- Home »
Windows 8 UI > Desgined By. Renadel Dapize
pendidikansejarahofferingdum
On Senin, 09 Desember 2013
SILSILAH DAN KEHIDUPAN KELUARGA DARI PIHAK AYAH IBU DAN SILSILAH LANGSUNG AYAH DAN IBU
MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Pengantar Ilmu Sejarah
Yang dibina oleh Bapak
Prof. Dr. Hariyono, M. Pd., dan Ibu Indah W.P. Utami, S.Pd., S.Hum., M.Pd.,
oleh
Melliya
130731607243
UNIVERSITAS
NEGERI MALANG
FAKULTAS
ILMU SOSIAL
JURUSAN
SEJARAH
Desember 2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LatarBelakang
Keluarga adalah suatu lingkungan yang terdapat beberapa
orang yang masih memiliki hubungan darah, ikatan, dan tanggung jawab
didalamnya. keluarga tidak akan terlepas dari peran seorang ayah, ibu, dan
anak. Setiap orang pastilah memiliki keluarga, yang didalamnya memiliki banyak
cerita. Baik sedih ataupun gembira. Keluarga sangatlah penting keberadaannya, karena
pada hakikatnya manusia tidak bisa hidup sendiri. Manusia memerlukan bantuan
orang lain, maka dari itu peran dan fungsi keluarga sangat diperlukan.
Salah satu peran dan
fungsinya adalah mengajarkan arti kehidupan dan memberikan perlindungan dan
kenyamanan bagi setiap individu didalamnya dengan ilmu pengetahuan maupun ilmu
agama. Didalam kehidupan keluarga pastinya tidak terlepas dari cerita-cerita
masa lalu suatu keluarga, ataupun hal menarik yang yang mengiringi kisah sebuah
keluarga tersebut. Keluarga juga tidak terlepas dari silsilah, karena silsilah
adalah rantai keturunan. Kadang orang di suatu keluarga lupa akan silsilah
keluarganya sendiri, hal ini mungkin dikarenakan mereka lupa, dan lainnya.
Silsilah keluarga sangatlah
penting keberadaannya bagi sebagian orang, begitu pula dengan penulis. Walaupun
tidak keseluruhan mengetahui, tapi melalui cerita-cerita dari orang tua, dapat
diketahui silsilah keluarganya. Oleh karena itu penulis membuat makalah dengan
judul sislsilah keluarga penulis sendiri, baik dari pihak ayah, ibu, dan
silsilah langsung dari ayah dan ibu.
1.2
Rumusan Masalah
·
Bagaimana silsilah dan kehidupan keluarga dari Ayah?
·
Bagaimana silsilah dan kehidupan keluarga dari Ibu?
·
Bagaimana silsilah langsung dari Ayah dan Ibu?
1.3
Tujuan
·
Untuk mendeskripsikan silsilah keluarga dan kehidupan dari
pihak ayah
·
Untuk mendeskripsikan silsilah dan kehidupan keluarga
dari pihak ibu
·
Untuk mendeskripsikan silsilah langsung dari ayah dan ibu
1.4
Metode Sejarah
·
Pemilihan topik
Penulis memilih
judul “Silsilah Keluarga dari pihak ayah, ibu, dan silsilah keluarga langsung
dari ayah dan ibu” karena penulis ingin menceritakan silsilah keluarga penulis
agar diingat dan tidak terlupakan begitu saja seiring perkembangan zaman.
·
Heuristik
Dalam metode
heuristik penulis mendapatkan data berdasarkan hasil wawancara dan
cerita-cerita mengenai silsilah keluarga penulis dari ibu, ayah, kakak, dan
saudara-saudara penulis. Wawancara yang penulis lakukan secara langsung dan
tidak langsung. Secara tidak langsung penulis melakukannya lewat HP karena
saudara dari pihak ayah dan ibu penulis kebanyakan berada di daerah yang
berbeda semua, walaupun data-data yang di dapat kurang lengkap. Namun sudah
cukup untuk menceritakan dengan singkat silsilah dan kehidupan keluarga
penulis. Selain itu penulis juga mencari di internet tentang pengertian
keluarga. Dan tak lupa juga dari buku Kuntawijaya mengenai metode-metode yang
digunakan dalam sejarah.
·
Kritik
Kritik disini
dibedakan menjadi dua, yaitu kritik eksternal, dan kritik internal. Pada kritik
eksternal penulis mendapatkan informasi mengenai silsilah keluarga penulis,
tenteng kakek dan nenek penulis, berapa
umurnya, pekerjaannnya apa, berapa saudara yang dimiliki oleh ayah dan ibu
penulis dan lainnya. Selain itu penulis juga mendapatkan foto-foto. Walaupun
fotonya tidak lengkap. Sedangkan dalam kritik internal penulis membandingakan informasi
yang di dapat dari ibu, ayah, kakak, dan saudara-saudara penulis keseluruhannya
sama walaupun beda cara penyampainnya, tapi intinya sama.
