Blogger Widgets
pendidikansejarahofferingdum On Kamis, 05 Desember 2013

SEJARAH KELUARGA PONIDI WIJAYA DAN MUNASARI DALAM MENJALANI KEHIDUPAN RUMAH TANGGA DAN SOSIAL



MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah
Pengantar Ilmu Sejarah
yang dibina oleh Ibu Indah Wahyu, M.Pd






oleh:

Rokhimatul Jannah
120731400293













UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH
November 2013







BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
            Kehidupan berkeluarga merupakan hak yang behak didapat setiap manusia. Setiap agama dengan kesempurnaan ajarannya telah mengatur tentang konsep keluarga yang dibangun di atas dasar perkawinan. Melalui perkawinan dapat diatur hubungan laki-laki dan wanita (yang saling tertarik/menyukai) dengan aturan yang khusus. Dari hasil pertemuan ini juga akan berkembang jenis penerus keturunan sebagai salah satu tujuan dari perkawinan tersebut. Dan dari perkawinan itu pulalah terbentuk keluarga yang diatasnya didirikan peraturan hidup khusus dan sebagai konsekuensi dari sebuah perkawinan.
            Dalam menjalani kehidupan rumah tangga tidaklah semudah apa yang banyak orang bayangkan, tidak jarang sebuah rumah tangga menghadapi kesulitan-kesulitan atau masalah yang akhirnya berdampak bagi keharmonisan keluarga. Tidak sedikit keluarga yang akhirnya tercerai berai akibat permasalahan yang datang mengusik kehidupan keluarga, namun tidak sedikit juga keluarga yang tetap kokoh menjalani kehidupan rumah tangga karena mampu menjaga keharmonisan keluarga. Keharmonisan keluarga merupakan syarat penting dalam mengarungi kehidupan rumah tangga agar mampu menghadapi berbagai goncangan dan permasalahan dalam rumah tangga. Keharmonisan keluarga merupakan dambaan setiap orang yang ingin membentuk keluarga atau yang telah memiliki keluarga, namun masih banyak kesulitan dalam membangun keharmonisan keluarga.
            Keharmonisan rumah tangga memang harus senantiasa dijaga. Karena keutuhan sebuah keluarga dalam sebuah rumah tangga dengan berjalannya waktu ada saja permasalahan yang selalu merintangi bahkan bisa mengganggu kerukunan kehidupan dalam suami istri. Untuk itulah pembentukan keluarga hendaknya diniatkan untuk menyelenggarakan kehidupan keluarga yang penuh dengan semangat mawaddah wa rahmah dengan selalu mendekatkan diri kepada Allah dan mendambakan keridhaannya, limpahan hidayah, dan taufiq-Nya.
Kehidupan keluarga yang didasari oleh niat dan semangat beribadah kepada Allah, insyaallah keluarga yang demikian akan selalu mendapat perlindungan dalam mendapatkan tujuan-tujuannya yang penuh dengan keluhuran dalam sebuah bingkai tali pernikahan yang suci dan diikat dengan janji suci pernikahan.
            Keharmonisan merupakan suasana yang selalu didambakan setiap pasangan suami-istri. Hubungan yang harmonis akan membuat pasangan suami istri mampu menghadapi apapun situasi yang terjadi. Rumah tangga terhindar dari cekcok dan pertengkaran serta juga konflik. Sehingga nantinya akan tercipta dan terbina keluarga yang bahagia. Maka dari itu penulis membuat topik Sejarah Keluarga Ponidi Wijaya dan Munasari dalam menjalani kehidupan rumah tangga dan sosial.

B.       Rumusan Masalah
1.    Bagaimana sejarah keluarga Ponidi Wijaya dan Munasari sebelum menikah ?
2.    Bagaimana konflik sosial keluarga Ponidi Wijaya dan Munasari setelah menikah?
3.    Bagaimana pekerjaan yang di jalanin Ponidi Wijaya dan Munasari?

C.      Tujuan
1.    Untuk Mendeskripsikan sejarah Ponidi Wijaya dan Munasari sebelum menikah.
2.    Untuk Mendeskripsikan konflik dan kehidupan sosial keluarga Ponidi Wijaya dan Munasari setelah menikah.
3.    Untuk Mendeskripsikan pekerjaan yang di jalanin Ponidi Wijaya dan Munasari.


