Blogger Widgets
pendidikansejarahofferingdum On Minggu, 08 Desember 2013


                               
PERJALANAN BAPAK SOEWATO SEBAGAI SUBYEK               PERBEDAAN BUDAYA


MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Pengantar Ilmu Sejarah
Yang di bina oleh Drs. Hariyono, M. Pd., dan Indah W.P. Utami, M.Pd.

Oleh :
Ardi Neo Sandi
130731615698

                                                                       




                                         UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN SEJARAH
Desember 2013

           BAB 1

                                           Pendahuluan

A.   Latar Belakang
Pada hakikatnya sejarah merupakan sesuatu yang benar-benar terjadi pada masa lampau dan keluarga yang menjadi tempat kita bernaung merupakan suatu bagian kecil dalam masyarakat yang dipimpin oleh kepala keluarga yang menjadi suatu wadah awal manusia menghadapi dunia.Bagi penulis sendiri arti keluarga lebih daripada itu,karena arti keluarga bagi penulis merupakan suatu tempat untuk mengadu kesulitan sehari-hari,dan melalui semua kesulitan dan kesenangan dalam hidup secara bersama-sama.Dari arti-arti berikut dapat disimpulkan bahwa sejarah dari keluarga sendiri merupakan suatu hal penting dalam perjalanan hidup,dimana dalam kehidupan berkeluarga dapat dihadapi suatu kisah dan tahap penting dalam kehidupan.
Fungsi dari keluarga sendiri adalah untuk membentuk peranan,sifat , dan kegiatan yang dilakukan manusia dalam lingkupan masyarakat yang kecil sebelum menghadapai lingkupan masyarakat yang lebih besar. Kehidupan manusia sendiri menurut penulis dapat di bagi menjadi 3 bagian,yaitu kehidupan di masa lalu , kehidupan di masa kini, dan kehidupan di masa lalu yang akhirnya dapat ditarik kesimpulan kehidupan masa lalu menjadi pengalaman untuk masa kini,dan masa kini merupakan suatu bekal untuk menuju masa depan.Bagaimana masa lalu itu bisa menjadi suatu pengalaman yang berharga jika bahkan tidak mengetahuinya,dengan mengetahuinya sebuah individu dapat membentuk landasan emosional dalam pemikiran kehidupan ke masa kini dan masa depannya..Selain itu pengaruh dalam individu seseorang yang berjalan layaknya roda dalam kehidupan,terdapat pengalaman yang menjadi pengalaman terpuruk dan ada yang menjadi titik puncak kejayaannya.Penulis di sini membandingkan antara kehidupan masa lalu dari keturunan tertua yang sempat mengalami kehidupan di masa lalu dan membandingkannya dengan kehidupan keturunan termuda agar bisa menjadi suatu titik perbandingan keturunan masa kini untuk bisa maju kedepan,entah ketika masa keterpurukannya maupun masa kedepannya.Karena itu penulis mengambil bagian dari gambaran bapak Soewantu sampai dengan cucunya di kehidupan saat ini.
Pengaruh kebudayaan pun termasuk menjadi salah satu item yang diangkat dari penulis,yaitu bagaimana unsur kebudayaan berpengaruh pada kehidupan seseorang dan akhirnya berlanjut pula dengan merefleksi bagaimana budaya itu berpengaruh pada kehidupan sehari-hari serta bagaimana juga unsur-unsur kebudayaan itu melekat pada kehidupan seseorang.Di sini penulis ingin mengungkapkan bagaimana kebudayaan dari masa lalu masih melekat di kehidupan individu-individu di jaman sekarang.Yang antara lain tatacara kehidupan maupun saat kematian,dan bagaimana kebudayaan itu sendiri membentuk sifat serta peranan individu pada kehidupan masyarakat.Penulis juga mencoba membandingkan antara pengalaman subyek dengan beberapa artikel yang ditemukan di internet.

