Blogger Widgets
pendidikansejarahofferingdum On Senin, 09 Desember 2013



SILSILAH DAN KEHIDUPAN KELUARGA DARI PIHAK AYAH IBU DAN SILSILAH LANGSUNG AYAH DAN IBU





MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Pengantar Ilmu Sejarah
Yang dibina oleh Bapak Prof. Dr. Hariyono, M. Pd., dan Ibu Indah W.P. Utami, S.Pd., S.Hum., M.Pd.,






oleh
Melliya
130731607243














UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN SEJARAH
Desember 2013
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  LatarBelakang
            Keluarga adalah suatu lingkungan yang terdapat beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah, ikatan, dan tanggung jawab didalamnya. keluarga tidak akan terlepas dari peran seorang ayah, ibu, dan anak. Setiap orang pastilah memiliki keluarga, yang didalamnya memiliki banyak cerita. Baik sedih ataupun gembira. Keluarga sangatlah penting keberadaannya, karena pada hakikatnya manusia tidak bisa hidup sendiri. Manusia memerlukan bantuan orang lain, maka dari itu peran dan fungsi keluarga sangat diperlukan.
            Salah satu peran dan fungsinya adalah mengajarkan arti kehidupan dan memberikan perlindungan dan kenyamanan bagi setiap individu didalamnya dengan ilmu pengetahuan maupun ilmu agama. Didalam kehidupan keluarga pastinya tidak terlepas dari cerita-cerita masa lalu suatu keluarga, ataupun hal menarik yang yang mengiringi kisah sebuah keluarga tersebut. Keluarga juga tidak terlepas dari silsilah, karena silsilah adalah rantai keturunan. Kadang orang di suatu keluarga lupa akan silsilah keluarganya sendiri, hal ini mungkin dikarenakan mereka lupa, dan lainnya.
            Silsilah keluarga sangatlah penting keberadaannya bagi sebagian orang, begitu pula dengan penulis. Walaupun tidak keseluruhan mengetahui, tapi melalui cerita-cerita dari orang tua, dapat diketahui silsilah keluarganya. Oleh karena itu penulis membuat makalah dengan judul sislsilah keluarga penulis sendiri, baik dari pihak ayah, ibu, dan silsilah langsung dari ayah dan ibu.
1.2  Rumusan Masalah
·         Bagaimana silsilah dan kehidupan  keluarga dari Ayah?
·         Bagaimana silsilah dan kehidupan keluarga dari Ibu?
·         Bagaimana silsilah langsung dari Ayah dan Ibu?

1.3  Tujuan
·         Untuk mendeskripsikan silsilah keluarga dan kehidupan dari pihak ayah
·         Untuk mendeskripsikan silsilah dan kehidupan keluarga dari pihak ibu
·         Untuk mendeskripsikan silsilah langsung dari ayah dan ibu