D.    Metode Sejarah
Secara sederhana penelitian sejarah dapat dijelaskan dalam beberapa langkah, yaitu Pemilihan Topik, Heuristik, Kritik, Interpretasi, dan Historiografi (Kuntowijoyo, 1995:69-80).
1.      Pemilihan Topik
a.       Kedekatan Emosional
   Wijaya dan Munasari pernah menerima perlakuan tidak menyenangkan dari keluarga, dengan tidak mengijinkan Munasari untuk tetap tinggal di rumah warisan dari ayahnya ketika beliau telah menikah dengan Wijaya. Wijaya membawa Munasari ke rumah beliau dan memulai kehidupan baru di sana. Perlakuan kurang menyenangkan juga sempat diterima Munasari dari salah seorang saudara dari Wijaya yang malu dengan kekurangan yang ada pada diri Munasari. Penulis Berusaha membahas bagaimana awal kehidupan Wijaya dan Munasari yang kurang menyenangkan dan bagaimana beliau berusaha untuk diterima baik di dalam keluarga.

b.      Kedekatan Intelektual
    Untuk kelengkapan data dan fakta-fakta, penulis mencari sumber lain, baik sumber primer maupun sekunder. Topik ini dipilih agar pembaca lebih menghargai orang lain meskipun orang tersebut memiliki kekurangan fisik. Memberikan pelajaran bahwa walaupun dengan kekurangan fisik yang dimiliki, kehidupan normal masih bisa dijalani. Terlebih lagi agar pembaca dapat lebih mensyukuri segala nikmat yang telah di anugerahkan Allah SWT. Oleh karena itu pemilihan topik yang akan di bahas adalah Sejarah keluarga Ponidi Wijaya dan Munasari dalam menjalani kehidupan rumah tangga dan sosial.



2.      Heuristik
          Penulis menggunakan metode wawancara dengan keluarga Ponidi Wijaya dan Munasari melalui telephone untuk mengumpulkan data yang penulis inginkan. Selain mengumpulkan data melalui wawancara, penulis juga mengumpulkan data melalui internet agar bisa dibandingkan dan bisa mengetahui perbedaannya.

3.      Kritik
a.       Kritik Eksternal
   Selain menjadikan Ponidi Wijaya dan Munasari sebagai sumber primer yang menjelaskan bagaimana perjalanan hidup beliau mulai dari awal hingga sekarang, melalui sumber lain juga di ketahui bahwa Wijaya juga bekerja sebagai seorang buruh banguna sebelum akhirnya memutuskan untuk menekuni pekerjaannya sebagai juru pijat urat.

b.      Kritik Internal
   Dari wawancara yang dilakukan, memang benar adanya dan masuk akal apa yang telah dinyatakan oleh Ponidi Wijaya dan Munasari mengenai kehidupan yang beliau jalani selama ini. Wijaya dan Munasari benar benar memulai kehidupan mereka dari nol.

4.      Interpretasi
          Berdasarkan data dan fakta yang penulis dapatkan melalui wawancara dengan Ponidi Wijaya dan Munasari sebagai sumber primer dan beberapa sumber sekunder, dapat penulis interpretasikan bahwa kehidupan sulit yang dijalani Ponidi Wijaya dan Munasari ketika mereka masih muda karena kekurangan yang beliau miliki, membuat mereka menjadi orang yang kuat. Mereka menjadi mandiri dengan kekurangan yang dimiliki.  Beliau saling memahami satu sama lain karena mereka memiliki kesamaan nasib. Kesulitan-kesulitan yang lebih berat datang kembali ketika mereka baru saja menikah. Sebelum bekerja tetap menjadi seorang juru pijat, Wijaya bekerja sebagai buruh bangunan untuk penghasilan tambahan. Untuk membesarkan kedua putrinya, beliau menekuni pekerjaan sebagai juru pijat sejak tahun 1992.

5.      Historiografi
                Pada bab satu penulis menjelaskan bagaimana cara memperolah data dan fakta-fakta dengan cara melakukan wawancara dari sumber primer dan sumber sekunder melalui telefon, sedangkan pada bab dua penulis menjelaskan bagaimana isi dari Sejarah keluarga Ponidi Wijaya dan Munasari dalam menjalani kehidupan rumah tangga dan sosial.