B.   Rumusan Masalah
1.)    Bagaimana jalan kehidupan bapak Soewanto dari muda sampai akhir hayatnya?
2.)    Bagaimana tatacara kebudayaan di keluarga pak Soewanto?
C.   Tujuan
1.)    Untuk mengetahui perjalanan bapak Soewanto selama masa hidup dan apa saja yang dapat menjadi pelajaran dari kehidupan bapak Soewanto
2.)    Untuk mengetahui kebudayaan yang di anut oleh keluarga bapak Soewanto
D.   Metode
Secara sederhana penelitian sejarah dapat dijelaskan dalam beberapa langkah, yaitu heuristic, kritik, interpretasi, dan historiografi
(1.)  Pemilihan Topik
Penulis memilih topik yang diajukan berupa kehidupan dari bapak Soewanto dan keluarga,demi mendapatkan informasi-informasi yang berhubungan dengan kejadian sejarah keluarga yang terdapat dalam lingkungan tersebut.Dan mencoba mengungkapkan bagaimana kebudayaan yang di anut bapak Soewanto sendiri berpengaruh pada kehidupan keluarganya.Juga bagaimana tatacara kebudayaan yang telah ada pada masa lalu masih bisa di temukan pada masa sekarang,dengan apakah kebudayaan itu tumbuh dan bagaimana kebudayaan itu dapat merasuk dalam kehidupan Bapak Soewanto bersama keluarga.
(2.)  Heuristik
Penulis melakukan wawancara dengan beberapa anggota keluarga dan mencoba membandingkan dengan fakta-fakta yang ada di masa itu dengan menggunakan makalah-makalah di internet dengan itu penulis mencoba mengambil fakta akurat dari hasil wawancara tersebut.
(3.)  Kritik/ Verifikasi
Penulis mencoba mendapatkan fakta-fakta di lapangan dengan wawancara juga mencoba mendapatkan beberapa bukti-bukti yang mungkin masih samar dan masih dipertanyakan.Di sini penulis juga memberikan beberapa pendapat makalah di internet dengan pendapat saksi sejarah sehingga terjadi suatu perbedaan pendapat yang mungkin menjadi suatu titik temu dari ragam permasalahan yang telah di berikan.
(4.)  Interpretasi
Menurut penulis beberapa kesaksian dai saksi sejarah tersebut dapat menjadi suatu bukti lain tentang yang terjadi di masa lampau yang kadang tak sama seperti yang kita baca.
(5.)  Historiografi
Pada bab 1 penulis mencoba menjelaskan tentang bagaimana mendapat beberapa cara mendapatkan sumber informasi tentang masalah yang sedang ingin di pecahkan.Sedangkan di bab 2 penulis mencoba menjelaskan masalah menggunakan fakta-fakta di lapangan dan perbandingan dengan beberapa sumber dari internet