1.4  Metode Sejarah
·         Pemilihan topik
Penulis memilih judul “Silsilah Keluarga dari pihak ayah, ibu, dan silsilah keluarga langsung dari ayah dan ibu” karena penulis ingin menceritakan silsilah keluarga penulis agar diingat dan tidak terlupakan begitu saja seiring perkembangan zaman.
·         Heuristik
Dalam metode heuristik penulis mendapatkan data berdasarkan hasil wawancara dan cerita-cerita mengenai silsilah keluarga penulis dari ibu, ayah, kakak, dan saudara-saudara penulis. Wawancara yang penulis lakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara tidak langsung penulis melakukannya lewat HP karena saudara dari pihak ayah dan ibu penulis kebanyakan berada di daerah yang berbeda semua, walaupun data-data yang di dapat kurang lengkap. Namun sudah cukup untuk menceritakan dengan singkat silsilah dan kehidupan keluarga penulis. Selain itu penulis juga mencari di internet tentang pengertian keluarga. Dan tak lupa juga dari buku Kuntawijaya mengenai metode-metode yang digunakan dalam sejarah.
·         Kritik
Kritik disini dibedakan menjadi dua, yaitu kritik eksternal, dan kritik internal. Pada kritik eksternal penulis mendapatkan informasi mengenai silsilah keluarga penulis, tenteng  kakek dan nenek penulis, berapa umurnya, pekerjaannnya apa, berapa saudara yang dimiliki oleh ayah dan ibu penulis dan lainnya. Selain itu penulis juga mendapatkan foto-foto. Walaupun fotonya tidak lengkap. Sedangkan dalam kritik internal penulis membandingakan informasi yang di dapat dari ibu, ayah, kakak, dan saudara-saudara penulis keseluruhannya sama walaupun beda cara penyampainnya, tapi intinya sama.
·         Interpretasi
Berdasarkan hasil wawancara penulis tentang kehidupan keluarga baik dari pihak Ayah maupun pihak Ibu, masih jelas sekali ada pengaruh magis di dalamnya, mulai dari kematian adik Ayah penulis yaitu alm. Somad, kakek dan nenek penulis dari pihak Ibu yang memiliki kekuatan ghaib dan di susupi oleh jin, serta kelahihiran anak ke dua Pak Sarno dan B. Supaida yang masih ada kaitannya dengan Pantangan yang tidak boleh di langgar oleh orang hamil. Yaitu membunuh hewan.
·         Historiografi
Dari silsilah dan kehidupan keluarga dari pihak Ayah penulis yaitu Pak Sarno adalah, klehidupan keluarga Pak Kardi dan B. Tugirah sangatlah sederhana, namun memiliki keinginan yang kuat untuk menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Tetapi kenyataannya hanya dua anak yang bisa bersekolah sampai tamat SMA. Hal ini berbanding terbalik dengan kehidupan keluarga dari pihak Ibu penulis yaitu Ibu Supaida, dimana kedua orang tuanya yaitu Pak Nisan dan B. Sumi tidak dapat menyekolahkan anak-anak nya, hanya beberapa saja. Sedangkan pada kehidupan keluarga Ayah dan Ibu penulis mungkin lebih beruntung karena mereka mampu menyekolahkan anak-anak nya hingga ke perguruan tinggi.



















BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Silsilah dan kehidupan keluarga dari pihak ayah