·
Interpretasi
Berdasarkan
hasil wawancara penulis tentang kehidupan keluarga baik dari pihak Ayah maupun
pihak Ibu, masih jelas sekali ada pengaruh magis di dalamnya, mulai dari
kematian adik Ayah penulis yaitu alm. Somad, kakek dan nenek penulis dari pihak
Ibu yang memiliki kekuatan ghaib dan di susupi oleh jin, serta kelahihiran anak
ke dua Pak Sarno dan B. Supaida yang masih ada kaitannya dengan Pantangan yang
tidak boleh di langgar oleh orang hamil. Yaitu membunuh hewan.
·
Historiografi
Dari silsilah
dan kehidupan keluarga dari pihak Ayah penulis yaitu Pak Sarno adalah,
klehidupan keluarga Pak Kardi dan B. Tugirah sangatlah sederhana, namun
memiliki keinginan yang kuat untuk menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang yang
lebih tinggi lagi. Tetapi kenyataannya hanya dua anak yang bisa bersekolah
sampai tamat SMA. Hal ini berbanding terbalik dengan kehidupan keluarga dari
pihak Ibu penulis yaitu Ibu Supaida, dimana kedua orang tuanya yaitu Pak Nisan
dan B. Sumi tidak dapat menyekolahkan anak-anak nya, hanya beberapa saja.
Sedangkan pada kehidupan keluarga Ayah dan Ibu penulis mungkin lebih beruntung
karena mereka mampu menyekolahkan anak-anak nya hingga ke perguruan tinggi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Silsilah dan
kehidupan keluarga dari pihak ayah
ALM. PAK KARDI
|
ALM. B. TUGIRA
|
KARMI
|
SARNO
|
SARNI
|
SRIYATUN
|
SLAMET
|
ALM. SOMAD
|
Berdasarkan skema
silsilah keluarga diatas dapat diketahui bahwasannya Pak Kardi menikah dengan
B. Tugirah yang berasal di daerah yang sama yaitu Pacitan. Dari pernikahan
tersebut lahirlah enam orang anak antara lain Karmi, Sarno, Sarni, Sriyatun,
Slamet, dan terakhir adalah alm. somad. Pak kardi dan B. Tugirah sama-sama bekerja
sebagai petani, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Walaupun kehidupan
keluarga Pak Kardi begitu sederhana yang hanya bergantung pada pertanian, namun
kemauan Pak Kardi dan B. Tugirah untuk menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang
yang tinggi sangat besar. Dengan harapan anak-anaknya tidak mengalami kehidupan
yang sama seperti Pak Kardi dan B. Tugirah sebagai Petani. Namun keinginan
tersebut belum bisa terealisasikan pada anak-anaknya karena kekurangan biaya.
Baru dapat terealisasikan pada slamet dan alm. Somad yang bisa melanjutkan
sekolah sampai SMA.
Anak pertama
bernama Karmi, kelahiran Pacitan 25 Januari tahun 1958 adalah kakak dari ayah
penulis yang hanya bisa sekolah sampai lulus SD dan tidak bisa melanjutkan ke
jenjang berikutnya, dikarenakan kekurangan biaya. Dan akhirnya karmi pun
memutuskan untuk membantu Pak Kardi dan B.
Tugirah bekerja di sawah. Anak ke dua adalah ayah penulis yang bernama Sarno. Ayah
penulis kelahiran Pacitan, 29 Juli tahun 1960. Ayah penulis juga lulusan SD.
Sebenarnya setelah lulus SD ayah penulis disuruh oleh Pak Kardi untuk
melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi yaitu SMP, tapi ayah penulis
tidak mau dengan alasan ingin membantu Pak Kardi dan B. Tugirah bekerja di
sawah saja. Namun oleh Pak Kardi, Ayah penulis di paksa untuk tetap melanjutkan
sekolah. Dan dengan keterpaksaan itu ayah penulis dengan berat hati mau
melanjutkan ke jenjang SMP. Tapi setelah bersekolah selama dua minggu, ayah
penulis memutuskan untuk berhenti. Pak kardi dan B. Tugirah pun tidak bisa
berbuat banyak. Akhirnya ayah penulis pun ikut bekerja di sawah. Anak ke tiga
adalah Sarni, yang tak lain adik dari ayah penulis. Kelahiran pacitan 12 September
1968. Juga hanya lulusan SD, Sarni mengikuti jejak ayah penulis yang tak mau
melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi dengan alasan yang sama, ingin
membantu Pak Kardi dan B. Tugirah bekerja di sawah. Anak ke empat adalah
Sriyatun, kelahiran Pacitan, 01 Juli 1973 juga lulusan SD, dan juga bekerja
sebagai petani. Anak ke lima adalah Slamet, kelahiran 25 maret tahun 1975. Kak
slamet mau bersekolah sampai lulus SMA, hal ini dikarenakan ingin melihat Pak Kardi
dan B. Tugirah bahagia bisa melihat ada salah satu dari anaknya yang tamatan
sekolah SMA. Dan Slamet pun bekerja di salah satu Pabrik sepatu ternama di
Jakarta. Kehidupannya pun lebih baik dan sudah memiliki rumah sendiri di
semarang. Anak terakhir adalah alm. Somad, kelahiran Pacitan, 10 agustus tahun
1977, juga lulusan SMA, dan mengikuti jejak Slamet bekerja di Pabrik ternama di
jakarta.