                                  BAB II
                              Pembahasan

2.1 Sejarah kehidupan Bapak Soewanto
      Bapak Soewanto lahir di Nguling,Pasuruan,Jawa Timur di tahun 1930 dengan tanggal yang tidak dibubuhkan karena data yang kurang lengkap,beliau memiliki ayah bernama Liem Tjon Teng dengan ibu bernama Karminten.Memiliki 7 saudara kandung,ayah beliau bekerja sebagai bagian penimbangan beberapa palawija di pasar.Beliau beragama Konghucu.Pada masa anak-anak,beliau sudah berada di penjajahan Belanda dan berlanjut ketika beliau bersekolah di suatu sekolah Tionghoa di Pasuruan.Menurut cerita beliau kepada anak-anaknya bahwa ketika akan datang penjajahan Jepang menggantikan penjajahan Belanda di Indonesia ada suatu keanehan di daerah Pasuruan,khususnya di daerah Nguling yaitu bahwa ada ratusan kupu-kupu yang melewati daerah sebelum sehari kedatangan Jepang ke tanah Pasuruan yang sebelumnya belum pernah terjadi seperti itu.Pada masa muda beliau untuk transportasi menggunakan bendi yang setelahnya di gantikan oleh kereta api yang dibangun oleh pemerintahan Jepang.Ada beberapa cerita dari pengalaman kehidupan beliau yang menjadi pengalaman berdarah,salah satunya yaitu pengalaman beliau ketika menaiki salah satu kereta untuk pergi ke sekolah,beliau melihat seorang pedagang asongan yang tidak sengaja menginjak kaki dari salah seorang kaki tentara Jepang di depan stasiun yang akhirnya nasib pedagang asongan tersebut adalah mati terinjak oleh beberapa tentara Jepang di dalam kereta.Menurut beberapa sumber bahwa hal semacam berikut di jaman kependudukan Jepang di Indonesia sudah menjadi umum bahkan sudah biasa,ada 1 fakta yang janggal di satu informasi dari keluarga beliau bahwa ketika Jepang kalah dan akhirnya keluar dari Indonesia di Nguling terdapat 1 komando tentara Jepang yang hilang entah kemana 1 hari setelah pengkauan kekalahan Jepang tersebut.Setelahnya beliau menikah dengan Suciwati dan memiliki 6 anak yaitu An , Waras , Seger ,Cu ,Chen , dan Bagong.Ada cerita beliau juga saat masa penumpasan PKI di Indonesia, rumah yang di coret merah di pintunya akan di culik dengan beberapa alasan yang tak masuk akal,diantaranya alasan tersebut adalah diminta untuk datang rapat kelurahan.Beliau menjadi salah satu korban penculikan tersebut,menurut penuturan saksi bahwa hal itu terjadi di malam hari beliau diminta untuk datang ke rapat kelurahan.Tapi keanehan terjadi yaitu beliau tidak diperbolehkan ganti baju dahulu dan di bawa secara paksa.Ternyata selama ini penculikan-penculikan tersebut berbuntut dari penumpasan PKI,tapi yang menjadi korban adalah warga non-WNI di daerah tersebut, mereka di kumpulkan di salah satu gedung di dekat balai desa.Jempol tangan mereka diikat kawat dan tidak diberi makan maupun minum selama 2 hari bahkan lebih sebelum mereka di bunuh secara kejam.Beliau beruntung karena 1 hari sebelum beliau giliran di eksekusi ada berita dari Presiden Soekarno melalui radio bahwa perintah untuk Soeharto menghentikan pembunuhan masal PKI yang dilakukannya.Akhirnya para tawanan di lepaskan,meskipun dengan terhuyung beliau masih bisa pulang ke rumah dengan keadaan yang sangat buruk.Selanjutnya pemerintahan di gantikan oleh Soeharto yang anehnya mengharuskan warga membeli dan memajang foto presiden Soeharto dan bu Tien,dan yang tidak memajang foto tersebut dianggap PKI dan akan di bunuh.Setelah menghadapi masa-masa sulit itu beliau juga harus menghadapi tahap di mana terjadi inflasi mata tukar uang rupiah sehingga kegilaan dimana-mana,menurut saksi banyak orang yang gila setelah mengetahui hal tersebut,karena barang-barang mereka telah di beli sehari sebelumnya dengan harga yang mahal sekali,tetapi uang yang mereka dapatkan sama sekali tak berharga setelah terjadi inflasi di hari itu.Setelah beberapa tahun berlalu akhirnya bapak Soewanto miniti dari awal tokonya yang menjual pakan burung dan alat-alat listrik,dan toko itu buka hingga sekarang yang terdapat di jalan raya Nguling Pasuruan.Meskipun dalam tahap pembangunannya semapt terjadi bencana alam di Nguling yaitu banjir lumpur yang mengakibatkan beberapa barang usahanya menjadi rusak,tetpai bapak Soewanto tetap saja gigih dan mempertahankan tokonya hingga sekarang.Pada tahun 2009 tepatnya di bulan Januari di tanggal 22 akhirnya bapak Soewanto menutup mata untuk terakhir kalinya dengan meninggalkan seorang istri, 5 orang anak (dikarenakan anak pertama telah meninggal terlebih dahulu di tahun 2004) 14 orang cucu dan 2 orang cicit.


