- Home »
- Historiografi Keluarga : Sejarah Keluarga Ponidi Wijaya dan Munasari dalam menjalani kehidupan rumah tangga dan sosial
Windows 8 UI > Desgined By. Renadel Dapize
Historiografi Keluarga : Sejarah Keluarga Ponidi Wijaya dan Munasari dalam menjalani kehidupan rumah tangga dan sosial
pendidikansejarahofferingdum
On Kamis, 05 Desember 2013
SEJARAH KELUARGA PONIDI
WIJAYA DAN MUNASARI DALAM MENJALANI KEHIDUPAN RUMAH TANGGA DAN SOSIAL
MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah
Pengantar Ilmu Sejarah
yang dibina oleh Ibu Indah Wahyu,
M.Pd
oleh:
Rokhimatul Jannah
120731400293
UNIVERSITAS NEGERI
MALANG
FAKULTAS ILMU
SOSIAL
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH
November
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kehidupan
berkeluarga merupakan hak yang behak didapat setiap manusia. Setiap agama
dengan kesempurnaan ajarannya telah mengatur tentang konsep keluarga yang
dibangun di atas dasar perkawinan. Melalui perkawinan dapat diatur hubungan
laki-laki dan wanita (yang saling tertarik/menyukai) dengan aturan yang khusus.
Dari hasil pertemuan ini juga akan berkembang jenis penerus keturunan sebagai
salah satu tujuan dari perkawinan tersebut. Dan dari perkawinan itu pulalah
terbentuk keluarga yang diatasnya didirikan peraturan hidup khusus dan sebagai
konsekuensi dari sebuah perkawinan.
Dalam
menjalani kehidupan rumah tangga tidaklah semudah apa yang banyak orang
bayangkan, tidak jarang sebuah rumah tangga menghadapi kesulitan-kesulitan atau
masalah yang akhirnya berdampak bagi keharmonisan keluarga. Tidak sedikit
keluarga yang akhirnya tercerai berai akibat permasalahan yang datang mengusik
kehidupan keluarga, namun tidak sedikit juga keluarga yang tetap kokoh
menjalani kehidupan rumah tangga karena mampu menjaga keharmonisan keluarga.
Keharmonisan keluarga merupakan syarat penting dalam mengarungi kehidupan rumah
tangga agar mampu menghadapi berbagai goncangan dan permasalahan dalam rumah
tangga. Keharmonisan keluarga merupakan dambaan setiap orang yang ingin
membentuk keluarga atau yang telah memiliki keluarga, namun masih banyak
kesulitan dalam membangun keharmonisan keluarga.
Keharmonisan
rumah tangga memang harus
senantiasa dijaga. Karena keutuhan sebuah keluarga dalam sebuah rumah tangga
dengan berjalannya waktu ada saja permasalahan yang selalu merintangi bahkan
bisa mengganggu kerukunan kehidupan dalam suami istri. Untuk itulah pembentukan
keluarga hendaknya diniatkan untuk menyelenggarakan kehidupan keluarga yang
penuh dengan semangat mawaddah wa rahmah dengan selalu mendekatkan diri kepada
Allah dan mendambakan keridhaannya, limpahan hidayah, dan taufiq-Nya.
Kehidupan keluarga yang didasari oleh niat dan semangat beribadah
kepada Allah, insyaallah keluarga yang demikian akan selalu mendapat
perlindungan dalam mendapatkan tujuan-tujuannya yang penuh dengan keluhuran
dalam sebuah bingkai tali pernikahan yang suci dan diikat dengan janji suci pernikahan.
Keharmonisan
merupakan suasana yang selalu didambakan setiap pasangan suami-istri. Hubungan
yang harmonis akan membuat pasangan suami istri mampu menghadapi apapun situasi
yang terjadi. Rumah tangga terhindar
dari cekcok dan pertengkaran serta juga konflik. Sehingga nantinya
akan tercipta dan terbina keluarga yang bahagia. Maka dari itu penulis
membuat topik Sejarah Keluarga Ponidi
Wijaya dan Munasari dalam menjalani kehidupan rumah tangga dan sosial.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
sejarah keluarga Ponidi Wijaya dan Munasari sebelum menikah ?
2.
Bagaimana
konflik sosial keluarga Ponidi Wijaya dan Munasari setelah menikah?
3.
Bagaimana
pekerjaan yang di jalanin Ponidi Wijaya dan Munasari?
C.
Tujuan
1.
Untuk
Mendeskripsikan sejarah Ponidi Wijaya dan Munasari sebelum menikah.