Hal-hal yang
mengharukan dari keluarga ayah penulis adalah :
1.
Meninggalnya Pak Kardi. Ketika pak Kardi meninggal B.
Tugirah tidak tahu, hal ini di karenakan B. Tugirah berobat ke Probolinggo
untuk menyembuhkan penyakit tumor
darahnya. B. Tugirah bercerita kepada ibu penulis selama enam hari selalu
bermimpi di datangi Pak Kardi yang menyuruhnya pulang ke Pacitan. Ibu penulis
mengatakan kalau bermimpi seperti itu bertanda bahwasannya Pak Kardi meninggal
dunia. Sontak saja membuat B. Tugirah merasa tidak tenang hatinya, dan meminta
pulang ke pacitan hari itu juga. Setelah sampai di Pacitan ternyata benar
bahwasannya Pak Kardi telah wafat, dan sudah memasuki tujuh harinya.
2.
Hal mengharukan yang ke dua adalah mengenai ayah penulis
yaitu Pak Sarno. Setelah ayah penulis berhenti sekolah, dan lebih memilih
bekerja sebagai seorang petani. Tidak lama kemudian ayah penulis di ajak hijrah
oleh pamannya bernama Ngatimen, yang tak lain adalah adik dari Pak Kardi ke
Kota probolinggo. Hal ini di karenakan pak Ngatimen telah menjadi PNS di kota
tersebut. Setelah di probilinggo Ayah penulis tinggal dirumah pamannya, dan
bekerja di rumah Kapolres Probolinggo. Ketika ada waktu luang ayah penulis
menggembala kambing pamannya. Melihat kinerja ayah penulis yang sangat baik,
Pak kapolres tersebut menyuruh ayah penulis untuk mengikuti tes CPNS di kota
Probolinggo. Akhirnya ayah penulis menjadi PNS tahun 1986 dan memilih menetap
di Probolinggo. Karena menikah dengan Ibu penulis.
3.
Hal mengharukan ke tiga adalah terjadi pada pada adik
ayah penulis yaitu alm. Somad. Setelah lulus SMA Somad mengikuti Slamet bekerja
di pabrik sepatu di Kota Jakarta, dan mengalami kesuksesan disana. Kesuksesan
yang menghampiri Somad tidak bertahan lama. Setelah kurang lebih tujuh tahun
bekerja di jakarta Somad mengalami sakit yang sangat aneh, ketika di periksakan
oleh atasannya ke rumah sakit tidak di temukan penyakit apapun di dalam
tubuhnya. Dan setiap malam somad selalu bermimpi di datangi seseorang dengan
kepala berbentuk duri seperti duri kulit durian. Kemudian somad pun di bawah ke
kyai, dan kyai itu bilang bahwa penyakit yang di derita oleh Somad itu di
guna-guna oleh seseorang. Somad pun sudah tidak kuat dengan penyakitnya
tersebut dan akhirnya somad meninggal dunia di perjalanan menuju Pacitan.
4.
Hal mengharukan ke empat datang pada B. Tugirah dan adik
dari ayah penulis, yaitu Sarni. Setelah anak-anaknya menikah dan mengikuti
suami dan istrinyanya masing-masing serta di tinggal pergi oleh Pak Kardi dan
Somad. Tinggallah B. Tugirah dan sarni. Sebenarnya sarni disuruh menikah tapi
sarni tidak mau, sarni ingin menemani B. Tugirah di hari-hari tuanya, serta
mengurusi sawah sawah, dan alas-alas yang di tinggalkan oleh alm. Pak Kardi.
Baru setelah B. Tugirah meninggal dunia sarni mau menikah, dan sampai saat ini
sarni belum di karuniai seorang anak.