ALM. PAK KARDI
ALM. B. TUGIRA
KARMI
SARNO
SARNI
SRIYATUN
SLAMET
ALM. SOMAD
 








Berdasarkan skema silsilah keluarga diatas dapat diketahui bahwasannya Pak Kardi menikah dengan B. Tugirah yang berasal di daerah yang sama yaitu Pacitan. Dari pernikahan tersebut lahirlah enam orang anak antara lain Karmi, Sarno, Sarni, Sriyatun, Slamet, dan terakhir adalah alm. somad. Pak kardi dan B. Tugirah sama-sama bekerja sebagai petani, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Walaupun kehidupan keluarga Pak Kardi begitu sederhana yang hanya bergantung pada pertanian, namun kemauan Pak Kardi dan B. Tugirah untuk menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang yang tinggi sangat besar. Dengan harapan anak-anaknya tidak mengalami kehidupan yang sama seperti Pak Kardi dan B. Tugirah sebagai Petani. Namun keinginan tersebut belum bisa terealisasikan pada anak-anaknya karena kekurangan biaya. Baru dapat terealisasikan pada slamet dan alm. Somad yang bisa melanjutkan sekolah sampai SMA.
Anak pertama bernama Karmi, kelahiran Pacitan 25 Januari tahun 1958 adalah kakak dari ayah penulis yang hanya bisa sekolah sampai lulus SD dan tidak bisa melanjutkan ke jenjang berikutnya, dikarenakan kekurangan biaya. Dan akhirnya karmi pun memutuskan untuk membantu Pak Kardi dan  B. Tugirah bekerja di sawah. Anak ke dua adalah ayah penulis yang bernama Sarno. Ayah penulis kelahiran Pacitan, 29 Juli tahun 1960. Ayah penulis juga lulusan SD. Sebenarnya setelah lulus SD ayah penulis disuruh oleh Pak Kardi untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi yaitu SMP, tapi ayah penulis tidak mau dengan alasan ingin membantu Pak Kardi dan B. Tugirah bekerja di sawah saja. Namun oleh Pak Kardi, Ayah penulis di paksa untuk tetap melanjutkan sekolah. Dan dengan keterpaksaan itu ayah penulis dengan berat hati mau melanjutkan ke jenjang SMP. Tapi setelah bersekolah selama dua minggu, ayah penulis memutuskan untuk berhenti. Pak kardi dan B. Tugirah pun tidak bisa berbuat banyak. Akhirnya ayah penulis pun ikut bekerja di sawah. Anak ke tiga adalah Sarni, yang tak lain adik dari ayah penulis. Kelahiran pacitan 12 September 1968. Juga hanya lulusan SD, Sarni mengikuti jejak ayah penulis yang tak mau melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi dengan alasan yang sama, ingin membantu Pak Kardi dan B. Tugirah bekerja di sawah. Anak ke empat adalah Sriyatun, kelahiran Pacitan, 01 Juli 1973 juga lulusan SD, dan juga bekerja sebagai petani. Anak ke lima adalah Slamet, kelahiran 25 maret tahun 1975. Kak slamet mau bersekolah sampai lulus SMA, hal ini dikarenakan ingin melihat Pak Kardi dan B. Tugirah bahagia bisa melihat ada salah satu dari anaknya yang tamatan sekolah SMA. Dan Slamet pun bekerja di salah satu Pabrik sepatu ternama di Jakarta. Kehidupannya pun lebih baik dan sudah memiliki rumah sendiri di semarang. Anak terakhir adalah alm. Somad, kelahiran Pacitan, 10 agustus tahun 1977, juga lulusan SMA, dan mengikuti jejak Slamet bekerja di Pabrik ternama di jakarta.
Hal-hal yang mengharukan dari keluarga ayah penulis adalah :
1.      Meninggalnya Pak Kardi. Ketika pak Kardi meninggal B. Tugirah tidak tahu, hal ini di karenakan B. Tugirah berobat ke Probolinggo untuk  menyembuhkan penyakit tumor darahnya. B. Tugirah bercerita kepada ibu penulis selama enam hari selalu bermimpi di datangi Pak Kardi yang menyuruhnya pulang ke Pacitan. Ibu penulis mengatakan kalau bermimpi seperti itu bertanda bahwasannya Pak Kardi meninggal dunia. Sontak saja membuat B. Tugirah merasa tidak tenang hatinya, dan meminta pulang ke pacitan hari itu juga. Setelah sampai di Pacitan ternyata benar bahwasannya Pak Kardi telah wafat, dan sudah memasuki tujuh harinya.
2.      Hal mengharukan yang ke dua adalah mengenai ayah penulis yaitu Pak Sarno. Setelah ayah penulis berhenti sekolah, dan lebih memilih bekerja sebagai seorang petani. Tidak lama kemudian ayah penulis di ajak hijrah oleh pamannya bernama Ngatimen, yang tak lain adalah adik dari Pak Kardi ke Kota probolinggo. Hal ini di karenakan pak Ngatimen telah menjadi PNS di kota tersebut. Setelah di probilinggo Ayah penulis tinggal dirumah pamannya, dan bekerja di rumah Kapolres Probolinggo. Ketika ada waktu luang ayah penulis menggembala kambing pamannya. Melihat kinerja ayah penulis yang sangat baik, Pak kapolres tersebut menyuruh ayah penulis untuk mengikuti tes CPNS di kota Probolinggo. Akhirnya ayah penulis menjadi PNS tahun 1986 dan memilih menetap di Probolinggo. Karena menikah dengan Ibu penulis.
3.      Hal mengharukan ke tiga adalah terjadi pada pada adik ayah penulis yaitu alm. Somad. Setelah lulus SMA Somad mengikuti Slamet bekerja di pabrik sepatu di Kota Jakarta, dan mengalami kesuksesan disana. Kesuksesan yang menghampiri Somad tidak bertahan lama. Setelah kurang lebih tujuh tahun bekerja di jakarta Somad mengalami sakit yang sangat aneh, ketika di periksakan oleh atasannya ke rumah sakit tidak di temukan penyakit apapun di dalam tubuhnya. Dan setiap malam somad selalu bermimpi di datangi seseorang dengan kepala berbentuk duri seperti duri kulit durian. Kemudian somad pun di bawah ke kyai, dan kyai itu bilang bahwa penyakit yang di derita oleh Somad itu di guna-guna oleh seseorang. Somad pun sudah tidak kuat dengan penyakitnya tersebut dan akhirnya somad meninggal dunia di perjalanan menuju Pacitan.
4.      Hal mengharukan ke empat datang pada B. Tugirah dan adik dari ayah penulis, yaitu Sarni. Setelah anak-anaknya menikah dan mengikuti suami dan istrinyanya masing-masing serta di tinggal pergi oleh Pak Kardi dan Somad. Tinggallah B. Tugirah dan sarni. Sebenarnya sarni disuruh menikah tapi sarni tidak mau, sarni ingin menemani B. Tugirah di hari-hari tuanya, serta mengurusi sawah sawah, dan alas-alas yang di tinggalkan oleh alm. Pak Kardi. Baru setelah B. Tugirah meninggal dunia sarni mau menikah, dan sampai saat ini sarni belum di karuniai seorang anak.