2.
Untuk
Mendeskripsikan konflik dan kehidupan sosial keluarga Ponidi Wijaya dan
Munasari setelah menikah.
3.
Untuk
Mendeskripsikan pekerjaan yang di jalanin Ponidi Wijaya dan Munasari.
D.
Metode
Sejarah
Secara sederhana penelitian sejarah
dapat dijelaskan dalam beberapa langkah, yaitu Pemilihan Topik, Heuristik,
Kritik, Interpretasi, dan Historiografi (Kuntowijoyo,
1995:69-80).
1. Pemilihan
Topik
a. Kedekatan
Emosional
Wijaya dan Munasari pernah menerima
perlakuan tidak menyenangkan dari keluarga, dengan tidak mengijinkan Munasari
untuk tetap tinggal di rumah warisan dari ayahnya ketika beliau telah menikah
dengan Wijaya. Wijaya membawa Munasari ke rumah beliau dan memulai kehidupan
baru di sana. Perlakuan kurang menyenangkan juga sempat diterima Munasari dari
salah seorang saudara dari Wijaya yang malu dengan kekurangan yang ada pada
diri Munasari. Penulis Berusaha membahas bagaimana awal kehidupan Wijaya dan Munasari yang kurang
menyenangkan dan bagaimana beliau berusaha untuk diterima baik di dalam
keluarga.
b. Kedekatan
Intelektual
Untuk kelengkapan data dan fakta-fakta, penulis mencari sumber lain, baik
sumber primer maupun sekunder. Topik ini dipilih agar pembaca lebih menghargai
orang lain meskipun orang tersebut memiliki kekurangan fisik. Memberikan
pelajaran bahwa walaupun dengan kekurangan fisik yang dimiliki, kehidupan
normal masih bisa dijalani. Terlebih lagi agar pembaca dapat lebih mensyukuri
segala nikmat yang telah di anugerahkan Allah SWT. Oleh karena itu pemilihan
topik yang akan di bahas adalah Sejarah
keluarga Ponidi Wijaya dan Munasari dalam menjalani kehidupan rumah tangga dan
sosial.
2. Heuristik
Penulis
menggunakan metode wawancara dengan keluarga Ponidi Wijaya dan Munasari melalui telephone untuk
mengumpulkan data yang penulis inginkan. Selain mengumpulkan data melalui
wawancara, penulis juga mengumpulkan data melalui internet agar bisa
dibandingkan dan bisa mengetahui perbedaannya.
3. Kritik
a. Kritik
Eksternal
Selain menjadikan Ponidi Wijaya
dan Munasari sebagai sumber primer yang menjelaskan bagaimana
perjalanan hidup beliau mulai dari awal hingga sekarang, melalui sumber lain
juga di ketahui bahwa Wijaya juga bekerja sebagai seorang buruh banguna sebelum
akhirnya memutuskan untuk menekuni pekerjaannya sebagai juru pijat urat.
b.
Kritik Internal
Dari wawancara yang dilakukan, memang benar adanya dan masuk akal apa yang
telah dinyatakan oleh Ponidi Wijaya
dan Munasari mengenai kehidupan yang beliau jalani selama ini.
Wijaya dan Munasari benar benar memulai kehidupan mereka dari nol.
4. Interpretasi
Berdasarkan data dan fakta
yang penulis dapatkan melalui wawancara dengan Ponidi Wijaya dan Munasari sebagai sumber primer dan beberapa sumber
sekunder, dapat penulis interpretasikan bahwa kehidupan sulit yang dijalani Ponidi Wijaya dan Munasari ketika mereka masih muda karena kekurangan yang beliau miliki, membuat
mereka menjadi orang yang kuat. Mereka menjadi mandiri dengan kekurangan yang
dimiliki. Beliau saling memahami satu
sama lain karena mereka memiliki kesamaan nasib. Kesulitan-kesulitan yang lebih
berat datang kembali ketika mereka baru saja menikah. Sebelum bekerja tetap
menjadi seorang juru pijat, Wijaya bekerja sebagai buruh bangunan untuk
penghasilan tambahan. Untuk membesarkan kedua putrinya, beliau menekuni
pekerjaan sebagai juru pijat sejak tahun 1992.
5. Historiografi
Pada bab satu penulis
menjelaskan bagaimana cara memperolah data dan fakta-fakta dengan cara
melakukan wawancara dari sumber primer dan sumber sekunder melalui telefon,
sedangkan pada bab dua penulis menjelaskan bagaimana isi dari Sejarah keluarga Ponidi Wijaya dan Munasari
dalam menjalani kehidupan rumah tangga dan sosial.