2.2 Silsilah dan kehidupan keluarga dari pihak ibu
PAK NISAN
|
B. SUMI
|
ALM. SIMEN
|
ALM. MARSI
|
ALM. MISNALI
|
PAENI
|
JUM’ATI
|
ALM. MISNALI
|
SUPAIDA
|
MATRAWI
|
TUMAR
|
Berdasarkan skema
silsilah keluarga dari pihak ibu, dapat di deskripsikan bahwasannya Pak Nisan
menikah dengan B. Sumi berasal dari desa yang sama, yaitu desa Curah Dringu. Dari
pernikahannya tersebut Pak Nisan dan B. Sumi di karuniai sembilan anak, yaitu
Alm. Simen, Alm. Marsi, Alm. Misnali, Paeni, Jum’ati, Alm. Misnali, Supaida,
Matrawi, dan Tumar. Pak Nisan bekerja sebagai Nelayan, dan B. Sumi bekerja
sebagai ibu rumah tangga sekaligus tukang Pijit dan dukun beranak. Walaupun
hanya bekerja sperti itu Pak Nisan dan B. Sumi bisa memelikan setiap
anak-anaknya tanah, untuk dijadikan tempat tinggal mereka kelak. Kebanyakan
anak-anak dari Pak Nisan dan B. Tugira bekerja menjadi Nelayan, setelah itu
menjadi pedagang. Pada silsilah keluarga Ibu, penulis tidak terlalu banyak
mendapat informasi, di karenakan ada beberapa data seperti KTP yang hilang, dan
ketika di tanyakan pada anak-anaknya sudah lupa mengenai tanggal dan tahun
lahir orang tuanya. Dan juga sebagian keluarga dari ibu penulis berada di
daerah yang berbeda, karena mengikuti suami dan istrinya masing-masing. Dan
penulis lebih terspesifikasi pada cerita ibu penulis,dan B. Sumi serta alm Pak.
Misnali.
Orang zaman dulu
itu di anggap memiliki kekuatan, begitu pula halnya yang terjadi pada Pak.
Nisan dan B. Sumi. Walaupun Pak Nisan hanya seorang Nelayan. Pak Nisan mengerti
akan ilmu-ilmu ghaib. Berbeda dengan yang terjadi pada B. Sumi. B. Sumi sendiri
tidak begitu tahu tentang ilmu-ilmu ghaib seperti suaminya. Hanya saja B. Sumi
itu ada yang menyusupi di dalam raganya, yaitu dua jin, jin yang pertama
berasal dari sumur tua yang ada di samping rumah B. Sumi, sedangkan jin yang
kedua berasal dari Bali. Berdasarkan cerita dari ibu dan saudara penulis setiap
jin dari Bali itu datang dan menyusub ke tubuh B. Sumi, seketika B. Sumi
meminta minum dan dapat menghabiskan satu gentong. Ketika di tanya, B. Sumi
hanya menjawab ia kehausan karena berjalan cukup jauh. Selain menghabiskan satu
gentong air, B. Sumi ketika di susupi oleh jin dari Bali ini selalu mengamuk.
Dan setelah itu normal kembali.
Ada satu hal lagi
yang penting dari B. Sumi yaitu, suatu ketika ada seorang bayi mau di pijatkan
ke B. Sumi, sebelum si ibu bayi tersebut sampai di rumah B. Sumi, B. Sumi
setelah menjalankan sholat isyak berpesan kepada ibu penulis bahwasannya ia
tidak mau memijat bayi tersebut, dengan alasan suhu tubuh si bayi terlalu
tinggi, kalau di pijat takut membahayakan nyawa si Bayi tersebut. Dan tak lama
setelah B. Sumi berpesan kepada Ibu penulis, datangnglah seorang wanita yang
membawa bayinya pijat ke B. Sumi, Ibu penulis pun mengatakan pesan dari B. Sumi.
Karena di tolak Ibu bayi tersebut marah-marah dan pergi ke tukang pijit yang lain.
Ibu penulis pun menghampiri B. Sumi, B. Sumi pun tetap pada pendiriannya tidak
mau memijat anak tersebut, lalu ibu penulis memaksa B. Sumi, B. Sumi tetap
tidak mau dan menyentak Ibu penulis, B. Sumi bilang bahwasannya ia tidak tahu
apa-apa, ia hanya mendapat bisikan suara yang tidak memperbolekan B. Sumi
memijat bayi tersebut. Dan benar saja apa yang dikatakan oleh B. Sumi tersebut,
keesokan harinya bayi itu meniggal dunia, karena setelah di tolak oleh B. Sumi,
ibu bayi tersebut pergi ke tukang pijat yang lain, dan bayi tersebut di pijit
dalam keadaan panas yang tinggi oleh tukang pijit tersebut.