2.2  Silsilah dan kehidupan keluarga dari pihak ibu

PAK NISAN
B. SUMI
ALM. SIMEN
ALM. MARSI
ALM. MISNALI
PAENI
JUM’ATI
ALM. MISNALI
SUPAIDA
MATRAWI
TUMAR
 




           






Berdasarkan skema silsilah keluarga dari pihak ibu, dapat di deskripsikan bahwasannya Pak Nisan menikah dengan B. Sumi berasal dari desa  yang sama, yaitu desa Curah Dringu. Dari pernikahannya tersebut Pak Nisan dan B. Sumi di karuniai sembilan anak, yaitu Alm. Simen, Alm. Marsi, Alm. Misnali, Paeni, Jum’ati, Alm. Misnali, Supaida, Matrawi, dan Tumar. Pak Nisan bekerja sebagai Nelayan, dan B. Sumi bekerja sebagai ibu rumah tangga sekaligus tukang Pijit dan dukun beranak. Walaupun hanya bekerja sperti itu Pak Nisan dan B. Sumi bisa memelikan setiap anak-anaknya tanah, untuk dijadikan tempat tinggal mereka kelak. Kebanyakan anak-anak dari Pak Nisan dan B. Tugira bekerja menjadi Nelayan, setelah itu menjadi pedagang. Pada silsilah keluarga Ibu, penulis tidak terlalu banyak mendapat informasi, di karenakan ada beberapa data seperti KTP yang hilang, dan ketika di tanyakan pada anak-anaknya sudah lupa mengenai tanggal dan tahun lahir orang tuanya. Dan juga sebagian keluarga dari ibu penulis berada di daerah yang berbeda, karena mengikuti suami dan istrinya masing-masing. Dan penulis lebih terspesifikasi pada cerita ibu penulis,dan B. Sumi serta alm Pak. Misnali.
Orang zaman dulu itu di anggap memiliki kekuatan, begitu pula halnya yang terjadi pada Pak. Nisan dan B. Sumi. Walaupun Pak Nisan hanya seorang Nelayan. Pak Nisan mengerti akan ilmu-ilmu ghaib. Berbeda dengan yang terjadi pada B. Sumi. B. Sumi sendiri tidak begitu tahu tentang ilmu-ilmu ghaib seperti suaminya. Hanya saja B. Sumi itu ada yang menyusupi di dalam raganya, yaitu dua jin, jin yang pertama berasal dari sumur tua yang ada di samping rumah B. Sumi, sedangkan jin yang kedua berasal dari Bali. Berdasarkan cerita dari ibu dan saudara penulis setiap jin dari Bali itu datang dan menyusub ke tubuh B. Sumi, seketika B. Sumi meminta minum dan dapat menghabiskan satu gentong. Ketika di tanya, B. Sumi hanya menjawab ia kehausan karena berjalan cukup jauh. Selain menghabiskan satu gentong air, B. Sumi ketika di susupi oleh jin dari Bali ini selalu mengamuk. Dan setelah itu normal kembali.
Ada satu hal lagi yang penting dari B. Sumi yaitu, suatu ketika ada seorang bayi mau di pijatkan ke B. Sumi, sebelum si ibu bayi tersebut sampai di rumah B. Sumi, B. Sumi setelah menjalankan sholat isyak berpesan kepada ibu penulis bahwasannya ia tidak mau memijat bayi tersebut, dengan alasan suhu tubuh si bayi terlalu tinggi, kalau di pijat takut membahayakan nyawa si Bayi tersebut. Dan tak lama setelah B. Sumi berpesan kepada Ibu penulis, datangnglah seorang wanita yang membawa bayinya pijat ke B. Sumi, Ibu penulis pun mengatakan pesan dari B. Sumi. Karena di tolak Ibu bayi tersebut marah-marah dan pergi ke tukang pijit yang lain. Ibu penulis pun menghampiri B. Sumi, B. Sumi pun tetap pada pendiriannya tidak mau memijat anak tersebut, lalu ibu penulis memaksa B. Sumi, B. Sumi tetap tidak mau dan menyentak Ibu penulis, B. Sumi bilang bahwasannya ia tidak tahu apa-apa, ia hanya mendapat bisikan suara yang tidak memperbolekan B. Sumi memijat bayi tersebut. Dan benar saja apa yang dikatakan oleh B. Sumi tersebut, keesokan harinya bayi itu meniggal dunia, karena setelah di tolak oleh B. Sumi, ibu bayi tersebut pergi ke tukang pijat yang lain, dan bayi tersebut di pijit dalam keadaan panas yang tinggi oleh tukang pijit tersebut.
Selain itu ada pula orang hamil yang mau melahirkan ke B. Sumi. Namun sebelum orang tersebut datang, B. Sumi telah berpesan kepada Ibu penulis, bahwasannya B. Sumi meminta ma’af tidak bisa membantu persalinan wanita tersebut, hal ini di krenakan bayi yang di kandung oleh wanita tersebut posisinya terbalik, biasanya di ruma disebut dengan bayi nyungsang. Pada umumnya kepala bayi dulu yang keluar, sedangkan bayi wanita ini kakinya yang terlebih dahulu lahir. Dan tak lama kemudian datanglah seorang wanita hamil bersama suaminya ke rumah B. Sumi. Dan ibu penulis pun menceritakan apa yang diceritakan oleh B. Sumi, dan disarankan untuk di bawah ke bidan. Keesokan harinya ternyata benar, bahwa bayi tersebut lahir nyungsang atau terbalik posisinya.
           