Bab II
SEJARAH KELUARGA PONIDI
WIJAYA DAN MUNASARI DALAM MENJALANI KEHIDUPAN RUMAH TANGGA DAN SOSIAL
A.
Sejarah keluarga Ponidi Wijaya dan Munasari sebelum
menikah
Ponidi Wijaya
Ponidi Wijaya atau yang
biasa disapa Wijaya, berdasarkan data dari Akta Lahir dan KTP, diketahui bahwa
ia lahir pada hari Sabtu tanggal 17 Februari 1970 di Yosowilangun-Lumajang. Ia
tercatat sebagai anak pertama laki-laki dari pasangan suami istri Bapak Satikan
dan Bu Rumyani yang bertempat tinggal di Desa Munder, Kecamatan Yosowilangun,
Kabupaten Lumajang. Menurut pernyataan Wijaya, ada kesalahan pencatatan dalam
akta lahir beliau. Wijaya bukanlah putra pertama, melainkan putra ke-8. Ia
mengatakan bahwa akta lahir tersebut dibuat setelah ada pemutihan. Pemutihan
yang dimaksudkan adalah keterlambatan pembuatan akta lahir. Akta lahir Wijaya
dibuat ketika ia duduk dibangku SMA pada tahun 1989. Pada tahun tersebut
ayahnya telah meninggal dunia, maka dari itu dalam akta lahir keterangan Bapak
Satikan tercantum telah meninggal dunia. Wijaya juga bukan anak pertama dari
Bapak Satikan, melainkan anak ke-8 dari 9 bersaudara diantaranya Astiyam,
Halimah, Nasihan, Nasifah, Satina, Lasi, Karlin, Bapak Wijaya sendiri dan adik
beliau yang bernama Nasiyah. Ketika penulisan akte lahir, semua saudara Wijaya
(kecuali adiknya, Nasiyah) telah berkeluarga, maka dari itu dalam akta lahir di
sebutkan beliau sebagai putra pertama. Wijaya kecil dulu bersekolah di SD
Negeri 1 Munder. Menurut keterangan dari Lasi (kakak Wijaya), Wijaya adalah
anak yang pintar di sekolahnya dan bahkan ia selalu mendapatkan ranking.
Setelah dinyatakan lulus, Wijaya meneruskan sekolahnya di SMP Negeri 1
Yosowilangun dan kemudian menerukan ke SMA Negeri Yosowilangun hingga
dinyatakan lulus pada tahun1990.
Wijaya terlahir sebagai tuna warna (buta warna). Inilah yang
membuatnya sering mendapatkan ejekan dari kalangan teman, masyarakat dan bahkan
dari beberapa anggota keluarganya sendiri. Buta warna yang dialaminya
adalah buta warna total. Kebutaan warna
total merupakan kasus yang disebabkan ketiadaan pigmen warna pada sel retina.
Buta warna total adalah kasus yang sangat jarang terjadi. Pada buta warna total,
penyandangnya tidak bisa mengenali warna lain, kecuali hitam dan putih. Dan
inilah yang akhirnya membuat Wijaya pada tahun 1990 (setelah dinyatakan lulus
dari SMA) melanjutkan bimbingan di PRPCN (Panti Rehabilitasi Penderita Cacat
Netra) yang berada di Jalan Beringin No.13, Janti, Kabupaten Malang.
Panti Netra adalah salah satu unit pelaksanaan teknis yang
mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Dinas Sosial Provinsi Jawa
Timur di bidang penyantunan, rehabilitasi, bantuan, bimbingan, pengembangan dan
resosialisasi penyandang cacat netra. Kegiatan yang dilakukan bervariasi. Yakni
pencegahan (preventif), Perlindungan (protectif), Penyembuhan (remedial),
pemberdayaan (promotif), dan pengembangan (development).
Berdasarkan data sekunder yang didapat penulis dari media
internet, dijelaskan bahwa panti netra ini memeberikan pelayanan berupa
serangkaian bimbingan dan rehabilitasi sosial, meliputi pembinaan fisik,
mental, sosial, psikososial, advokasi, latihan keterampilan kerja,
resosialisasi, serta pembinaan lanjut dengan harapan agar pada akhirnya para
penyandang cacat netra mampu berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat.
Wijaya mendapatkan keterampilan kerja setelah ia menyelesaikan
bimbingan di PRPCN kota Malang berupa keterampilan memijat. Dan di PRPCN ini
juga ia dipertemukan dengan Munasari.