Selain itu ada pula
orang hamil yang mau melahirkan ke B. Sumi. Namun sebelum orang tersebut
datang, B. Sumi telah berpesan kepada Ibu penulis, bahwasannya B. Sumi meminta
ma’af tidak bisa membantu persalinan wanita tersebut, hal ini di krenakan bayi
yang di kandung oleh wanita tersebut posisinya terbalik, biasanya di ruma
disebut dengan bayi nyungsang. Pada umumnya kepala bayi dulu yang keluar,
sedangkan bayi wanita ini kakinya yang terlebih dahulu lahir. Dan tak lama
kemudian datanglah seorang wanita hamil bersama suaminya ke rumah B. Sumi. Dan
ibu penulis pun menceritakan apa yang diceritakan oleh B. Sumi, dan disarankan
untuk di bawah ke bidan. Keesokan harinya ternyata benar, bahwa bayi tersebut
lahir nyungsang atau terbalik posisinya.
Karena keadaan
ekonomi yang begitu sulit, anak-anak B. Sumi dan Pak Nisan hanya beberapa saja yang bersekolah. Beruntung
ibu penulis dapat sekolah walaupun sampai tamat SD. Ibu penulis bernama Supaida
kelahiran Probolinggo, 28 Juli 1961. Setelah lulus ibu penulis menemani B. Sumi
mijit ke rumah orang-orang yang mengundangnya, dan membantu B. Sumi memandikan
bayi. Sampai pada akhirnya ibu penulis bekerja sebagai pembantu di kota
probolinggo. Ketika itu, ibu penulis mengurus dan merawat Polisi yang sedang
sakit selama beberapa tahun. Karena kedekatan itu membuat polisi tersebut
meminta ibu penulis untuk menjadi istrinya. Ibu penulis tidak lengsung menerima
polisi tersebut, ibu penulis meminta restu kepada Pak Nisan dan B. Sumi, dan
ternyata P. Nisan dan B. Sumi tidak setuju, dengan alasan polisi tersebut
terlalu kaya, dan takut jika ibu penulis nantinya hanya dijadikan pembantu oleh
keluarga polisi tersebut. Oleh karena itu Ibu penulis lebih memilih menikah
dengan Ayah penulis yaitu Pak Sarno. Dengan alasan ayah penulis sama-sama dari
golongan yang sederhana. Setelah menikah sebenarnya ayah penulis menawarkan
untuk tinggal di asrama polisi di kota probolinggo. Ibu penulis meminta
persetujuan dari B. Sumi ternyata B. Sumi tidak mengizinkan. Alasannya adalah
siapa yang akan mengurusi B. Sumi ketika meninggal nanti kalau bukan Ibu
penulis. Dan ibu penulis pun memilih untuk tinggal dan membangun rumah
sederhana di desa Curah Dringu.
Ucapan B. Sumi
itupun terjadi, tahun 2004 B. Sumi wafat, dan sebelum wafat, B. Sumi berpesan
agar di pindahkan ke rumah ibu penulis yaitu B. Supaida. Setelah di pindahkan
ke rumah Ibu penulis, tak lama kemudian B. Sumi menutup mata untuk selama-lamanya.
Semua ucapannya selama ini ternyata menjadi kenyataan.
2.3 Silsilah langsung dari ayah dan ibu
PAK. SARNO
|
IBU. SUPAIDA
|
HARI CAHYONO
|
ALM. SLAMET TINGGAl
|
MELLIYA
|
Berdasrkan skema
tersebut dapat di ketahui bahwasannya Pak Sarno yang tak lain adalah ayah dari
penulis menikah dengan Ibu Supaida yaitu, ibu penulis. Dan dari pernikahannya
tersebut telah di karunia tiga orang anak, dua laki-laki dan satu perempuan.
Namun anak kedua dari pasangan Pak Sarno dan Ibu supaida, yang tak lain adalah
kakak penulis nomer dua meninggal di dalam kandungan Ibu penulis. Dan untung
saja bayi yang meninggal di dalam kandungan Ibu penulis dapat di lahirkan
melalui bantuan seorang bidan. Ayah penulis alahamdulillah bekerja sebagai PNS
di kantor Polisi di Kraksan. Sedangkan Ibu penulis adalah seorang Ibu rumah
tangga.