2.2  Tatacara dan Kebudayaan yang hidup di antara keluarga bapak Soewanto
                             Pada keluarga bapak Soewanto terdapat beberapa kunikan yaitu antara lain bahwa di dalam keluarganya sendiri memiliki beberapa keyakinan yaitu antara lain Buddha,Islam,Katolik,Kristen,dan Konghucu.Tapi yang paling mempengaruhi dan sebagian besar menganutnya adalah agama Buddha.Karena terbukti dalam sehari-hari hampir seluruh keluarga dari bapak Soewanto melakukan sembahyang menggunakan 3 batang dupa dan menaruhnya di depan rumah sebagai penolak bala pada hari itu,juga ada dalam bebrapa tradisi tentang perayaan Imlek yaitu perayaan hari besar Tahun Baru dalam penanggalan tahun Cina,terdapat suatu tradisi untuk makan bersama lagu pergi ke klenteng sebagai tindak syukur atas keberkahan di tahun lalu dan berharap keberkahan di tahun baru itu,esoknya seperti yang diketahui beberapa anggota keluarga yang lebih tua memberikan uang kepada keluarga yang lebih muda.Lalu,ada acara lain setelah itu yaitu sekitar seminggu ataupun 2 minggu dari hari raya imlek terdapat suatu kebiasaan bagi anggota keluarga untuk mendatangai kuburan nenek moyangnya.Salah satu upacara yang dilakukan penulis adalah saat Bapak Soewanto meninggal yaitu acar penguburan yang antar alain adalah Upacara kematian terdiri atas empat tahap yaitu sebelum masuk peti , upacara masuk peti dan penutupan peti ,  upacara pemakaman dan upacara pemakaman.
A. Belum masuk peti
  1. Semenjak terjadinya kematian, anak-cucu sudah harus membakar kertas perak (uang di akhirat ) merupakan lambang biaya perjalanan ke akhirat yang dilakukan sambil mendoakan yang meninggal.
  2. Mayat dimandikan dan dibersihkan, lalu diberi pakaian tujuh lapis. Lapisan pertama adalah pakaian putih sewaktu almarhum/almarhumah menikah. Selanjutnya pakaian yang lain sebanyak enam lapis.
  3. Sesudah dibaringkan; kedua mata, lubang hidung, mulut, telinga, diberi mutiara sebagai lambang penerangan untuk berjalan ke alam lain.
  4. Di sisi kiri dan kanan diisi dengan pakaian yang meninggal. Sepatu yang dipakai harus dari kain. Apabila yang meninggal pakai kacamata maka kedua kaca harus dipecah yang melambangkan bahwa dia telah berada di alam lain.
B. Upacara masuk peti dan penutupan peti
  1. Seluruh keluarga harus menggunakan pakaian tertentu. Anak laki-laki harus memakai pakaian dari blacu yang dibalik dan diberi karung goni. Kepala diikat dengan sehelai kain blacu yang diberi potongan goni. Demikian pula pakaian yang dipakai oleh anak perempuan namun ditambah dengan kekojong yang berbentuk kerucut untuk menutupi kepala. Cucu hanya memakai blacu, sedangkan keturunan ke empat memakai pakaian berwarna biru. Keturunan ke lima dan seterusnya memakai pakaian merah sebagai tanda sudah boleh lepas dari berkabung.
  2. Mayat harus diangkat oleh anak-anak lelaki almarhum. Sementara itu anakperempuan, cucu dan seterusnya harus terus menangis dan membakar kertas perak, di bawah peti mati. Mereka harus memperlihatkan rasa duka cita yang amat dalam sebagai tanda bakti (uhaouw). Bila kurang banyak (tidak ada) yang meratap, maka dapat menggaji seseorang untuk meratapi dengan bersuara, khususnya pada saat tiba waktunya untuk memanggil makan siang dan makan malam.>
  3. Sesudah masuk peti, ada upacara penutupan peti yang dipimpin oleh hweeshio atau cayma. Bagi yang beragama Budha dipimpin oleh Biksu atauBiksuni, sedangkan penganut Konfusius melakukan upacara Liam keng.Upacara ini cukup lama, dilaksanakan di sekeliling peti mati dengan satusyarat bahwa air mata peserta pada upacara penutupan peti tidak boleh mengenai mayat. Dalam upacara ini juga dilakukan pemecahan sebuah kaca/cermin yang kemudian dimasukkan ke dalam peti mati. Menurut kepercayaan mereka, pada hari ke tujuh almarhum bangun dan akan melihat kaca sehingga menyadarkan dia bahwa dirinya sudah meninggal.
  4. Bagi anak cucu yang “berada” (kaya), mulai menyiapkan rumah-rumahan yang diisi dengan segala perabotan rumah tangga yang dipakai semasa hidup almarhum. Semuanya harus dibuat dari kertas. Bahkan diperbolehkan diisi secara berlebih-lebihan, termasuk adanya para pembantu rumahtangga. Semua perlengkapan ini dapat dibeli pada toko tertentu.
  5. Setiap tamu-tamu yang datang harus di sungkem (di soja) oleh
  6. anak-anaknya, khusus anak laki-laki.
  7. Di atas meja kecil yang terletak di depan peti mati, selalu disediakan makanan yang menjadi kesukaan semasa almarhum masih hidup.
  8. Upacara ini berlangsung berhari-hari. Paling cepat 3 atau 4 hari. Makin lama biasanya makin baik. Dilihat juga hari baik untuk pemakaman.
  9. Selama peti mati masih di dalam rumah, harus ada sepasang lampion putih yang selalu menyala di depan rumah. Hal ini menandakan bahwa ada orang yang meninggal di rumah tersebut.
C. Upacara pemakaman
  1. Menjelang peti akan diangkat, diadakan penghormatan terakhir. Dengan dipimpin oleh hwee shio atau cayma, kembali mereka melakukan upacara penghormatan.