Karena keadaan ekonomi yang begitu sulit, anak-anak B. Sumi dan Pak Nisan  hanya beberapa saja yang bersekolah. Beruntung ibu penulis dapat sekolah walaupun sampai tamat SD. Ibu penulis bernama Supaida kelahiran Probolinggo, 28 Juli 1961. Setelah lulus ibu penulis menemani B. Sumi mijit ke rumah orang-orang yang mengundangnya, dan membantu B. Sumi memandikan bayi. Sampai pada akhirnya ibu penulis bekerja sebagai pembantu di kota probolinggo. Ketika itu, ibu penulis mengurus dan merawat Polisi yang sedang sakit selama beberapa tahun. Karena kedekatan itu membuat polisi tersebut meminta ibu penulis untuk menjadi istrinya. Ibu penulis tidak lengsung menerima polisi tersebut, ibu penulis meminta restu kepada Pak Nisan dan B. Sumi, dan ternyata P. Nisan dan B. Sumi tidak setuju, dengan alasan polisi tersebut terlalu kaya, dan takut jika ibu penulis nantinya hanya dijadikan pembantu oleh keluarga polisi tersebut. Oleh karena itu Ibu penulis lebih memilih menikah dengan Ayah penulis yaitu Pak Sarno. Dengan alasan ayah penulis sama-sama dari golongan yang sederhana. Setelah menikah sebenarnya ayah penulis menawarkan untuk tinggal di asrama polisi di kota probolinggo. Ibu penulis meminta persetujuan dari B. Sumi ternyata B. Sumi tidak mengizinkan. Alasannya adalah siapa yang akan mengurusi B. Sumi ketika meninggal nanti kalau bukan Ibu penulis. Dan ibu penulis pun memilih untuk tinggal dan membangun rumah sederhana di desa Curah Dringu.
Ucapan B. Sumi itupun terjadi, tahun 2004 B. Sumi wafat, dan sebelum wafat, B. Sumi berpesan agar di pindahkan ke rumah ibu penulis yaitu B. Supaida. Setelah di pindahkan ke rumah Ibu penulis, tak lama kemudian B. Sumi menutup mata untuk selama-lamanya. Semua ucapannya selama ini ternyata menjadi kenyataan.
           

