindo terjadi, yang kedua yaitu ketika para warga meminta ganti rugi kepada PT. Minarak Lapindo yang hanya memberi janji tanpa bukti kemudian yang terakhir yaitu saat PT. Minarak Lapindo mulai mengangsur untuk melunasi ganti rugi meski dengan proses yang susah dan berbelit-belit. Penjelasan yang lebih lanjut adalah saya dapat dari data-data melalui wawancara dengan narasumber dan beberapa bukti tertulis berupa dokumen dan surat-surat. Setelah itu dari hasil interpretasi dan kritik yang lebih jelasnya, akan dijelaskan pada bab selanjutnya.
BAB II
PEMBAHASAN
SEJARAH HIDUP
IBU MUDJARROH UNTUK MENDAPAT GANTI RUGI DARI PERISTIWA LUMPUR LAPINDO
1.
Bentuk persyaratan yang harus
diajukan untuk mendapat ganti rugi
Dalam proses pelunasan dana ganti rugi yang dilakukan oleh PT. Minarak Lapindo, mereka melakukan penyeleksian secara ketat berupa persyaratan yang cukup banyak dan rumit, seperti yang telah disebut di bab sebelumnya.
Dari ulasan data yang telah dijabarkan oleh Ibu Mudjarroh, perlu perjuangan yang memakan banyak tenaga dan waktu hanya untuk bisa melengkapi kelengkapan data yang harus diberikan pada pihak PT. Minarak Lapindo jika ingin mendapat uang ganti rugi.
Berdasarkan data hasil wawancara, persyaratan yang harus dilengkapi adalah sebagai berikut :
Pertama harus melengkapi surat-surat cicilan dari Bank (BTN), yang dimaksud adalah pada saat Ibu Mudjarroh membeli rumah di Perum TASI, beliau membayarnya secara mencicil kepada Bank BTN. Namun pada saat lumpur itu menenggelamkan rumahnya, cicilannya sudah lunas, sehingga beliau harus meminta surat resmi lunas dari BTN. Selanjutnya yakni meminta stempel secara bertahap yakni di Kelurahan dan di RT/RW sekaligus mengurus Surat Keluarga dan KTP. Lalu berlanjut untuk melegalisir KSK/KTP di Desa kemudian ke Kecamatan.
Setelah yang pertama melengkapi surat-surat cicilan di BTN, berlanjut yaitu untuk mengurus cicilan tersebut untuk mengkonfirmasi jumlah cicilan dan izin mendirikan bangunan. Setelah semua surat tadi telah rampung diurus, maka diajukan kepada Notaris. Surat yang diajukan ke Notaris kemudian dikumpulkan menjadi satu bersama penduduk lain yang menjadi korban lumpur di tempat pencairan dana. Data mengenai penyerahan ke Notaris itupun penulis dapatkan tidak hanya pada sesi wawancara saja, karena narasumber juga menyerahkan fotocopy surat yang menjelaskan kepemilikan tanah melalui penulis itu.
Kemudian untuk memudahkan dalam proses pencicilan, korban lumpur yang meminta ganti rugi harus memiliki rekening pribadi yang dikhususkan untuk pencairan dana. Rekening awal yang harus dibuka adalah di Bank Mandiri. Perincian mengenai pelunasan ganti rugi dengan dikirim lewat rekening adalah 20 % di rekening Bank Mandiri, selanjutany berganti rekening yaitu di BRI dengan perincian sisa 80% dari total yang sebelumnya dan pelunasan 80% itu dilakukan secara mengangsur selama enam bulan sekali dengan total uang tiap pembayaran yaitu Rp. 15.000.000,- .
Dalam proses pelunasan dana ganti rugi yang dilakukan oleh PT. Minarak Lapindo, mereka melakukan penyeleksian secara ketat berupa persyaratan yang cukup banyak dan rumit, seperti yang telah disebut di bab sebelumnya.