Munasari
Munasari, berdasarkan
data yang diperoleh penulis dari sumber primer yaitu Munasari sendiri dan juga
bukti lain berupa KTP, diketahui bahwa ia lahir di Banyuwangi pada tanggal 15
Desember 1968. Munasari terlahir sebagai putri dari pasangan Bapak Sarip dan Bu
Ramini. Ia merupakan anak bungsu (terakhir) dari enam bersaudara diantaranya
Nasria, Walidu, Sukirman, Amira, Asmania, Munawaroh dan Munasari sendiri.
Munasari dan Munawaroh adalah saudara kembar (tidak identik).
Pada usia dua tahun, Munasari mengalami kebutaan dikarenakan
wabah demam panas. Menurut sumber
data yang diambil penulis dari media internet, dikatakan bahwa beberapa faktor
yang menyebabkan penyakit ini di antaranya, cakupan imunisasi pada anak rendah
sehingga mereka mudah terserang penyakit. Selain itu, yang tak kalah penting
faktor sanitasi lingkungan yang tidak terpeliharan dengan baik. Penyakit ini,
dapat menimbulkan komplikasi, misalnya menyebabkan kebutaan pada mata, penemonia
(radang paru-paru), diare, bahkan pada stadium tinggi dapat menyebabkan
kematian bagi penderita. Penyakit demam panas yang dialami Munasari mendapat
penanganan yang terlambat. Ketelambatan
penanganan inilah yang akhirnya menyebabkan kebutaan pada kedua matanya sampai
sekarang.
Dengan status tuna netra yang dimilikinya, membuat Munasari
sering mendapat ejekan dan sindiran meremehkan dari teman, lingkungan maupun
keluarga. Munasari yang tidak ingin terus menerus diremehkan, akhirnya pada
tahun 1984-1985, memutuskan untuk mengikuti bimbingan di bawah naungan PRPCN
Kota Malang. Pada kepulangannya ini, Munasari sekaligus menjadi saksi di
pernikahan saudara kembarnya bersama dengan anggota keluarga lainnya. Di tahun
1986, ayah Munasari meninggal dunia. Munasari merasa sangat kehilangan karena
ayahnya adalah orang yang paling dia sayang. Kemudian Munasari kembali
mendapatkan bimbingan di PRPCN pada tahun 1990, tahun yang sama dengan masuknya
Wijaya. Selama menjalani bimbingan, Munasari terbiasa pulang pergi Banyuwangi-Malang
seorang diri dengan menggunakan bus.
Di Panti Netra, selama menjalani proses rehabilitasi, Munasari
mendapatkan fasilitas penginapan (asrama). Ia diasramakan dengan kamar tidur
yang bersih dan memadai. Munasari juga mendapatkan pakaian seragam dan baju
olahraga, sepatu, serta sarana asrama lainnya. Makan diberikan tiga kali
sehari. Selain itu ada layanan pendidikan berupa petak Braille, reglet, pen,
dan kertas Braille. Juga mendapatkan tongkat putih sebagai sarana mobilitas,
alat-alat kebersihan diri berupa sabun cuci, sabun mandi, shampo, sikat gigi
dan pasta gigi, serta alat-alat kebersihan wisma.
Selama masa pendidikan, Munasari diberi bimbingan keterampilan
untuk kehidupan sehari-hari. Sehingga tuna netra seperti Munasari dapat terampil
melakukan kebersihan diri, perawatan pakaian, perawatan rumah, menjahit
sederhana, memasak, perawatan bayi dan anak, serta berbagai ketrampilan lain
untuk mempertahankan hidup secara normatif dengan mandiri.
Sama seperti Wijaya, Munasari juga memperoleh pengajaran
keterampilan pijat sebagai menu akhir dari bimbingan yang beliau dapat dari
PRPCN. Panti Netra Malang menjadikan pijat urut teknik refleksi, massage, dan
shiatsu sebagai “menu akhir” atau bimbingan lanjutan bagi para penyandang cacat
netra selama mengikuti proses rehabilitasi yang dikemas berupa PBK (Praktek
Belajar Kerja). Waktunya paling lama dua bulan, sebelum akhirnya dilepas di
masyarakat. Mereka juga diberikan modal kerja sebagai bekal kerja sesuai jenis
keterampilan yang dimiliki.
Perkenalan
Wijaya dan Munasari
Tidak hanya ada
bimbingan kemandirian saja, para penyandang cacat yang berada di Panti Netra
juga bisa menampilkan bakat mereka dalam pertunjukan seni yang di selenggarakan
oleh pihak panti. Dalam acara inilah akhirnya Wijaya dan Munasari dipertemukan.