Seperti yang telah
di ceritakan diatas dengan singkat. Bahwasannya Ibu supaida memilih menikah
dengan ayah penulis dari pada dengan polisi tersebut. Ayah dan Ibu penulis
menikah sirih pada tahun 1980. Dan pada tanggal 05 September tahun 1982
lahirlah kakak penulis yang pertama yaitu Hari Cahyono. Pernikahan resmi ibu dan
ayah penulis secara sipil negara baru pada tanggal 12 Agustus tahun 1983,
setelah kelahiran kakak penulis yang pertama. Ini dikarenakan ayah penulis mengikuti tes
CPNS. Setelah di terima menjadi PNS, ayah penulis lebih banyak menghabiskan
waktunya di asrama, ini di karenakan ayah penulis hanya mendapat libur pada
hari sabtu dan minggu saja, oleh karena itu, ibu penulis membawa kakak penulis
untuk tinggal di asrama kurang lebih tiga tahun, dan kemudian pindah ke desa
Curah Dringu lagi. Kakak pertama penulis adalah lulusan SMA. Sebenarnya ayah
penulis telah menawarkannya untuk melanjutkan ke perguruan tinggi negeri di
malang. Namun kakak penulis tidak mau. Di karenakan kakak penulis bercita-cita
ingin menjadi Polisi. Dan ayah penulis pun mendaftarkan. Tapi sayang pada tes
terakhir mengenai akademik kakak penulis gagal di karenakan nilai rata-rata
rapor SMAnya kurang. Ayah penulis tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Dan kemudian
kakak penulis bekerja di sebuah rumah makan ternama di tongas, dan di situ
kakak penulis terpincut hatinya pada seorang gadis bernama Sriati yang berasal
dari kediri. Yang kemudian ia nikahi pada tahun 2008. Setelah itu kakak penulis
memilih untuk berhenti bekerja. Dan merantau ke jakarta. Di sana kakak penulis
bekerja di tanjung periuk jakarta, sebagai sopir yang mengangkat barang-barang
impor. Dan alhamdulillah gajinya dapat mencukupi kebutuhan keluarganya. Walaupun
tidak menjadi seorang Polisi. Kakak penulis pun memilih tinggal di Kediri. Pada
tahun 2009, lahirlah anak pertama dari kakak penulis, yang di beri nama
Muhammad Bryant Airlangga. Nama anaknya tersebut di ambil dari nama nabi Muhammad
saw, kemudian nama dari pemain basket dari Amerika yaitu Bryant, dan nama terakhir
di ambil dari nama raja Airlangga yang pernah memerintah di kerajaan kadiri.
Setelah melahirkan
Hari Cahyono, Ibu penulis hamil anak ke
dua. Kehamilan Ibu penulis berinjak usia lima bulanan, terjadi sesuatu hal yang
aneh. Ketika itu ayah dan Ibu penulis sedang duduk santai berdua di depan teras
rumah, beberpa saat kemudian lewat seekor kucing. Entah mengapa ayah penulis di
dalam hatinya ingin mengusir kucing tersebut. Dan benar saja ayah penulis
berdiri dari tempat duduk dan mengambil batu berukuran agak besar, kemudian
batu tersebut di lemparkan ke kucing tadi. Lemparan batu tersebut tepat
mengenai kepala kucing tadi dan kepala kucing tersebut terbelah, hingga keluar
otaknya. Kemudian kucing tersebut di kubur oleh Ayah penulis. Memasuki bulan ke
delapan perut Ibu penulis tiba-tiba mual, dan di bawah ke bidan setempat. Kaget
setengah mati bayi yang di lahirkan oleh Ibu penulis ternyata meninggal dunia
sejak berada dalam perut kandungan. Untung kata bidan, bayi tersebut dapat di
lahirkan, sehingga tidak membahayakan keadaan Ibu penulis. Bayi ibu penulis
yang meninggal tersebut kepalanya terbelah menjadi dua, dan otaknya pun juga
kelihatan, persis seperti kucing yang di lempari batu oleh ayah penulis.
Menurut Ibu penulis mungkin yang terjadi pada anak ke duanya merupakan
pantangan yang di langgar oleh ayah penulis ketika Ibu penulis hamil. Yaitau
membunuh hewan. Karena di desa Curah Dringu masih kuat akan kepercayaan-kpercayaan
seperti itu. Dan bayi tersebut di beri nama Selamet Tinggal, yang berarti dalam
bahasa Indonesia adalah ucapan selamat tinggal. Di namai itu dengan alasan
mengucapakan selamat tinggal pada bayi tersebut.
Setelah melahirkan
anak ke dua. Beberapa tahun kemudian Ibu supaida hamil anak ke tiganya, yang
tak lain adalah penulis sendiri. Kejadian yang terjadi pada kakak penulis juga
terjadi pada saat ibu penulis memasuki bulan ke enam. Pada saat itu Ayah dan
Ibu penulis juga sedang duduk di depan teras juga. Hanya saja hewan yang
mengganggu Ayah penulis bukan kucing, tetapi ular. Dengan alasan yang tak jelas
pula Ayah penulis ingin mengusir ular tersebut. Untung Ibu penulis mencegah
ayah penulis, dengan mengingatkan kejadian yang pernah terjadi pada anak keduanya.