Dari ulasan data yang telah dijabarkan oleh Ibu Mudjarroh, perlu perjuangan yang memakan banyak tenaga dan waktu hanya untuk bisa melengkapi kelengkapan data yang harus diberikan pada pihak PT. Minarak Lapindo jika ingin mendapat uang ganti rugi.
Berdasarkan data hasil wawancara, persyaratan yang harus dilengkapi adalah sebagai berikut :
Pertama harus melengkapi surat-surat cicilan dari Bank (BTN), yang dimaksud adalah pada saat Ibu Mudjarroh membeli rumah di Perum TASI, beliau membayarnya secara mencicil kepada Bank BTN. Namun pada saat lumpur itu menenggelamkan rumahnya, cicilannya sudah lunas, sehingga beliau harus meminta surat resmi lunas dari BTN. Selanjutnya yakni meminta stempel secara bertahap yakni di Kelurahan dan di RT/RW sekaligus mengurus Surat Keluarga dan KTP. Lalu berlanjut untuk melegalisir KSK/KTP di Desa kemudian ke Kecamatan.
Setelah yang pertama melengkapi surat-surat cicilan di BTN, berlanjut yaitu untuk mengurus cicilan tersebut untuk mengkonfirmasi jumlah cicilan dan izin mendirikan bangunan. Setelah semua surat tadi telah rampung diurus, maka diajukan kepada Notaris. Surat yang diajukan ke Notaris kemudian dikumpulkan menjadi satu bersama penduduk lain yang menjadi korban lumpur di tempat pencairan dana. Data mengenai penyerahan ke Notaris itupun penulis dapatkan tidak hanya pada sesi wawancara saja, karena narasumber juga menyerahkan fotocopy surat yang menjelaskan kepemilikan tanah melalui penulis itu.
Kemudian untuk memudahkan dalam proses pencicilan, korban lumpur yang meminta ganti rugi harus memiliki rekening pribadi yang dikhususkan untuk pencairan dana. Rekening awal yang harus dibuka adalah di Bank Mandiri. Perincian mengenai pelunasan ganti rugi dengan dikirim lewat rekening adalah 20 % di rekening Bank Mandiri, selanjutany berganti rekening yaitu di BRI dengan perincian sisa 80% dari total yang sebelumnya dan pelunasan 80% itu dilakukan secara mengangsur selama enam bulan sekali dengan total uang tiap pembayaran yaitu Rp. 15.000.000,- .
2. Proses pelunasan ganti rugi oleh PT. Lapindo Brantas pada Ibu Mudjarroh
Dalam hal ganti rugi yang dilakukan oleh pihak PT. Minarak Lapindo, melakukan cara untuk mengangsur atau mencicil. Menurut pengakuan dari Ibu Mudjarroh melalui wawancara, penulis dapat menarik menambahkan data disini bahwa proses yang digunaka yaitu secara tahap. Tahap yang pertama adalah pencairan dana sebesar 20% dari total harga tanah yang ditenggelamkan oleh lumpur, selanjutnya yaitu sisa dari itu adalah 80%. Dalam pembayaran sisa ganti rugi yang 80% itu, PT. Minarak Lapindo melakukan pembayaran berangsur-angsur. Setiap enam bulan sekali mereka mengangsur sekitar Rp. 15.000.000,- dalam pelunasan sisa ganti rugi 80% itu seperti yang disebut sebelumnya.
Tahap tadi adalah bentuk dari proses pelunasan yang dilakukan PT. Minarak Lapindo dengan kurun waktu yang lama. Karena dari penjabaran Ibu Mudjarroh, dana ganti ruginya baru terlunasi pada tahun 2009 yaitu tiga tahun setelah terjadinya lumpur lapindo itu.