Dalam pertunjukan seni yang akan diselenggaran itu, Munasari
akan menampilkan sebuah drama bersama dengan teman-temannya yang lain dengan
judul “Bawang Merah Bawang Putih”. Munasari berperan sebagai Bawang Merah
sementara Wijaya adalah pengarah peran untuk Munasari. Menurut pernyataan
Wijaya, ia sudah tertarik dengan Munasari sejak pertama ia mengenalnya.
Seringnya Wijaya menemani Munasari melakukan latihan untuk pertunjukan, membuat
rasa ketertarikan mereka berdua semakin dalam. Dan Wijaya segera mengutarakan
isi hatinya itu tanpa ragu lagi.
Tepat di hari pementasan, Bu Rumyani (ibu Wijaya) datang
menghadiri pementasan untuk melihat penampilan dari gadis yang disukai
putranya. Sementara keluarga dari Munasari tidak ada yang datang satupun.
Pementasan berjalan dengan sangat lancar. Munasari menampilkan penampilan yang
baik, setidaknya itulah yang di ceritakan oleh WIjaya. Wijaya menuntun Munasari
dan mengenalkannya pada Bu Rumyani. Bu Rumyani adalah orang yang sangat baik
dan mau menerima Munasari apa adanya. Wijaya dan Munasari sudah mendapat restu
pertama dari ibu Wijaya, yaitu Bu Rumyani.
Ketika hari libur bimbingan, Wijaya mengajak Munasari pulang ke
Lumajang, ke rumahnya untuk di perkenalkan pada keluarga besarnya. Tidak semua keluarga
menerima dengan baik kehadiran Munasari di sana. Nasiyah (adik Wijaya) seolah
memandang sebelah mata pada Munasari. Dia juga menyayangkan kenapa kakaknya
mencari kekasih seorang gadis buta. Menurutnya, Munasari akan merepotkan
kakaknya. Tapi Wijaya tentu tidak mempedulikan itu karena ia sangat menyukai
Munasari.
B.
Konflik dan kehidupan sosial keluarga Ponidi Wijaya
dan Munasari setelah menikah
Setelah selesai
menjalani bimbingan di PRPCN, Munasari pulang kembali ke kota beliau,
Banyuwangi. Ketika Munasari berada di tempat tinggalnya,
tanpa di duga dan
pemberitahuan, Wijaya dan keluaganya datang ke Banyuwangi untuk melamar
Munasari. Munasari dan keluarganya menerima lamaran itu dan mereka sepakat
untuk segera menikahkan Wijaya dan Munasari. Setidaknya kedatangan Wijaya ke
Banyuwangi membuahkan hasil yang baik dan membahagiakan, padahal ia sudah
berfikir dengan segala kemungkinan terburuk bahwa pinangannya tidak akan di
terima.
Berdasarkan data yang didapat penulis dari Akta Nikah, Wijaya
dan Munasari dinyatakan sah menjadi suami istri pada hari Senin tangga 24 Juni
1991 pada pukul 07.00. Karena ayah dari Munasari telah meninggal, dalam
pernihan tersebut, Walidu (kakak kandung laki-laki Munasari) yang menjadi wali
nikah. Wijaya menikahi Munasari dengan mas kawin berupa uang tunai senilai
10.000 rupiah.
Setelah pernikahan
tersebut, Munasari yang tidak ingin meninggalkan keluarganya, membuat ia tidak
ingin meninggalkan rumahnya dan mengajak Wijaya untuk tinggal di Banyuwangi.
Wijaya menyutujuinya. Namun, Bu Ramini (ibu Munasari) dan saudara kembarnya
menolak keinginan Munasari.
Setelah Bapak Sarip (ayah Munasari) meninggal, ada pembagian
warisan dalam keluarganya. Setiap anak mendapatkan warisannya masing-masing
sementara untuk Munasari dan saudara kembarnya, mereka harus berbagi warisan.
Rumah dan tanah yang dijadikan sebagai tempat tinggal ayah dan ibunya di
wariskan untuk mereka berdua. Munawaroh (saudara kembar Munasari) tidak
menginginkan Munasari dan Wijaya tinggal serumah dengannya dan suaminya. Bu
Ramini (ibu Munasari) meminta Munasari untuk mengalah dan menyerahkan warisan
itu sepenuhnya untuk Munawaroh dengan alasan tidak mungkin ada dua keluarga
dalam satu rumah. Itu sangat menyakiti hati Munasari pada saat itu. Munasari
kecewa karena ibunya lebih menyayangi saudara kembarnya dibandingkan dengannya.