Bab II
SEJARAH KELUARGA PONIDI WIJAYA DAN MUNASARI DALAM MENJALANI KEHIDUPAN RUMAH TANGGA DAN SOSIAL

A.     Sejarah keluarga Ponidi Wijaya dan Munasari sebelum menikah

Ponidi Wijaya
     Ponidi Wijaya atau yang biasa disapa Wijaya, berdasarkan data dari Akta Lahir dan KTP, diketahui bahwa ia lahir pada hari Sabtu tanggal 17 Februari 1970 di Yosowilangun-Lumajang. Ia tercatat sebagai anak pertama laki-laki dari pasangan suami istri Bapak Satikan dan Bu Rumyani yang bertempat tinggal di Desa Munder, Kecamatan Yosowilangun, Kabupaten Lumajang. Menurut pernyataan Wijaya, ada kesalahan pencatatan dalam akta lahir beliau. Wijaya bukanlah putra pertama, melainkan putra ke-8. Ia mengatakan bahwa akta lahir tersebut dibuat setelah ada pemutihan. Pemutihan yang dimaksudkan adalah keterlambatan pembuatan akta lahir. Akta lahir Wijaya dibuat ketika ia duduk dibangku SMA pada tahun 1989. Pada tahun tersebut ayahnya telah meninggal dunia, maka dari itu dalam akta lahir keterangan Bapak Satikan tercantum telah meninggal dunia. Wijaya juga bukan anak pertama dari Bapak Satikan, melainkan anak ke-8 dari 9 bersaudara diantaranya Astiyam, Halimah, Nasihan, Nasifah, Satina, Lasi, Karlin, Bapak Wijaya sendiri dan adik beliau yang bernama Nasiyah. Ketika penulisan akte lahir, semua saudara Wijaya (kecuali adiknya, Nasiyah) telah berkeluarga, maka dari itu dalam akta lahir di sebutkan beliau sebagai putra pertama. Wijaya kecil dulu bersekolah di SD Negeri 1 Munder. Menurut keterangan dari Lasi (kakak Wijaya), Wijaya adalah anak yang pintar di sekolahnya dan bahkan ia selalu mendapatkan ranking. Setelah dinyatakan lulus, Wijaya meneruskan sekolahnya di SMP Negeri 1 Yosowilangun dan kemudian menerukan ke SMA Negeri Yosowilangun hingga dinyatakan lulus pada tahun1990.
     Wijaya terlahir sebagai tuna warna (buta warna). Inilah yang membuatnya sering mendapatkan ejekan dari kalangan teman, masyarakat dan bahkan dari beberapa anggota keluarganya sendiri. Buta warna yang dialaminya adalah  buta warna total. Kebutaan warna total merupakan kasus yang disebabkan ketiadaan pigmen warna pada sel retina. Buta warna total adalah kasus yang sangat jarang terjadi. Pada buta warna total, penyandangnya tidak bisa mengenali warna lain, kecuali hitam dan putih. Dan inilah yang akhirnya membuat Wijaya pada tahun 1990 (setelah dinyatakan lulus dari SMA) melanjutkan bimbingan di PRPCN (Panti Rehabilitasi Penderita Cacat Netra) yang berada di Jalan Beringin No.13, Janti, Kabupaten Malang.
     Panti Netra adalah salah satu unit pelaksanaan teknis yang mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur di bidang penyantunan, rehabilitasi, bantuan, bimbingan, pengembangan dan resosialisasi penyandang cacat netra. Kegiatan yang dilakukan bervariasi. Yakni pencegahan (preventif), Perlindungan (protectif), Penyembuhan (remedial), pemberdayaan (promotif), dan pengembangan (development).
     Berdasarkan data sekunder yang didapat penulis dari media internet, dijelaskan bahwa panti netra ini memeberikan pelayanan berupa serangkaian bimbingan dan rehabilitasi sosial, meliputi pembinaan fisik, mental, sosial, psikososial, advokasi, latihan keterampilan kerja, resosialisasi, serta pembinaan lanjut dengan harapan agar pada akhirnya para penyandang cacat netra mampu berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat.
     Wijaya mendapatkan keterampilan kerja setelah ia menyelesaikan bimbingan di PRPCN kota Malang berupa keterampilan memijat. Dan di PRPCN ini juga ia dipertemukan dengan Munasari.