Ibu Mudjarroh adalah salah satu dari korban lumpur lapindo yang beruntung karena uang ganti ruginya bisa terlunasi semua meski dalam kurun waktu yang cukup lama. Disela-sela wawancara dengan beliau, beliau juga menceritakan sedikit cerita bahwa selain dia tentu banyak orang yang menjadi lumpur lapindo dan tidak semua dari mereka yang mendapat ganti rugi lunas. Karena diluar sana juga banyak orang korban lumpur lapindo bahkan belum menyentuh uang ganti rugi sama sekali dari pihak PT. Minarak Lapindo, yang emnurut penuturan Ibu Mudjarroh adalah karena penduduk tersebut masih belum memiliki surat kepemilikan tanah secara sah dan masih terbelakangnya orang-orang tersebut karena belum mampunya menggunakan rekening tabungan di Bank. Sehingga proses pelunasan berjalan sangat lama hingga saat ini. Tidak hanya itu saja, Ibu Mudjarroh merasa bersyukur karena beliau sempat mendapat bantuan dari Diknas dengan nominal uang sebesar Rp. 2.000.000,-.
Uang ganti rugi yang didapat dari pihak PT. Minarak Lapindo oleh Ibu Mudjarroh dikumpulkan dan ditabung untuk biaya naik haji pada tahun 2009. Perlu penulis jelaskan bahwa sebenarnya rumah yang dimiliki oleh Ibu Mudjarroh di Perumahan TAS 1 itu bukanlah rumah utamanya namun sebagai rumah persinggahan kalau-kalau ada keperluan, karena letak Perumahan itu sendiri memang sangat strategis. Rumah utama yang dimiliki Ibu Mudjarroh berada di Desa Trompo Asri yang disana bertempat tinggal beliau dengan anak-anaknya sekaligus penulis.
Dalam hal ganti rugi yang dilakukan oleh pihak PT. Minarak Lapindo, melakukan cara untuk mengangsur atau mencicil. Menurut pengakuan dari Ibu Mudjarroh melalui wawancara, penulis dapat menarik menambahkan data disini bahwa proses yang digunaka yaitu secara tahap. Tahap yang pertama adalah pencairan dana sebesar 20% dari total harga tanah yang ditenggelamkan oleh lumpur, selanjutnya yaitu sisa dari itu adalah 80%. Dalam pembayaran sisa ganti rugi yang 80% itu, PT. Minarak Lapindo melakukan pembayaran berangsur-angsur. Setiap enam bulan sekali mereka mengangsur sekitar Rp. 15.000.000,- dalam pelunasan sisa ganti rugi 80% itu seperti yang disebut sebelumnya.
Tahap tadi adalah bentuk dari proses pelunasan yang dilakukan PT. Minarak Lapindo dengan kurun waktu yang lama. Karena dari penjabaran Ibu Mudjarroh, dana ganti ruginya baru terlunasi pada tahun 2009 yaitu tiga tahun setelah terjadinya lumpur lapindo itu.
Ibu Mudjarroh adalah salah satu dari korban lumpur lapindo yang beruntung karena uang ganti ruginya bisa terlunasi semua meski dalam kurun waktu yang cukup lama. Disela-sela wawancara dengan beliau, beliau juga menceritakan sedikit cerita bahwa selain dia tentu banyak orang yang menjadi lumpur lapindo dan tidak semua dari mereka yang mendapat ganti rugi lunas. Karena diluar sana juga banyak orang korban lumpur lapindo bahkan belum menyentuh uang ganti rugi sama sekali dari pihak PT. Minarak Lapindo, yang emnurut penuturan Ibu Mudjarroh adalah karena penduduk tersebut masih belum memiliki surat kepemilikan tanah secara sah dan masih terbelakangnya orang-orang tersebut karena belum mampunya menggunakan rekening tabungan di Bank. Sehingga proses pelunasan berjalan sangat lama hingga saat ini. Tidak hanya itu saja, Ibu Mudjarroh merasa bersyukur karena beliau sempat mendapat bantuan dari Diknas dengan nominal uang sebesar Rp. 2.000.000,-.
Uang ganti rugi yang didapat dari pihak PT. Minarak Lapindo oleh Ibu Mudjarroh dikumpulkan dan ditabung untuk biaya naik haji pada tahun 2009. Perlu penulis jelaskan bahwa sebenarnya rumah yang dimiliki oleh Ibu Mudjarroh di Perumahan TAS 1 itu bukanlah rumah utamanya namun sebagai rumah persinggahan kalau-kalau ada keperluan, karena letak Perumahan itu sendiri memang sangat strategis. Rumah utama yang dimiliki Ibu Mudjarroh berada di Desa Trompo Asri yang disana bertempat tinggal beliau dengan anak-anaknya sekaligus penulis.