Wijaya akhirnya membawa Munasari pulang ke Lumajang dan membangun kehidupan
baru mereka di sana.
Wijaya dan Munasari
hidup dengan kesederhanaan. Pada 28 Agustus 1992, Allah menganugerahkan seorang
bayi laki-laki tampan dalam kehidupan mereka. “Wahyu Mustofa Ikhsan”, itulah
nama yang diberikan Wijaya untuk anak laki-laki pertamanya. Kelahiran Wahyu
membawa kebahagiaan di keluarga kecil Wijaya dan Munasari. Munasari memberi
kabar mengenai kelahiran putra pertamanya kepada keluarganya yang berada di
Banyuwangi. Ternyata niatan baik Munasari membuat hatinya lebih terasa sakit
karena tidak ada satupun keluarganya yang datang hanya untuk melihat bagaimana
keadaannya dan bayinya.
Suatu waktu, Wahyu
terkena muntaber di usianya yang baru menginjak 6 bulan. Transportasi yang
sulit untuk pergi ke rumah sakit yang ada di kota, membuat Wahyu harus menunggu
lebih lama untuk bisa mendapat perawatan. Di rumah, Wahyu hanya mendapat
perawatan secara tradisional dari Bu Rumyani. Obat-obat tradisional tidak
kunjung membuat Wahyu membaik. Dan Wahyu akhirnya tidak bisa bertahan lagi
dengan sakitnya. Allah mengambil Wahyu dari Wijaya dan Munasari. Ini pukulan
yang sangat berat untuk Wijaya dan Munasari. Di tambah lagi, sampai Wahyu telah
dimakamkan, tidak ada satupun keluarga dari Banyuwangi yang datang. Namun,
selang beberapa hari ada dua kakak laki laki Munasari yang datang ke Lumajang.
Mereka meminta maaf karena tidak bisa datang saat kelahiran Wahyu bahkan sampai
dia telah diambil kembali oleh Allah. Mereka meminta Munasari untuk kembali ke
Banyuwangi bersama suaminya. Mereka mengatakan bahwa keluarga sudah menyediakan
sebidang tanah untuk untuknya dan suaminya membangun kehidupan baru di sana.
Wijaya dan Munasari menyetujuinya dan akhirnya mereka pulang ke Banyuwangi.
Wijaya dan Munasari
benar benar memulai kehidupan baru mereka dari nol lagi. Tidak terlalu lama
hingga akhirnya rumah kecil mereka selesai di bangun. Wijaya mulai bekerja
dengan Sukirman (kakak Munasari) sebagai buruh bangunan dan sekaligus sebagai
juru pijat di rumah.
Pada 26 Agustus 1994, Munasari melahirkan seorang putri yang
akhirnya diberi nama “Rokhimatul Jannah” yang berarti penyayang surga. Munasari
dan Wijaya membesarkan putrinya dengan baik. Mereka tidak ingin kehilangan anak
yang mereka sayangi untuk kedua kalinya.
Menurut pernyataan Wijaya, dengan kehadiran seorang anak di
keluarga kecil mereka, membuat mereka menjadi lebih semangat dalam bekerja
untuk membahagiakan anak mereka. Akhirnya, pada 23 Agustus 2000, Munasari
kembali melahirkan seorang putri yang diberi nama “Makheda Elsafi”. Hingga pada
akhirnya, Wijaya dan Munasari harus kehilangan putrinya untuk kedua kalinya.
Pada usia yang baru menginjak tiga bulan, tanpa diketahui sebabnya, Elsa
meninggal dunia. Pukulan hebat untuk kedua kalinya bagi Wijaya dan Munasari.
Jenazah Elsa diberangkatkan dengan di gendong oleh Sukirman (kakak Munasari)
dan Wijaya yang memegang payung untuk memayungi jenazah putrinya menuju
pemakaman.
Rasa sedih Munasari karena kehilangan Elsa, terbayarkan dengan
kembali dikaruniai seorang bayi perempuan yang lahir pada 14 Mei 2004 yang
diberi nama “Jihan Putri Rizqia Maharani”. Menurut Wijaya, kehadiran anak ke
empatnya membawa berkah yang melimpah seperti namanya. Wijaya bisa membeli
rumah yang lebih layak untuk istri dan kedua putrinya. Rumah baru yang dibeli
Wijaya adalah bekas rumah Amira, kakak Munasari yang sudah meninggal.