2.3  Silsilah langsung dari ayah dan ibu

PAK. SARNO
IBU. SUPAIDA
HARI CAHYONO

ALM. SLAMET TINGGAl
MELLIYA
 









Berdasrkan skema tersebut dapat di ketahui bahwasannya Pak Sarno yang tak lain adalah ayah dari penulis menikah dengan Ibu Supaida yaitu, ibu penulis. Dan dari pernikahannya tersebut telah di karunia tiga orang anak, dua laki-laki dan satu perempuan. Namun anak kedua dari pasangan Pak Sarno dan Ibu supaida, yang tak lain adalah kakak penulis nomer dua meninggal di dalam kandungan Ibu penulis. Dan untung saja bayi yang meninggal di dalam kandungan Ibu penulis dapat di lahirkan melalui bantuan seorang bidan. Ayah penulis alahamdulillah bekerja sebagai PNS di kantor Polisi di Kraksan. Sedangkan Ibu penulis adalah seorang Ibu rumah tangga.
Seperti yang telah di ceritakan diatas dengan singkat. Bahwasannya Ibu supaida memilih menikah dengan ayah penulis dari pada dengan polisi tersebut. Ayah dan Ibu penulis menikah sirih pada tahun 1980. Dan pada tanggal 05 September tahun 1982 lahirlah kakak penulis yang pertama yaitu Hari Cahyono. Pernikahan resmi ibu dan ayah penulis secara sipil negara baru pada tanggal 12 Agustus tahun 1983, setelah kelahiran kakak penulis yang pertama.  Ini dikarenakan ayah penulis mengikuti tes CPNS. Setelah di terima menjadi PNS, ayah penulis lebih banyak menghabiskan waktunya di asrama, ini di karenakan ayah penulis hanya mendapat libur pada hari sabtu dan minggu saja, oleh karena itu, ibu penulis membawa kakak penulis untuk tinggal di asrama kurang lebih tiga tahun, dan kemudian pindah ke desa Curah Dringu lagi. Kakak pertama penulis adalah lulusan SMA. Sebenarnya ayah penulis telah menawarkannya untuk melanjutkan ke perguruan tinggi negeri di malang. Namun kakak penulis tidak mau. Di karenakan kakak penulis bercita-cita ingin menjadi Polisi. Dan ayah penulis pun mendaftarkan. Tapi sayang pada tes terakhir mengenai akademik kakak penulis gagal di karenakan nilai rata-rata rapor SMAnya kurang. Ayah penulis tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Dan kemudian kakak penulis bekerja di sebuah rumah makan ternama di tongas, dan di situ kakak penulis terpincut hatinya pada seorang gadis bernama Sriati yang berasal dari kediri. Yang kemudian ia nikahi pada tahun 2008. Setelah itu kakak penulis memilih untuk berhenti bekerja. Dan merantau ke jakarta. Di sana kakak penulis bekerja di tanjung periuk jakarta, sebagai sopir yang mengangkat barang-barang impor. Dan alhamdulillah gajinya dapat mencukupi kebutuhan keluarganya. Walaupun tidak menjadi seorang Polisi. Kakak penulis pun memilih tinggal di Kediri. Pada tahun 2009, lahirlah anak pertama dari kakak penulis, yang di beri nama Muhammad Bryant Airlangga. Nama anaknya tersebut di ambil dari nama nabi Muhammad saw, kemudian nama dari pemain basket dari Amerika yaitu Bryant, dan nama terakhir di ambil dari nama raja Airlangga yang pernah memerintah di kerajaan kadiri.