3. Hambatan dalam meminta ganti rugi
kepada PT. Lapindo Brantas
Pada saat narasumber atau disini Ibu Mudjarroh meminta ganti rugi kepada pihak PT. Minarak Lapindo, tentu mendapat banyak hambatan dan kesulitan. Setelah terjadinya semburan lumpur itu, pihak lapindo lantas tidak langsung turun tangan. Mereka baru mengurusnya yaitu sekitar satu tahun setelahnya. Dapat kita tarik kesimpulan, satu tahun bukanlah waktu yang singkat, karena penduduk telah kehilangan tempat tinggal dan uang ganti dari Lapindo. Ini tentunya sangat menyengsarakan rakyat yang berasal dari ekonomi menengah kebawah. Hambatan karena tidak kunjung mendpaat ganti rugi inilah yang mendorong warga korban lumpur untuk demo dan berunjuk rasa.
Berbagai macam tuntutan berulang kali dilakukan oleh penduduk. Menurut Ibu Mudjarroh orang-orang sekitar lingkungan rumahnya juga tidak kalah untuk berunjuk rasa dan berdemo menuntut ganti rugi. Namun dalam hal ini Ibu Mudjarroh sendiri tidak pernah ikut untuk ikut berunjuk rasa dan berdemo dengan orang sesamanya, ini dikarenakan kesibukan Ibu Mudjarroh yang padat yakni sebagai Pegawai Negeri Sipil. Meski demikian, Ibu Mudjarroh selalu memberi dukungan dan memberi partisipasi.
Demo yang paling besar yaitu ketika serombongan orang-orang korban ini pergi ke Jakarta untuk berdemo dan menuntut ganti rugi. Demo ke Jakarta ini dilakukan sebanyak dua kali. Pada demo yang pertama, semua anggota kepala keluarga yang berada di Perumahan TAS 1 sebagai korban lumpur lapindo mengumpulkan uang untuk iuran sebanyak Rp. 300.000,-. Unjuk rasa yang pertama itu dilakukan pada tahun 2007 dan diikuti lebih dari 100 orang. Mereka pergi ke Jakarta naik kereta dari Sidoarjo menuju Jakarta dan di Jakarta selama empat hari, disana mereka terpaksa menggelandang didepan istana negara dan Masjid. Selama berdemo, mereka melakukannya didepan Istana Negara.
Selanjutnya dengan demo yang kedua dilakukan selang sekitar tiga bulan setelah demo yang pertama tadi. Pada demo yang kedua tidak jauh beda dengan yang pertama, namun bedanya pada demo yang ini lebih banyak orang yang ikut serta dan dikenakan iuran untuk semua kepala keluarga sebanyak Rp. 175.000,- dan mereka berada di Jakarta selama dua hari. Kali ini tujuan mereka tidak hanya di depan gedung istana negara namun juga dideoan kediaman Abu Rizal Bakrie selaku orang terkaya dan pimpinan Partai Golkar.
Dari hasil kedua demo itu, tentunya memiliki hasil yang sama. Perwakilan dari pihak PT. Minarak Lapindo hanya menyatakan dan berjanji akan melunasi semua ganti rugi secepatnya padahal sudah jelas-jelas semua persyaratan telah dilakukan oleh korban lumpur lapindo namun belum juga berbuah hasil. Hal tersebut yang dilakukan oleh pihak lapindo hanya sekedar agar kerumunan korban lapindo itu segera membubarkan diri dan pergi ketempat asal mereka.