  2. Sesudah menyembah (soja) dan berlutut (kui), mereka harus mengitari peti mati beberapa kali dengan jalan jongkok sambil terus menangis; mengikuti hwee shio yang mendoakan arwah almarhum..
  3. Untuk orang kaya, diadakan meja persembahan yang memanjang ?2 sampai 5 meter. Di atas meja disediakan macam-macam jenis makanan dan buah-buahan. Pada bagian depan meja diletakkan kepala babi dan di depan meja berikutnya kepala kambing. Makanan yang harus ada pada setiap upacara kematian adalah “sam seng”, yang terdiri dari lapisan daging dan minyak babi (Samcan), seekor ayam yang sudah dikuliti, darah babi, telur bebek. Semuanya direbus dan diletakkan dalam sebuah piring lonjong besar.
  4. Putra tertua memegang photo almarhum dan sebatang bambu yang diberi sepotong kertas putih yang bertuliskan huruf Cina, biasa disebut “Hoe”. Ia harus berjalan dekat peti mati, diikuti oleh saudara-saudaranya yang lain. Begitu peti mati diangkat, sebuah semangka dibanting hingga pecah sebagai tanda bahwa kehidupan almarhum di dunia ini sudah selesai.
  5. Dalam perjalanan menuju tempat pemakaman, di setiap persimpangan, semua anak harus berlutut menghadap orang-orang yang mengantar jenasah. Demikian pula setelah selesai penguburan.
  6. Setibanya di pemakaman, kembali diadakan upacara penguburan. Memohon kepada dewa bumi (“toapekong” tanah) agar mau menerima jenasah dan arwah almarhum, sambil membakar uang akhirat.
  7. Semua anak – cucu tidak diperkenankan meninggalkan kuburan sebelum semuanya selesai, berarti peti sudah ditutup dengan tanah dalam bentuk gundukan. Di atas gundukan diberi uang kertas perak yang ditindih dengan batu kecil. Masing-masing dari mereka harus mengambil sekepal /segenggam tanah kuburan dan menyimpannya di ujung kekojong.
  8. Setibanya di rumah, mereka harus membasuh muka dengan air kembang. Sekedar untuk melupakan wajah almarhum.
D. Upacara sesudah pemakaman
  1. Semenjak ada yang meninggal sampai saat tertentu, semua keluarga harus memakai pakaian dan tanda berkabung terbuat dari sepotong blacu yang dilikatkan di lengan atas kiri. Tidak boleh memakai pakaian berwarna ceria, seperti : merah, kuning, coklat, oranye.
  2. Waktu perkabungan berlainan lamanya, tergantung siapa yang meninggal,
  3. Untuk kedua orangtua, terutama ayah dilakukan selama 2 tahun.
  4. Untuk nenek dan kakek dilakukan selama 1 tahun.
  5. Untuk saudara dilakukan selama 3 atau 6 bulan.
  6. Di rumah disediakan meja pemujaan, rumah-rumahan dan tempat tidur almarhum. Setiap hari harus dilayani makannya seperti semasa almarhum masih hidup.
Upacara sesudah pemakaman biasanya terdiri dari :
• Meniga hari (3 hari sesudah meninggal)
Sesudah 3 hari meninggal seluruh keluarga melakukan upacara penghomatan dan peringatan di tempat jenasah berada (pergi ke kuburan almarhum). Mereka membawa makanan, buah-buahan, dupa, lilin, uang akhirat. Dengan memakai pakaian berkabung/blacu mereka melakukan upacara penghormatan (soja dan kui). Tak lupa mereka juga menangis dan meratap sambil membakar uang akhirat. Pulang ke rumah, kembali mencuci muka dengan air kembang.
• Menujuh hari (7 hari sesudah meninggal)
Seperti halnya upacara meniga hari, seluruh keluarga melakukan upacara penghomatan dan peringatan di tempat jenasah berada (kembali ke kuburan ). Mereka membawa rumah-rumahan, makanan dan buah-buahan serta uang akhirat. Lilin dan dupa ( hio ) dinyalakan. Seluruh rumah-rumahan dan sisa harta yang perlu dibakar; dibakar sambil melakukan upacara mengelilingi api pembakaran. Sesudah selesai, tanah sekepal / segenggam diambil, diserakkan ke atasnya.
• 40 hari sesudah meninggal
Pada hari ke 40 ini kembali anak – cucu dan keluarga melakukan upacara penghormatan di tempat jenasah berada ( kuburan). Semua baju duka dari blacu dan karung goni dibuka dan diganti baju biasa. Mereka masih dalam keadaan berkabung, namun telah rela melepaskan arwah si almarhum ke alam akhirat. Sebagai tanda tetap berkabung, semua anak cucu memakai tanda di lengan kiri atas; berupa sepotong kain blacu dan goni.
• Tiap-tiap tahun memperingati hari kematian
Satu tahun dan tahun-tahun berikutnya, akan selalu diperingati oleh anak cucunya dengan melakukan ” soja dan kui” sebagai tanda berbakti dan menghormati. Peringatan tahunan ini berupa upacara persembahan. Bagi keluarga yang berada, di atas meja persembahan diletakkan berbagai macam makanan, buah-buahan, minuman, antara lain teh dan kopi, manisan minimum 3 macam, rokok, sirih sekapur, sedangkan makanan yang paling utama adalah “samseng” 2 pasang, lilin merah sepasang dan hio. Senja hari sebelum upacara, harus dinyalakan lilin merah
berpasang-pasang tergantung pada jumlah orang / leluhur yang akan diundang. Maksud dari upacara ini adalah meminta kepada dewa bumi (toapekong tanah) untuk membukakan jalan bagi para arwah yaitu dengan cara membakar uang akhirat (kertas perak dan kertas emas ).