Munasari
Munasari, berdasarkan data yang diperoleh penulis dari sumber primer yaitu Munasari sendiri dan juga bukti lain berupa KTP, diketahui bahwa ia lahir di Banyuwangi pada tanggal 15 Desember 1968. Munasari terlahir sebagai putri dari pasangan Bapak Sarip dan Bu Ramini. Ia merupakan anak bungsu (terakhir) dari enam bersaudara diantaranya Nasria, Walidu, Sukirman, Amira, Asmania, Munawaroh dan Munasari sendiri. Munasari dan Munawaroh adalah saudara kembar (tidak identik).
     Pada usia dua tahun, Munasari mengalami kebutaan dikarenakan wabah demam panas. Menurut sumber data yang diambil penulis dari media internet, dikatakan bahwa beberapa faktor yang menyebabkan penyakit ini di antaranya, cakupan imunisasi pada anak rendah sehingga mereka mudah terserang penyakit. Selain itu, yang tak kalah penting faktor sanitasi lingkungan yang tidak terpeliharan dengan baik. Penyakit ini, dapat menimbulkan komplikasi, misalnya menyebabkan kebutaan pada mata, penemonia (radang paru-paru), diare, bahkan pada stadium tinggi dapat menyebabkan kematian bagi penderita. Penyakit demam panas yang dialami Munasari mendapat penanganan yang terlambat. Ketelambatan penanganan inilah yang akhirnya menyebabkan kebutaan pada kedua matanya sampai sekarang.
     Dengan status tuna netra yang dimilikinya, membuat Munasari sering mendapat ejekan dan sindiran meremehkan dari teman, lingkungan maupun keluarga. Munasari yang tidak ingin terus menerus diremehkan, akhirnya pada tahun 1984-1985, memutuskan untuk mengikuti bimbingan di bawah naungan PRPCN Kota Malang. Pada kepulangannya ini, Munasari sekaligus menjadi saksi di pernikahan saudara kembarnya bersama dengan anggota keluarga lainnya. Di tahun 1986, ayah Munasari meninggal dunia. Munasari merasa sangat kehilangan karena ayahnya adalah orang yang paling dia sayang. Kemudian Munasari kembali mendapatkan bimbingan di PRPCN pada tahun 1990, tahun yang sama dengan masuknya Wijaya. Selama menjalani bimbingan, Munasari terbiasa pulang pergi Banyuwangi-Malang seorang diri dengan menggunakan bus.
     Di Panti Netra, selama menjalani proses rehabilitasi, Munasari mendapatkan fasilitas penginapan (asrama). Ia diasramakan dengan kamar tidur yang bersih dan memadai. Munasari juga mendapatkan pakaian seragam dan baju olahraga, sepatu, serta sarana asrama lainnya. Makan diberikan tiga kali sehari. Selain itu ada layanan pendidikan berupa petak Braille, reglet, pen, dan kertas Braille. Juga mendapatkan tongkat putih sebagai sarana mobilitas, alat-alat kebersihan diri berupa sabun cuci, sabun mandi, shampo, sikat gigi dan pasta gigi, serta alat-alat kebersihan wisma.
     Selama masa pendidikan, Munasari diberi bimbingan keterampilan untuk kehidupan sehari-hari. Sehingga tuna netra seperti Munasari dapat terampil melakukan kebersihan diri, perawatan pakaian, perawatan rumah, menjahit sederhana, memasak, perawatan bayi dan anak, serta berbagai ketrampilan lain untuk mempertahankan hidup secara normatif dengan mandiri.
     Sama seperti Wijaya, Munasari juga memperoleh pengajaran keterampilan pijat sebagai menu akhir dari bimbingan yang beliau dapat dari PRPCN. Panti Netra Malang menjadikan pijat urut teknik refleksi, massage, dan shiatsu sebagai “menu akhir” atau bimbingan lanjutan bagi para penyandang cacat netra selama mengikuti proses rehabilitasi yang dikemas berupa PBK (Praktek Belajar Kerja). Waktunya paling lama dua bulan, sebelum akhirnya dilepas di masyarakat. Mereka juga diberikan modal kerja sebagai bekal kerja sesuai jenis keterampilan yang dimiliki.