Selain berdemo menuntut ganti rugi hingga ke Jakarta, tentu sudah banyak demo yang dilakukan oleh warga Perumahan TAS 1. Menurut penuturan Ibu Mudjarroh, diantaranya demo yang dilakukan adalah menuju Kantor Bupati, Kantor BPLS (Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo) yang berada disebelah selatan Alun-alun Sidoarjo. Mereka juga sempat beberapa kali berdemo dan menutup jalan raya di Porong dan Siring. Sayangnya juga pada demo kali inipun Ibu Mudjarroh tidak ikut serta dikarenakan ada keperluan Dinas.
Diluar selain hambatan mengenai penuntutan ganti rugi melalui demo itu, Ibu Mudjarroh juga memiliki hambatan pada saat mengurus surat-surat dan data-data yang diperlukan dan harus diajukan kepada pihak Lapindo.
Hambatan ini adalah ketika narasumber harus mengurus surat-surat KSK dan KTP. Ini menjadi sulit yaitu karena suami dari Ibu Mudjarroh sudah meninggal sehingga pada saat meminta surat keterangan Ke Camat tidak diberi. Ini dengan alasan yaitu bahwa suami narasumber masih memiliki anak lain, karena memang sebelum menikah dengan Ibu Mudjarroh, suaminya sudah pernah menikah dan memiliki anak.
Untuk mencari jalan keluar, Ibu Mudjarroh harus mengutus orang untuk mengurus akta pertanahan dikarenakan suami Ibu Mudjarroh telah meninggal tapi surat bangunan jelas beratas namakan Ibu Mudjarroh. Setelah semua persetujuan telah disepakati, surat persetujuan itu dibawa ke Kantor BPLS untuk segera diproses. Lalu ini juga masih harus menunggu uang ganti yang sangat lama cairnya, ditafsirkan ini karena pihak PT. Minarak Lapindo tidak ingin melunasi seperti yang telah disebut sebelumnya.
Pada saat narasumber atau disini Ibu Mudjarroh meminta ganti rugi kepada pihak PT. Minarak Lapindo, tentu mendapat banyak hambatan dan kesulitan. Setelah terjadinya semburan lumpur itu, pihak lapindo lantas tidak langsung turun tangan. Mereka baru mengurusnya yaitu sekitar satu tahun setelahnya. Dapat kita tarik kesimpulan, satu tahun bukanlah waktu yang singkat, karena penduduk telah kehilangan tempat tinggal dan uang ganti dari Lapindo. Ini tentunya sangat menyengsarakan rakyat yang berasal dari ekonomi menengah kebawah. Hambatan karena tidak kunjung mendpaat ganti rugi inilah yang mendorong warga korban lumpur untuk demo dan berunjuk rasa.
Berbagai macam tuntutan berulang kali dilakukan oleh penduduk. Menurut Ibu Mudjarroh orang-orang sekitar lingkungan rumahnya juga tidak kalah untuk berunjuk rasa dan berdemo menuntut ganti rugi. Namun dalam hal ini Ibu Mudjarroh sendiri tidak pernah ikut untuk ikut berunjuk rasa dan berdemo dengan orang sesamanya, ini dikarenakan kesibukan Ibu Mudjarroh yang padat yakni sebagai Pegawai Negeri Sipil. Meski demikian, Ibu Mudjarroh selalu memberi dukungan dan memberi partisipasi.
Demo yang paling besar yaitu ketika serombongan orang-orang korban ini pergi ke Jakarta untuk berdemo dan menuntut ganti rugi. Demo ke Jakarta ini dilakukan sebanyak dua kali. Pada demo yang pertama, semua anggota kepala keluarga yang berada di Perumahan TAS 1 sebagai korban lumpur lapindo mengumpulkan uang untuk iuran sebanyak Rp. 300.000,-. Unjuk rasa yang pertama itu dilakukan pada tahun 2007 dan diikuti lebih dari 100 orang. Mereka pergi ke Jakarta naik kereta dari Sidoarjo menuju Jakarta dan di Jakarta selama empat hari, disana mereka terpaksa menggelandang didepan istana negara dan Masjid. Selama berdemo, mereka melakukannya didepan Istana Negara.