Menurut pernyataan Wijaya, sebelum ia dan keluarganya menempati
rumah tersebut, sempat terjadi cekcok dengan salah satu putra dari Nasriya
(kakak Munasari) yang bernama Mukiyat. Mukiyat adalah penyewa rumah tersebut,
namun waktu sewa sudah habis dan Mukiyat sudah harus keluar dari rumah itu
untuk ditempati pemilik baru, yaitu Wijaya dan keluarganya. Mukiyat yang terus
menunda kepindahannya, membuat Wijaya mendatangi Mukiyat dan mengingatkan bahwa
waktu sewanya telah habis. Mukiyat yang merasa risih, menjadi marah pada
Wijaya. Terjadi adu mulut antara keduanya sampai-sampai ayah Mukiyat (Kasmuri)
ikut tersulut emosi. Pernyataan tersebut dibenarkan oleh Munawaroh (saudara
kembar Munasari). Munawaroh mengatakan bahwa Kasmuri juga sempat membawa parang
dan ingin membunuh Wijaya. Namun, tindakan Kasmuri bisa dicegah oleh keluarga
yang lain. Permasalah akhirnya dapat di musyawarahkan. Mukiyat akhirnya
bersedia keluar dari rumah tersebut. Dan satu minggu kemudian, Wijaya membawa
keluarganya pindah ke rumah tersebut.
C.
Pekerjaan yang di jalanin Ponidi Wijaya dan Munasari
Berdasarkan keterampilan memijat
yang dipelajari Wijaya dan Munasari ketika masih di PRPCN, pada tahun 1992
mereka membuak praktik pijat di rumah. Jika dikisaran tahun 1992-2004 Wijaya
memiliki pekerjaan sambilan yaitu sebagai buruh bangunan, tapi kemudian mulai
tahun 2004 Wijaya fokus dengan pekerjaannya sebagai juru pijat. Munasari juga
ikut bekerja bersama Wijaya menjadi juru pijat.
Teknik pijat
yang dipergunakan Wijaya dan Munasari adalah sebuah teknik pijat penggabungan
antara teknik pijat dari Inggris (untuk teknik dasarnya) dan teknik akupuntur
dan akupresur dari Cina. Teknik dasar yang dipakai dalam teknik pijat Wijaya
adalah lebih menekankan kepada telapak tangan pemijat. Sedangkan teknik
akupresur merupakan pengobatan Cina yang menggabungkan akupuntur dan pijat.
Akupresur hanya menggunakan tekanan jari tangan yang secara langsung merangsang
bagian titik titik melalui Qi pada tubuh. Perawatan akupresur dapat
menyembuhkan berbagai macam penyakit. Perewatan akupresur memakai titik dan
meridian tubuh untuk merangsang syaraf yang diinginkan.
Masyarakat kebanyakan menjadikan terapi pijat sebagai salah satu cara untuk mendapatkan kenyamanan. Wijaya mengatakan bahwa teknik pijatannya bertujuan untuk relaksasi atau penyegaran, pengobatan, diagnosa penyakit, dan peningkatan daya tahan tubuh.
Masyarakat kebanyakan menjadikan terapi pijat sebagai salah satu cara untuk mendapatkan kenyamanan. Wijaya mengatakan bahwa teknik pijatannya bertujuan untuk relaksasi atau penyegaran, pengobatan, diagnosa penyakit, dan peningkatan daya tahan tubuh.
1.
Relaksasi
atau penyegaran
Melalui Pijatan pada bagian tubuh
tertentu, akan membuat otot yang tegang dan kaku akan menjadi lemas. Hal inilah
yang kemudian menyebabkan badan terasa nyaman. Dengan dipijat, sirkulasi darah
dalam tubuh akan menjadi lancar. Sehingga transportasi oksigen dan nutrisi yang
dibawa oleh darah, bisa berjalan dengan lebih baik.
2.
Pengobatan
Pijatan yang dilakukan pada beberapa titik
syaraf, mampu memberikan energi dan dorongan pada organ tubuh yang mengalami
masalah. Adanya energi ini, akan mendorong tubuh bekerja dengan lebih optimal
sehingga penyakit yang dirasakan segera hilang
3.
Diagnosa
Penyakit
Para pemijat yang sudah berpengalaman
banyak seperti Wijaya dan Munasari, bisa dengan mudah mengetahui kondisi tubuh
seseorang dengan hanya meraba bagian yang terasa sakit. Menurut Wijaya, bagian
yang bermasalah memiliki suhu tubuh yang lebih tinggi daripada bagian tubuh
lain yang normal. Meski tidak bisa disamakan dengan diagnosa secara medis,
namun dalam kenyataannya apa yang dilakukan Wijaya dan Munasari ini sering
mengalami kebenaran.