Perkenalan Wijaya dan Munasari
     Tidak hanya ada bimbingan kemandirian saja, para penyandang cacat yang berada di Panti Netra juga bisa menampilkan bakat mereka dalam pertunjukan seni yang di selenggarakan oleh pihak panti. Dalam acara inilah akhirnya Wijaya dan Munasari dipertemukan.
     Dalam pertunjukan seni yang akan diselenggaran itu, Munasari akan menampilkan sebuah drama bersama dengan teman-temannya yang lain dengan judul “Bawang Merah Bawang Putih”. Munasari berperan sebagai Bawang Merah sementara Wijaya adalah pengarah peran untuk Munasari. Menurut pernyataan Wijaya, ia sudah tertarik dengan Munasari sejak pertama ia mengenalnya. Seringnya Wijaya menemani Munasari melakukan latihan untuk pertunjukan, membuat rasa ketertarikan mereka berdua semakin dalam. Dan Wijaya segera mengutarakan isi hatinya itu tanpa ragu lagi.
     Tepat di hari pementasan, Bu Rumyani (ibu Wijaya) datang menghadiri pementasan untuk melihat penampilan dari gadis yang disukai putranya. Sementara keluarga dari Munasari tidak ada yang datang satupun. Pementasan berjalan dengan sangat lancar. Munasari menampilkan penampilan yang baik, setidaknya itulah yang di ceritakan oleh WIjaya. Wijaya menuntun Munasari dan mengenalkannya pada Bu Rumyani. Bu Rumyani adalah orang yang sangat baik dan mau menerima Munasari apa adanya. Wijaya dan Munasari sudah mendapat restu pertama dari ibu Wijaya, yaitu Bu Rumyani.
     Ketika hari libur bimbingan, Wijaya mengajak Munasari pulang ke Lumajang, ke rumahnya untuk di perkenalkan pada keluarga besarnya. Tidak semua keluarga menerima dengan baik kehadiran Munasari di sana. Nasiyah (adik Wijaya) seolah memandang sebelah mata pada Munasari. Dia juga menyayangkan kenapa kakaknya mencari kekasih seorang gadis buta. Menurutnya, Munasari akan merepotkan kakaknya. Tapi Wijaya tentu tidak mempedulikan itu karena ia sangat menyukai Munasari.