Selanjutnya dengan demo yang kedua dilakukan selang sekitar tiga bulan setelah demo yang pertama tadi. Pada demo yang kedua tidak jauh beda dengan yang pertama, namun bedanya pada demo yang ini lebih banyak orang yang ikut serta dan dikenakan iuran untuk semua kepala keluarga sebanyak Rp. 175.000,- dan mereka berada di Jakarta selama dua hari. Kali ini tujuan mereka tidak hanya di depan gedung istana negara namun juga dideoan kediaman Abu Rizal Bakrie selaku orang terkaya dan pimpinan Partai Golkar.
Dari hasil kedua demo itu, tentunya memiliki hasil yang sama. Perwakilan dari pihak PT. Minarak Lapindo hanya menyatakan dan berjanji akan melunasi semua ganti rugi secepatnya padahal sudah jelas-jelas semua persyaratan telah dilakukan oleh korban lumpur lapindo namun belum juga berbuah hasil. Hal tersebut yang dilakukan oleh pihak lapindo hanya sekedar agar kerumunan korban lapindo itu segera membubarkan diri dan pergi ketempat asal mereka.
Selain berdemo menuntut ganti rugi hingga ke Jakarta, tentu sudah banyak demo yang dilakukan oleh warga Perumahan TAS 1. Menurut penuturan Ibu Mudjarroh, diantaranya demo yang dilakukan adalah menuju Kantor Bupati, Kantor BPLS (Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo) yang berada disebelah selatan Alun-alun Sidoarjo. Mereka juga sempat beberapa kali berdemo dan menutup jalan raya di Porong dan Siring. Sayangnya juga pada demo kali inipun Ibu Mudjarroh tidak ikut serta dikarenakan ada keperluan Dinas.
Diluar selain hambatan mengenai penuntutan ganti rugi melalui demo itu, Ibu Mudjarroh juga memiliki hambatan pada saat mengurus surat-surat dan data-data yang diperlukan dan harus diajukan kepada pihak Lapindo.
Hambatan ini adalah ketika narasumber harus mengurus surat-surat KSK dan KTP. Ini menjadi sulit yaitu karena suami dari Ibu Mudjarroh sudah meninggal sehingga pada saat meminta surat keterangan Ke Camat tidak diberi. Ini dengan alasan yaitu bahwa suami narasumber masih memiliki anak lain, karena memang sebelum menikah dengan Ibu Mudjarroh, suaminya sudah pernah menikah dan memiliki anak.
Untuk mencari jalan keluar, Ibu Mudjarroh harus mengutus orang untuk mengurus akta pertanahan dikarenakan suami Ibu Mudjarroh telah meninggal tapi surat bangunan jelas beratas namakan Ibu Mudjarroh. Setelah semua persetujuan telah disepakati, surat persetujuan itu dibawa ke Kantor BPLS untuk segera diproses. Lalu ini juga masih harus menunggu uang ganti yang sangat lama cairnya, ditafsirkan ini karena pihak PT. Minarak Lapindo tidak ingin melunasi seperti yang telah disebut sebelumnya.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Peristiwa Lumpur Lapindo yang terjadi mulai tahun 2006 menyebabkan banyak kerugian bagi banyak orang yang bertempat tinggal disekitar tempat semburan itu terjadi. Tidak hanya lahan saja rumah, kompleks perumahan, pertokoan dan sebagainya telah ludes ditenggelamkan oleh semburan lumpur itu.
Banyak penduduk korban lumpur lapindo terpaksa mengungsi karena lahan dan tempat tinggalnya telah tergenang lumpur. Dalam penangan atas perbuatannya, PT. Minarak Lapindo yang bertanggung jawab penuh atas terjadinya peristiwa ini nyatanya masih terlalu egois dalam penanganan. Terbukti mulai dari molornya penangan yang berlangsung setahun lebih setelah peristiwa itu juga pemberian ganti rugi, pencairan dana dan sebagainya.
Sebelum mendapat persetujuan untuk menerima bantuanpun sangat disulitkan dan berjalan dalam kurun waktu yang cukup lama. Mulai dari persetujuan hak tanah, kartu keluarga, KTP yang harus diurus di tingkat desa, keluarahan hingga ke Kabupaten.