Ayah penulis pun tidak jadi mengusir ular itu. Tak lama kemudian Ular tersebut
pergi.
Pada tanggal 02 Mei
1995 lahirlah anak ke tiga B. Supaida dan Pak Sarno yang di beri nama Melliya.
Menurut Ayah penulis nama itu diambil karena lahir pada bulan mei, dan tepat
pada perayaan Hari Pendidikan Nasional. Sebenarnya kakak pertama penulis telah
menawarkan nama Alfiah Siti Rukmana Dewi untuk bayi itu, tapi Ayah penulis
tetap memakai nama Melliya pada bayi tersebut. Tidak hanya kakak penulis yang
menawarkan nama, tetapi anak pak Kyai di samping rumah juga menawarkan nama
yaitu Cici Amelliya. Tapi ayah penulis tetap pada pendiriannya dengan nama
Melliya.
Beberapa bulan
setelah melahirkan Ayah penulis mengalami kecelakaan, dan mengharuskan dirawat
di rumah sakit. Ibu penulis pun memilih untuk merawat Ayah penulis di rumah
sakit hingga sembuh, sedangkan bayinya di titipkan pada saudaranya yaitu Mak
endang. Jadi ketika bayi penulis di asuh oleh Mak Endang.
Tapi setelah ayah
penulis sembuh, Ibu penulis kemudian mengambil bayi tersebut dan merawatnya
hingga besar, dan sampai pada saat ini. Itulah cerita singkat mengenai silsilah
dan kehidupan keluarga penulis, baik dari pihak ayah, dan ibu penulis.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
a. Dari silsilah keluarga dari pihak ayah dan kehidupannya dapat di
simpulkan bahwasannya Pak. Kardi menikah dengan B, tugirah yang sama-sama
berasal dari Pacitan dan sama-sama bekerja sebagai Petani. Dari pernikahan
tersebut Pak. Kardi dan B. Tugirah, di karuniai enam orang anak, yaitu Karmi,
Sarno, Sarni, Sriyatun, Slamet, dan alm. Somad. Ke enama orang anak Pak Kardi
hanya ada dua anak yang bisa bersekolah sampai jenjang SMA, yaitu Slamet, dan
Somad. Sedangkan ke empat anaknya yang lain hanya lulusan SD. Termasuk ayah
penulis. Anak-anak Pak Kardi dan B. Tugirah memilih tinggal bersama suami dan
istrinya masing-masing kecuali sarni. Anak pak Kardi dan B. Tugirah yang
terlebih dahulu di panggil menghadap Tuhan yang Maha Esa adalah Somad.
b. Dari silsilah keluarga dari pihak Ibu dan kehidupannya dapat
disimpulkan bahwasannya Pak Nisan menikah dengan B. Sumi. Dari pernikahannya
tersebut Pak Nisan dan B. Sumi di karuniai sembilan orang anak, yaitu alm. Simen,
alm. Marsi, alm. Misnali, Paeni, Jum’ati, alm. Misnali, Supaida, Matrawi, dan
Tumar. Ke sembilan anaknya tersebut hanya beberapa saja yang bersekolah,
termasuk Ibu penulis, yaitu Ibu Supaida. Di karenakan keadaan ekonomi. Walaupun
pak Nisan dan B. Tugirah hanya bekerja sebagai nelayan dan tukan pujit, mereka
mampu membelikan tanah, bagi anak-anaknya. Anak-anaknya tersebut bekerjanya
sebagai nelayan dan pedagang.
c. Dari silsilah langsung Ayah dan Ibu dapat di simpulkan bahwasannya Pak
Sarno menikah dengan B. Supaida secara sirih pada tahun 1980. Kemudian pada
tanggal 12 Agustus tahun 1983, pernikahan mereka di catatkan secara sipil
negara, di karenakan Pak Sarno mau mengikuti tes CPNS. Dari pernikahannya
tersebut Pak Sarno sebenarnya di karuniai tiga orang anak, hanya saja anak ke
duanya lebih dulu menghadap Tuhan Yang Maha Esa, pada saat berada di dalam
kandungan B. Supaida. Anak pertama bernama Hari Cahyono, yang telah memiliki
istri dan anak. Anak terakhir Pak Sarno dan B. Supaida adalah Melliya yang tak
lain adalah penulis sendiri. Yang masih kuliah di salah satu Universitas
ternama di kota Malang
.