B.      Konflik dan kehidupan sosial keluarga Ponidi Wijaya dan Munasari setelah menikah
     Setelah selesai menjalani bimbingan di PRPCN, Munasari pulang kembali ke kota beliau, Banyuwangi. Ketika Munasari berada di tempat tinggalnya,   
tanpa di duga dan pemberitahuan, Wijaya dan keluaganya datang ke Banyuwangi untuk melamar Munasari. Munasari dan keluarganya menerima lamaran itu dan mereka sepakat untuk segera menikahkan Wijaya dan Munasari. Setidaknya kedatangan Wijaya ke Banyuwangi membuahkan hasil yang baik dan membahagiakan, padahal ia sudah berfikir dengan segala kemungkinan terburuk bahwa pinangannya tidak akan di terima.
     Berdasarkan data yang didapat penulis dari Akta Nikah, Wijaya dan Munasari dinyatakan sah menjadi suami istri pada hari Senin tangga 24 Juni 1991 pada pukul 07.00. Karena ayah dari Munasari telah meninggal, dalam pernihan tersebut, Walidu (kakak kandung laki-laki Munasari) yang menjadi wali nikah. Wijaya menikahi Munasari dengan mas kawin berupa uang tunai senilai 10.000 rupiah.
     Setelah pernikahan tersebut, Munasari yang tidak ingin meninggalkan keluarganya, membuat ia tidak ingin meninggalkan rumahnya dan mengajak Wijaya untuk tinggal di Banyuwangi. Wijaya menyutujuinya. Namun, Bu Ramini (ibu Munasari) dan saudara kembarnya menolak keinginan Munasari.
     Setelah Bapak Sarip (ayah Munasari) meninggal, ada pembagian warisan dalam keluarganya. Setiap anak mendapatkan warisannya masing-masing sementara untuk Munasari dan saudara kembarnya, mereka harus berbagi warisan. Rumah dan tanah yang dijadikan sebagai tempat tinggal ayah dan ibunya di wariskan untuk mereka berdua. Munawaroh (saudara kembar Munasari) tidak menginginkan Munasari dan Wijaya tinggal serumah dengannya dan suaminya. Bu Ramini (ibu Munasari) meminta Munasari untuk mengalah dan menyerahkan warisan itu sepenuhnya untuk Munawaroh dengan alasan tidak mungkin ada dua keluarga dalam satu rumah. Itu sangat menyakiti hati Munasari pada saat itu. Munasari kecewa karena ibunya lebih menyayangi saudara kembarnya dibandingkan dengannya. Wijaya akhirnya membawa Munasari pulang ke Lumajang dan membangun kehidupan baru mereka di sana.
     Wijaya dan Munasari hidup dengan kesederhanaan. Pada 28 Agustus 1992, Allah menganugerahkan seorang bayi laki-laki tampan dalam kehidupan mereka. “Wahyu Mustofa Ikhsan”, itulah nama yang diberikan Wijaya untuk anak laki-laki pertamanya. Kelahiran Wahyu membawa kebahagiaan di keluarga kecil Wijaya dan Munasari. Munasari memberi kabar mengenai kelahiran putra pertamanya kepada keluarganya yang berada di Banyuwangi. Ternyata niatan baik Munasari membuat hatinya lebih terasa sakit karena tidak ada satupun keluarganya yang datang hanya untuk melihat bagaimana keadaannya dan bayinya.
     Suatu waktu, Wahyu terkena muntaber di usianya yang baru menginjak 6 bulan. Transportasi yang sulit untuk pergi ke rumah sakit yang ada di kota, membuat Wahyu harus menunggu lebih lama untuk bisa mendapat perawatan. Di rumah, Wahyu hanya mendapat perawatan secara tradisional dari Bu Rumyani. Obat-obat tradisional tidak kunjung membuat Wahyu membaik. Dan Wahyu akhirnya tidak bisa bertahan lagi dengan sakitnya. Allah mengambil Wahyu dari Wijaya dan Munasari. Ini pukulan yang sangat berat untuk Wijaya dan Munasari. Di tambah lagi, sampai Wahyu telah dimakamkan, tidak ada satupun keluarga dari Banyuwangi yang datang. Namun, selang beberapa hari ada dua kakak laki laki Munasari yang datang ke Lumajang. Mereka meminta maaf karena tidak bisa datang saat kelahiran Wahyu bahkan sampai dia telah diambil kembali oleh Allah. Mereka meminta Munasari untuk kembali ke Banyuwangi bersama suaminya. Mereka mengatakan bahwa keluarga sudah menyediakan sebidang tanah untuk untuknya dan suaminya membangun kehidupan baru di sana. Wijaya dan Munasari menyetujuinya dan akhirnya mereka pulang ke Banyuwangi.
     Wijaya dan Munasari benar benar memulai kehidupan baru mereka dari nol lagi. Tidak terlalu lama hingga akhirnya rumah kecil mereka selesai di bangun. Wijaya mulai bekerja dengan Sukirman (kakak Munasari) sebagai buruh bangunan dan sekaligus sebagai juru pijat di rumah.
     Pada 26 Agustus 1994, Munasari melahirkan seorang putri yang akhirnya diberi nama “Rokhimatul Jannah” yang berarti penyayang surga. Munasari dan Wijaya membesarkan putrinya dengan baik. Mereka tidak ingin kehilangan anak yang mereka sayangi untuk kedua kalinya.
     Menurut pernyataan Wijaya, dengan kehadiran seorang anak di keluarga kecil mereka, membuat mereka menjadi lebih semangat dalam bekerja untuk membahagiakan anak mereka. Akhirnya, pada 23 Agustus 2000, Munasari kembali melahirkan seorang putri yang diberi nama “Makheda Elsafi”. Hingga pada akhirnya, Wijaya dan Munasari harus kehilangan putrinya untuk kedua kalinya. Pada usia yang baru menginjak tiga bulan, tanpa diketahui sebabnya, Elsa meninggal dunia. Pukulan hebat untuk kedua kalinya bagi Wijaya dan Munasari. Jenazah Elsa diberangkatkan dengan di gendong oleh Sukirman (kakak Munasari) dan Wijaya yang memegang payung untuk memayungi jenazah putrinya menuju pemakaman.
     Rasa sedih Munasari karena kehilangan Elsa, terbayarkan dengan kembali dikaruniai seorang bayi perempuan yang lahir pada 14 Mei 2004 yang diberi nama “Jihan Putri Rizqia Maharani”. Menurut Wijaya, kehadiran anak ke empatnya membawa berkah yang melimpah seperti namanya. Wijaya bisa membeli rumah yang lebih layak untuk istri dan kedua putrinya. Rumah baru yang dibeli Wijaya adalah bekas rumah Amira, kakak Munasari yang sudah meninggal.
     Menurut pernyataan Wijaya, sebelum ia dan keluarganya menempati rumah tersebut, sempat terjadi cekcok dengan salah satu putra dari Nasriya (kakak Munasari) yang bernama Mukiyat. Mukiyat adalah penyewa rumah tersebut, namun waktu sewa sudah habis dan Mukiyat sudah harus keluar dari rumah itu untuk ditempati pemilik baru, yaitu Wijaya dan keluarganya. Mukiyat yang terus menunda kepindahannya, membuat Wijaya mendatangi Mukiyat dan mengingatkan bahwa waktu sewanya telah habis. Mukiyat yang merasa risih, menjadi marah pada Wijaya. Terjadi adu mulut antara keduanya sampai-sampai ayah Mukiyat (Kasmuri) ikut tersulut emosi. Pernyataan tersebut dibenarkan oleh Munawaroh (saudara kembar Munasari). Munawaroh mengatakan bahwa Kasmuri juga sempat membawa parang dan ingin membunuh Wijaya. Namun, tindakan Kasmuri bisa dicegah oleh keluarga yang lain. Permasalah akhirnya dapat di musyawarahkan. Mukiyat akhirnya bersedia keluar dari rumah tersebut. Dan satu minggu kemudian, Wijaya membawa keluarganya pindah ke rumah tersebut.