Dalam hal pencairan dananya juga tidak dengan cepat ditangani, inilah yang menyebabkan korban Lumpur lapindo kian geram hingga mereka berbondng-bondong melakukan unjuk rasa dan demo. Tidak hanya demo yang dilakukan di daerah sekitar Lumpur atau kantor penanganan lumpur saja, namun juga sampai ke Ibukota negara yaitu ke Istana negara dan berharap penanganan tentang pelunasan dana segera terselasikan.
Barulah rentang waktu selama tiga tahun itulah didapatkan dana yang telah sekian lama diananti dan dibutuhkan para korban lumpur lapindo itu. Sebagian besar mendapat ganti berupa materiil, sebagian lainnya dalam bentuk relokasi tempat hunian.
Peristiwa Lumpur Lapindo yang terjadi mulai tahun 2006 menyebabkan banyak kerugian bagi banyak orang yang bertempat tinggal disekitar tempat semburan itu terjadi. Tidak hanya lahan saja rumah, kompleks perumahan, pertokoan dan sebagainya telah ludes ditenggelamkan oleh semburan lumpur itu.
Banyak penduduk korban lumpur lapindo terpaksa mengungsi karena lahan dan tempat tinggalnya telah tergenang lumpur. Dalam penangan atas perbuatannya, PT. Minarak Lapindo yang bertanggung jawab penuh atas terjadinya peristiwa ini nyatanya masih terlalu egois dalam penanganan. Terbukti mulai dari molornya penangan yang berlangsung setahun lebih setelah peristiwa itu juga pemberian ganti rugi, pencairan dana dan sebagainya.
Sebelum mendapat persetujuan untuk menerima bantuanpun sangat disulitkan dan berjalan dalam kurun waktu yang cukup lama. Mulai dari persetujuan hak tanah, kartu keluarga, KTP yang harus diurus di tingkat desa, keluarahan hingga ke Kabupaten.
Dalam hal pencairan dananya juga tidak dengan cepat ditangani, inilah yang menyebabkan korban Lumpur lapindo kian geram hingga mereka berbondng-bondong melakukan unjuk rasa dan demo. Tidak hanya demo yang dilakukan di daerah sekitar Lumpur atau kantor penanganan lumpur saja, namun juga sampai ke Ibukota negara yaitu ke Istana negara dan berharap penanganan tentang pelunasan dana segera terselasikan.
Barulah rentang waktu selama tiga tahun itulah didapatkan dana yang telah sekian lama diananti dan dibutuhkan para korban lumpur lapindo itu. Sebagian besar mendapat ganti berupa materiil, sebagian lainnya dalam bentuk relokasi tempat hunian.
B. SARAN
Dari keseluruhan penulisan makalah yang dibuat penulis ini, tentunya memiliki banyak kekurangan maupun kesalahan yang dibuat penulis sendiri baik secara langsung maupun tidak langsung. Itulah mengapa penulis mengharapkan kepada semua pembaca untuk memberi kritik maupun saran yang membangunnya agar nantinya lebih baik untuk makalah berikutnya.
Dari keseluruhan penulisan makalah yang dibuat penulis ini, tentunya memiliki banyak kekurangan maupun kesalahan yang dibuat penulis sendiri baik secara langsung maupun tidak langsung. Itulah mengapa penulis mengharapkan kepada semua pembaca untuk memberi kritik maupun saran yang membangunnya agar nantinya lebih baik untuk makalah berikutnya.
Daftar Rujukan
A.