Setelah melahirkan Hari Cahyono,  Ibu penulis hamil anak ke dua. Kehamilan Ibu penulis berinjak usia lima bulanan, terjadi sesuatu hal yang aneh. Ketika itu ayah dan Ibu penulis sedang duduk santai berdua di depan teras rumah, beberpa saat kemudian lewat seekor kucing. Entah mengapa ayah penulis di dalam hatinya ingin mengusir kucing tersebut. Dan benar saja ayah penulis berdiri dari tempat duduk dan mengambil batu berukuran agak besar, kemudian batu tersebut di lemparkan ke kucing tadi. Lemparan batu tersebut tepat mengenai kepala kucing tadi dan kepala kucing tersebut terbelah, hingga keluar otaknya. Kemudian kucing tersebut di kubur oleh Ayah penulis. Memasuki bulan ke delapan perut Ibu penulis tiba-tiba mual, dan di bawah ke bidan setempat. Kaget setengah mati bayi yang di lahirkan oleh Ibu penulis ternyata meninggal dunia sejak berada dalam perut kandungan. Untung kata bidan, bayi tersebut dapat di lahirkan, sehingga tidak membahayakan keadaan Ibu penulis. Bayi ibu penulis yang meninggal tersebut kepalanya terbelah menjadi dua, dan otaknya pun juga kelihatan, persis seperti kucing yang di lempari batu oleh ayah penulis. Menurut Ibu penulis mungkin yang terjadi pada anak ke duanya merupakan pantangan yang di langgar oleh ayah penulis ketika Ibu penulis hamil. Yaitau membunuh hewan. Karena di desa Curah Dringu masih kuat akan kepercayaan-kpercayaan seperti itu. Dan bayi tersebut di beri nama Selamet Tinggal, yang berarti dalam bahasa Indonesia adalah ucapan selamat tinggal. Di namai itu dengan alasan mengucapakan selamat tinggal pada bayi tersebut.
Setelah melahirkan anak ke dua. Beberapa tahun kemudian Ibu supaida hamil anak ke tiganya, yang tak lain adalah penulis sendiri. Kejadian yang terjadi pada kakak penulis juga terjadi pada saat ibu penulis memasuki bulan ke enam. Pada saat itu Ayah dan Ibu penulis juga sedang duduk di depan teras juga. Hanya saja hewan yang mengganggu Ayah penulis bukan kucing, tetapi ular. Dengan alasan yang tak jelas pula Ayah penulis ingin mengusir ular tersebut. Untung Ibu penulis mencegah ayah penulis, dengan mengingatkan kejadian yang pernah terjadi pada anak keduanya. Ayah penulis pun tidak jadi mengusir ular itu. Tak lama kemudian Ular tersebut pergi.
Pada tanggal 02 Mei 1995 lahirlah anak ke tiga B. Supaida dan Pak Sarno yang di beri nama Melliya. Menurut Ayah penulis nama itu diambil karena lahir pada bulan mei, dan tepat pada perayaan Hari Pendidikan Nasional. Sebenarnya kakak pertama penulis telah menawarkan nama Alfiah Siti Rukmana Dewi untuk bayi itu, tapi Ayah penulis tetap memakai nama Melliya pada bayi tersebut. Tidak hanya kakak penulis yang menawarkan nama, tetapi anak pak Kyai di samping rumah juga menawarkan nama yaitu Cici Amelliya. Tapi ayah penulis tetap pada pendiriannya dengan nama Melliya.
Beberapa bulan setelah melahirkan Ayah penulis mengalami kecelakaan, dan mengharuskan dirawat di rumah sakit. Ibu penulis pun memilih untuk merawat Ayah penulis di rumah sakit hingga sembuh, sedangkan bayinya di titipkan pada saudaranya yaitu Mak endang. Jadi ketika bayi penulis di asuh oleh Mak Endang.
Tapi setelah ayah penulis sembuh, Ibu penulis kemudian mengambil bayi tersebut dan merawatnya hingga besar, dan sampai pada saat ini. Itulah cerita singkat mengenai silsilah dan kehidupan keluarga penulis, baik dari pihak ayah, dan ibu penulis.



























BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
a. Dari silsilah keluarga dari pihak ayah dan kehidupannya dapat di simpulkan bahwasannya Pak. Kardi menikah dengan B, tugirah yang sama-sama berasal dari Pacitan dan sama-sama bekerja sebagai Petani. Dari pernikahan tersebut Pak. Kardi dan B. Tugirah, di karuniai enam orang anak, yaitu Karmi, Sarno, Sarni, Sriyatun, Slamet, dan alm. Somad. Ke enama orang anak Pak Kardi hanya ada dua anak yang bisa bersekolah sampai jenjang SMA, yaitu Slamet, dan Somad. Sedangkan ke empat anaknya yang lain hanya lulusan SD. Termasuk ayah penulis. Anak-anak Pak Kardi dan B. Tugirah memilih tinggal bersama suami dan istrinya masing-masing kecuali sarni. Anak pak Kardi dan B. Tugirah yang terlebih dahulu di panggil menghadap Tuhan yang Maha Esa adalah Somad.
b. Dari silsilah keluarga dari pihak Ibu dan kehidupannya dapat disimpulkan bahwasannya Pak Nisan menikah dengan B. Sumi. Dari pernikahannya tersebut Pak Nisan dan B. Sumi di karuniai sembilan orang anak, yaitu alm. Simen, alm. Marsi, alm. Misnali, Paeni, Jum’ati, alm. Misnali, Supaida, Matrawi, dan Tumar. Ke sembilan anaknya tersebut hanya beberapa saja yang bersekolah, termasuk Ibu penulis, yaitu Ibu Supaida. Di karenakan keadaan ekonomi. Walaupun pak Nisan dan B. Tugirah hanya bekerja sebagai nelayan dan tukan pujit, mereka mampu membelikan tanah, bagi anak-anaknya. Anak-anaknya tersebut bekerjanya sebagai nelayan dan pedagang.
c. Dari silsilah langsung Ayah dan Ibu dapat di simpulkan bahwasannya Pak Sarno menikah dengan B. Supaida secara sirih pada tahun 1980. Kemudian pada tanggal 12 Agustus tahun 1983, pernikahan mereka di catatkan secara sipil negara, di karenakan Pak Sarno mau mengikuti tes CPNS. Dari pernikahannya tersebut Pak Sarno sebenarnya di karuniai tiga orang anak, hanya saja anak ke duanya lebih dulu menghadap Tuhan Yang Maha Esa, pada saat berada di dalam kandungan B. Supaida. Anak pertama bernama Hari Cahyono, yang telah memiliki istri dan anak. Anak terakhir Pak Sarno dan B. Supaida adalah Melliya yang tak lain adalah penulis sendiri. Yang masih kuliah di salah satu Universitas ternama di kota Malang
.
3.2. Saran
a.  Untuk keluarga dari pihak ayah walaupun hanya dua anak yang bersekolah sampai SMA, tetapi ada anak yang lulus SD yang bisa menjadi PNS, itu tergantung usaha dari setiap orang.
b. untuk keluarga dari pihak Ibu sesulit apaun keadaan ekonomi pasti akan di beri kemuduhan oleh Yang Kuasa. Untuk masalah mistis yang masih ada dalam keluarga Pak Nisan dan B. Nisan itu tergantung kepercayaan orang masing-masing, tapi yang jelas itu pernah terjadi dan di alami.
c. Untuk keluarga langsung Ayah dan Ibu penulis ingatlah pantangan-pantangan yang dilarang ketika istrinya hamil, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.



Foto KTP kakek dari pihak Ayah
Foto KTP Nenek dari pihak Ayah.
Untuk Foto KTP kakek dan Nenek dari pihak Ibu, penulis tidak mendapatkan karena tidak di temukan.



Foto Pak Sarno, yaitu Ayah Penulis               Foto B. Supaida, yaitu Ibu penulis
Foto Ayah dan Ibu penulis
Foto keluarga, Ayah, Ibu, Kakak dan Istri beserta Anaknya
                Foto Penulis (Melliya)




















DAFTAR RUJUKAN
Kuntowijoyo.2001. Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta: Balai Pustaka
Wawancara langsung dengan Ibu Supaida dan Pak Sarno yang tak lain adalah Ibu dan Ayah Penulis sendiri.
Wawancara tidak langsung (melalui HP) dengan Hari Cahyono yang tak lain adalah kakak penulis, dan beberapa saudara dari pihak ayah (Karmi) dan Ibu (Tumar).
.


Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

About Me

pendidikansejarahofferingdum
Lihat profil lengkapku
Diberdayakan oleh Blogger.
Free Music Online
Free Music Online

free music at divine-music.info

Blog Archive