C.    Pekerjaan yang di jalanin Ponidi Wijaya dan  Munasari
     Berdasarkan keterampilan memijat yang dipelajari Wijaya dan Munasari ketika masih di PRPCN, pada tahun 1992 mereka membuak praktik pijat di rumah. Jika dikisaran tahun 1992-2004 Wijaya memiliki pekerjaan sambilan yaitu sebagai buruh bangunan, tapi kemudian mulai tahun 2004 Wijaya fokus dengan pekerjaannya sebagai juru pijat. Munasari juga ikut bekerja bersama Wijaya menjadi juru pijat.
     Teknik pijat yang dipergunakan Wijaya dan Munasari adalah sebuah teknik pijat penggabungan antara teknik pijat dari Inggris (untuk teknik dasarnya) dan teknik akupuntur dan akupresur dari Cina. Teknik dasar yang dipakai dalam teknik pijat Wijaya adalah lebih menekankan kepada telapak tangan pemijat. Sedangkan teknik akupresur merupakan pengobatan Cina yang menggabungkan akupuntur dan pijat. Akupresur hanya menggunakan tekanan jari tangan yang secara langsung merangsang bagian titik titik melalui Qi pada tubuh. Perawatan akupresur dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit. Perewatan akupresur memakai titik dan meridian tubuh untuk merangsang syaraf yang diinginkan.
     Masyarakat kebanyakan menjadikan terapi pijat sebagai salah satu cara untuk mendapatkan kenyamanan.  Wijaya mengatakan bahwa teknik pijatannya bertujuan untuk relaksasi atau penyegaran, pengobatan, diagnosa penyakit, dan peningkatan daya tahan tubuh.
1.      Relaksasi atau penyegaran
      Melalui Pijatan pada bagian tubuh tertentu, akan membuat otot yang tegang dan kaku akan menjadi lemas. Hal inilah yang kemudian menyebabkan badan terasa nyaman. Dengan dipijat, sirkulasi darah dalam tubuh akan menjadi lancar. Sehingga transportasi oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah, bisa berjalan dengan lebih baik.
2.      Pengobatan
      Pijatan yang dilakukan pada beberapa titik syaraf, mampu memberikan energi dan dorongan pada organ tubuh yang mengalami masalah. Adanya energi ini, akan mendorong tubuh bekerja dengan lebih optimal sehingga penyakit yang dirasakan segera hilang
3.      Diagnosa Penyakit
      Para pemijat yang sudah berpengalaman banyak seperti Wijaya dan Munasari, bisa dengan mudah mengetahui kondisi tubuh seseorang dengan hanya meraba bagian yang terasa sakit. Menurut Wijaya, bagian yang bermasalah memiliki suhu tubuh yang lebih tinggi daripada bagian tubuh lain yang normal. Meski tidak bisa disamakan dengan diagnosa secara medis, namun dalam kenyataannya apa yang dilakukan Wijaya dan Munasari ini sering mengalami kebenaran.
4.      Peningkatan Daya Tahan Tubuh
      Menurut pendapat Wijaya, pemijatan yang dilakukan pada orang yang sehat, akan memberikan daya tahan tubuh yang baik dan tidak mudah terkena penyakit. Karena pada tubuh yang sehat, sirkulasi darah akan semakin lancar peredarannya. Pada tubuh yang sehat, akan terdapat kekuatan dalam menahan serangan penyakit. Sehingga hal ini bisa pula difungsikan sebagai cara untuk mencegah datangnya penyakit.