                                                            BAB 3
                                               Penutup
3.1 Kesimpulan
          Perbedaan merupakan sesuatu yang indah jika kita mampu mengerti bagaimana cara menyatukan perbedaan tersebut,seperti halnya keluarga Bapak Soewanto yang sejak dulu menjalani masa-masa sulit dari yang jatuh karena inflasi maupun bencana alam hingga bisa di bilang sukses.Karena pada dasarnya Usaha berbanding lurus dengan hasil.Dan itulah yang coba dicontohkan oleh Bapak Soewanto dan keluarga.Kebudayaan memang bermacam-macam tapi alangkah baiknya orang mampu menyatukan keberagaman ataupun menyadari bahwa masih banyak kebudayaan di dunia ini.
3.2 Saran
          Sebaiknya perbedaan yang biasa di temukan dalam masyarakat dapat dihindari karen perbedaan sebenarnya adalah hal yang indah bila kita mamupu mengerti,dan pula jangan pernah meremehkan Sejarah dari beberapa anggota keluarga karena mungkin tak ada yang tahu bahwa beliau adalah pahlawan yang sebenarnya.







DAFTAR PUSTAKA
·     Bapak Sege Santoso,54 tahun,Perumahan Chandra Kartika blok o-1 Suwayuwo,Sukorejo,Pasuruan,Jawa Timur

·     http://iccsg.wordpress.com/2006/02/01/tradisi-adat-kematian/

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

About Me

pendidikansejarahofferingdum
Lihat profil lengkapku
Diberdayakan oleh Blogger.
Free Music Online
Free Music Online

free music at divine-music.info

Blog Archive