3.2. Saran
a. Untuk keluarga dari pihak ayah
walaupun hanya dua anak yang bersekolah sampai SMA, tetapi ada anak yang lulus
SD yang bisa menjadi PNS, itu tergantung usaha dari setiap orang.
b. untuk keluarga dari pihak Ibu sesulit apaun keadaan ekonomi pasti akan
di beri kemuduhan oleh Yang Kuasa. Untuk masalah mistis yang masih ada dalam
keluarga Pak Nisan dan B. Nisan itu tergantung kepercayaan orang masing-masing,
tapi yang jelas itu pernah terjadi dan di alami.
c. Untuk keluarga langsung Ayah dan Ibu penulis ingatlah
pantangan-pantangan yang dilarang ketika istrinya hamil, agar tidak terjadi
hal-hal yang tidak diinginkan.
Foto KTP kakek dari pihak Ayah
Foto KTP Nenek dari pihak Ayah.
Untuk Foto KTP kakek dan Nenek dari pihak Ibu, penulis tidak mendapatkan
karena tidak di temukan.
Foto Pak Sarno, yaitu Ayah Penulis Foto
B. Supaida, yaitu Ibu penulis
Foto Ayah dan Ibu penulis
Foto keluarga, Ayah, Ibu, Kakak
dan Istri beserta Anaknya
Foto Penulis (Melliya)
DAFTAR RUJUKAN
Kuntowijoyo.2001. Pengantar Ilmu
Sejarah. Jakarta: Balai Pustaka
Wawancara langsung dengan Ibu
Supaida dan Pak Sarno yang tak lain adalah Ibu dan Ayah Penulis sendiri.
Wawancara tidak langsung (melalui
HP) dengan Hari Cahyono yang tak lain adalah kakak penulis, dan beberapa
saudara dari pihak ayah (Karmi) dan Ibu (Tumar).
.
About Me
- pendidikansejarahofferingdum
Diberdayakan oleh Blogger.
free music at divine-music.info
Blog Archive
-
▼
2013
(46)
-
▼
Desember
(38)
- PERJALANAN BA...
- ILMU-ILMU BANTU SEJARAH MAKALAH REVISI U...
- <!--[if !mso]> v\:* {behavior:url(#default#VML);}...
- PERJUANGAN MUALIFAH MENCAPAI CITA MENJADI GURU AKI...
- Sejarah keluarga
- PERJALANAN BA...
- SEJARAH BP. HADI SUJONO DAN IBU RIWANTI SEBA...
- SEJARAH KELAM DAN PROSES MELAWAN KETERBATASAN DI ...
- SEPAK TERJANG BUYUT SEDO BULANGAN DALAM MEMBELA P...
- SEJARAH MEMOTIVASI KEHIDUPAN TANPA MEMANDANG KEKU...
- SEJARAH KELUARGA H.HASAN RAMLI, S.E DAN HJ.SRI MU...
- pengantar ilmu sejarah oleh nunik lailatul masruroh
- pengantar ilmu sejarah oleh nunik lailatul masruroh
- SEJARAH MULYADI DALAM KEIKUTSERTAANNYA DALAM MENUM...
- kisah cinta dan perjalanan hidup ibu riada
- sejarah dan proses kesetiaan ayah dan ibu
- makalah ilmu sejarah Muhamad Tarmizi
- makalah ilmu sejarah Muhamad Tarmizi
- makalah pengantar ilmu sejarah muhamad tarmizi
- Revisi Kelompok 6 (Otentisitas Kredibilitas)
- Sejarah Kehidupan Ayahku
- SEJARAH HIDUP IBU MUDJARROH UNTUK MENDAPAT GANTI R...
- SEJARAH KELUARGA DAN KEHIDUPAN EKONOMI BAPAK MASKUN
- SEJARAH SURONO SISWOPRAWIRO (1938-2011)
- SEJARAH KEHIDUPAN SOSIAL DAN PERMASALAHAN KELUA...
- SEJARAH KISAH CINTA”NGATU” DIMASA LALU MAKAL...
- revisi makalah kelompok 8
- SEJARAH IBU SUPINI SEBAGAI GURU TK DAN ORGANISATOR...
- KEHIDUPAN SULIT ‘SATIR’ AKIBAT SIFAT SERAKAH KELU...
- SEJARAH PERJALANAN HIDUP DAN TRADISI YANG ADA DI ...
- sejarah keluarga by achmad al fattah noer off D
- sejaarah usaha pak Djari
- SEJARAH KELUARGA PERANTAUAN
- SEJARAH KELUARGA DAN KEHIDUPAN EKONOMI BAPAK MASKUN
- SILSILAH DAN SEJARAH PERJALANAN KEHIDUPAN SOSIAL ...
- Sejarah Guwe
- PENGARUH PAKSAAN ORANG TUA TERHADAP KEHIDUPAN DAN ...
- Historiografi Keluarga : Sejarah Keluarga Ponidi W...
-
▼
Desember
(38)