            Wijaya dan Munasari tidak pernah mematok harga dalam memijat. Pengahasilan yang didapat Wijaya dan munasari tidak menentu. Wijaya memberikan perkiraan pendapatan untuk perbulannya mencapai 600.000-1000.000 jika pendapatan tersebut digabungkan dengan pendapatan Munasari.
            Dengan penghasilan tersebut, Wijaya dan Munasari berusaha sebisa mungkin untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari dan juga kebutuhan sekolah kedua putrinya. Putri pertamanya yaitu “Rokhimatul Jannah” telah duduk di bangku kuliah. Ia menjadi mahasiswi di Universita Negeri Malang Fakultas Ilmu Sosial, Jurusan Sejarah, Prodi Pendidikan sejarah tahun 2013. Sementara putri bungsunya “Jihan Putri Rizqia Maharani” masih duduk di kelas 4 bangku sekolah dasar di SD Negeri 5 Genteng.



BAB III
PENUTUP


A.    Simpulan
            Dalam Kehidupan Wijaya dan Munasari tidak lepas dari permasalahan yang datang menimpa keluarga kecil mereka.  Masalah-masalah hidup seperti dialami Munasari dan Wijaya yang pada hari-hari ini banyak menimpa banyak orang, dan jika tak dapat dikelola dengan baik bisa mengakibatkan tekanan batin yang berat, bahkan bisa berujung stres atau depresi. Dalam hidup, masalah itu pastilah selalu ada. Tak pandang bulu apakah orang kaya atau orang biasa. Namun bukan masalahnya yang penting, tapi bagaimana cara bersikap dalam menghadapi masalah itulah yang jauh lebih penting.

B.     Saran
            Dalam kehidupan keluarga dan bermasyarakat, hendaknya selalu menjaga kerukunan agar tercipta kehidupan yang tentram dan teratur. Dengan menghargai kekurangan orang lain dan tidak memperbesar suatu perkara yang kecil, ketentraman akan tercipta dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat. Kekurangan orang lain bukan untuk diremehkan ataupun dianggap rendah, menghargainya dan tidak menganggap sebelah mata akan menjadikan hidup berdampingan menjadi lebih indah.





DAFTAR RUJUKAN

Internet :
Waspada online. 2008. Waspada Demam Panas Bisa Menyebabkan Kebutaan. http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=18339:wabah-demam-panas-bisa-menyebabkan-kebutaan&catid=15:sumut&Itemid=28 . Diakses 30 November 2013.
Info Societa. 2009. Prestasi Dari Jalan Beringin. http://infosocieta.depsos.go.id/index.php/pantisosial/122-prestasi-dari-jalan-beringin.html. Diakses 30 November 2013
Ilham, Noor. 2012. Pengertian Buta Warna Dan Penyebabnya. http://blognoorilham.blogspot.com/2012/08/pengertian-buta-warna-dan-penyebabnya.html . Diakses 30 November 2013


NARASUMBER :
·         Nama               : Ponidi Wijaya
TTL                 : 17 – 02 - 1970
Pekerjaan         : Juru Pijat
Status              : Menikah
Alamat            : Jln. KH. Wakhir Hasyim Rt 01/ Rw 02 Maron, Genteng Kulon, Genteng - Banyuwangi

·         Nama               : Munasari
TTL                 : 15 – 12 - 1968
Pekerjaan         : Juru Pijat
Status              : Menikah
Alamat             : Jln. KH. Wakhir Hasyim Rt 01/ Rw 02 Maron, Genteng Kulon, Genteng - Banyuwangi

·         Nama               : Munawaroh
TTL                 : 15 – 12 - 1968
Pekerjaan         : Ibu rumah tangga
Status              : Menikah
Alamat             : Jln. KH. Wakhir Hasyim Rt 01/ Rw 02 Maron, Genteng Kulon, Genteng - Banyuwangi

·         Nama               : Lasi
TTL                 : 23 – 07 - 1960
Pekerjaan         : Karyawan
Status              : Cerai
Alamat             : Probolinggo



LAMPIRAN

KTP Ponidi Wijaya



KTP Munasari







Akta Lahir dan Ijazah Ponidi Wijaya
















 


Akta Nikah Ponidi Wijaya & Munasari








 KK (Kartu Keluarga)

 Akta Lahir Dua Putri Ponidi Wijaya & Munasari




Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

About Me

pendidikansejarahofferingdum
Lihat profil lengkapku
Diberdayakan oleh Blogger.
Free Music Online
Free Music Online

free music at divine-music.info

Blog Archive