Narasumber
Nama : Mudjarroh
Tempat, Tanggal Lahir : Sidoarjo, 12 September 1955
Nama : Mudjarroh
Tempat, Tanggal Lahir : Sidoarjo, 12 September 1955
Pekerjaan : Pegawai Negeri
Sipil
Alamat : Dusun Jangasem Rt 10/Rw 004 Desa Trompoasri Kecamatan Jabon – Sidoarjo
Alamat : Dusun Jangasem Rt 10/Rw 004 Desa Trompoasri Kecamatan Jabon – Sidoarjo
Peran
dalam Peristiwa : Sebagai
salah satu korban Lumpur lapindo 2006 yang memiliki rumah di daerah perumahan
TAS 1
Wawancara : Jum’at, 6
Desember 2013 pk.19.52
Tempat : Rumah Ibu Mudjarroh, Dusun Janganasem 10/04 Trompoasri Jabon -SDA
Tempat : Rumah Ibu Mudjarroh, Dusun Janganasem 10/04 Trompoasri Jabon -SDA
B.
Dokumen (data tertulis)
·
Fotocopy SK (Surat Keluarga)
·
Fotocopy KTP Ibu Mudjarroh
·
Fotocopy surat kepemilikan tanah dan lahan oleh
Notaris
C.
Buku
Kuntowijoyo.
2001. Pengantar Ilmu Sejarah. Jogjakarta:
Yayasan Bentang Budaya.
About Me
- pendidikansejarahofferingdum
Diberdayakan oleh Blogger.
free music at divine-music.info
Blog Archive
-
▼
2013
(46)
-
▼
Desember
(38)
- PERJALANAN BA...
- ILMU-ILMU BANTU SEJARAH MAKALAH REVISI U...
- <!--[if !mso]> v\:* {behavior:url(#default#VML);}...
- PERJUANGAN MUALIFAH MENCAPAI CITA MENJADI GURU AKI...
- Sejarah keluarga
- PERJALANAN BA...
- SEJARAH BP. HADI SUJONO DAN IBU RIWANTI SEBA...
- SEJARAH KELAM DAN PROSES MELAWAN KETERBATASAN DI ...
- SEPAK TERJANG BUYUT SEDO BULANGAN DALAM MEMBELA P...
- SEJARAH MEMOTIVASI KEHIDUPAN TANPA MEMANDANG KEKU...
- SEJARAH KELUARGA H.HASAN RAMLI, S.E DAN HJ.SRI MU...
- pengantar ilmu sejarah oleh nunik lailatul masruroh
- pengantar ilmu sejarah oleh nunik lailatul masruroh
- SEJARAH MULYADI DALAM KEIKUTSERTAANNYA DALAM MENUM...
- kisah cinta dan perjalanan hidup ibu riada
- sejarah dan proses kesetiaan ayah dan ibu
- makalah ilmu sejarah Muhamad Tarmizi
- makalah ilmu sejarah Muhamad Tarmizi
- makalah pengantar ilmu sejarah muhamad tarmizi
- Revisi Kelompok 6 (Otentisitas Kredibilitas)
- Sejarah Kehidupan Ayahku
- SEJARAH HIDUP IBU MUDJARROH UNTUK MENDAPAT GANTI R...
- SEJARAH KELUARGA DAN KEHIDUPAN EKONOMI BAPAK MASKUN
- SEJARAH SURONO SISWOPRAWIRO (1938-2011)
- SEJARAH KEHIDUPAN SOSIAL DAN PERMASALAHAN KELUA...
- SEJARAH KISAH CINTA”NGATU” DIMASA LALU MAKAL...
- revisi makalah kelompok 8
- SEJARAH IBU SUPINI SEBAGAI GURU TK DAN ORGANISATOR...
- KEHIDUPAN SULIT ‘SATIR’ AKIBAT SIFAT SERAKAH KELU...
- SEJARAH PERJALANAN HIDUP DAN TRADISI YANG ADA DI ...
- sejarah keluarga by achmad al fattah noer off D
- sejaarah usaha pak Djari
- SEJARAH KELUARGA PERANTAUAN
- SEJARAH KELUARGA DAN KEHIDUPAN EKONOMI BAPAK MASKUN
- SILSILAH DAN SEJARAH PERJALANAN KEHIDUPAN SOSIAL ...
- Sejarah Guwe
- PENGARUH PAKSAAN ORANG TUA TERHADAP KEHIDUPAN DAN ...
- Historiografi Keluarga : Sejarah Keluarga Ponidi W...
-
▼
Desember
(38)