4.
Peningkatan
Daya Tahan Tubuh
Menurut pendapat Wijaya, pemijatan yang
dilakukan pada orang yang sehat, akan memberikan daya tahan tubuh yang baik dan
tidak mudah terkena penyakit. Karena pada tubuh yang sehat, sirkulasi darah
akan semakin lancar peredarannya. Pada tubuh yang sehat, akan terdapat kekuatan
dalam menahan serangan penyakit. Sehingga hal ini bisa pula difungsikan sebagai
cara untuk mencegah datangnya penyakit.
Wijaya
dan Munasari tidak pernah mematok harga dalam memijat. Pengahasilan yang
didapat Wijaya dan munasari tidak menentu. Wijaya memberikan perkiraan
pendapatan untuk perbulannya mencapai 600.000-1000.000 jika pendapatan tersebut
digabungkan dengan pendapatan Munasari.
Dengan penghasilan tersebut, Wijaya
dan Munasari berusaha sebisa mungkin untuk mencukupi kebutuhan hidup
sehari-hari dan juga kebutuhan sekolah kedua putrinya. Putri pertamanya yaitu
“Rokhimatul Jannah” telah duduk di bangku kuliah. Ia menjadi mahasiswi di
Universita Negeri Malang Fakultas Ilmu Sosial, Jurusan Sejarah, Prodi
Pendidikan sejarah tahun 2013. Sementara putri bungsunya “Jihan Putri Rizqia
Maharani” masih duduk di kelas 4 bangku sekolah dasar di SD Negeri 5 Genteng.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Dalam Kehidupan Wijaya dan Munasari
tidak lepas dari permasalahan yang datang menimpa keluarga kecil mereka.
Masalah-masalah hidup seperti dialami Munasari dan Wijaya yang pada
hari-hari ini banyak menimpa banyak orang, dan jika tak dapat dikelola dengan
baik bisa mengakibatkan tekanan batin yang berat, bahkan bisa berujung stres
atau depresi. Dalam hidup, masalah itu pastilah selalu ada. Tak pandang bulu
apakah orang kaya atau orang biasa. Namun bukan masalahnya yang
penting, tapi bagaimana cara bersikap dalam menghadapi masalah itulah yang jauh
lebih penting.
B. Saran
Dalam
kehidupan keluarga dan bermasyarakat, hendaknya selalu menjaga kerukunan agar
tercipta kehidupan yang tentram dan teratur. Dengan menghargai kekurangan orang
lain dan tidak memperbesar suatu perkara yang kecil, ketentraman akan tercipta
dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat. Kekurangan orang lain bukan
untuk diremehkan ataupun dianggap rendah, menghargainya dan tidak menganggap
sebelah mata akan menjadikan hidup berdampingan menjadi lebih indah.
DAFTAR RUJUKAN
Internet :
Waspada online.
2008. Waspada Demam Panas Bisa
Menyebabkan Kebutaan. http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=18339:wabah-demam-panas-bisa-menyebabkan-kebutaan&catid=15:sumut&Itemid=28 . Diakses 30 November 2013.
Info Societa. 2009. Prestasi Dari Jalan Beringin. http://infosocieta.depsos.go.id/index.php/pantisosial/122-prestasi-dari-jalan-beringin.html. Diakses 30 November 2013
Ilham, Noor. 2012. Pengertian Buta
Warna Dan Penyebabnya. http://blognoorilham.blogspot.com/2012/08/pengertian-buta-warna-dan-penyebabnya.html . Diakses 30 November 2013
NARASUMBER :
·
Nama : Ponidi Wijaya
TTL :
17 – 02 - 1970
Pekerjaan :
Juru Pijat
Status :
Menikah
Alamat :
Jln. KH. Wakhir Hasyim Rt 01/ Rw 02 Maron, Genteng Kulon, Genteng - Banyuwangi
·
Nama : Munasari
TTL :
15 – 12 - 1968
Pekerjaan :
Juru Pijat
Status :
Menikah
Alamat :
Jln. KH. Wakhir Hasyim Rt 01/ Rw 02 Maron, Genteng Kulon, Genteng - Banyuwangi
·
Nama : Munawaroh
TTL :
15 – 12 - 1968
Pekerjaan :
Ibu rumah tangga
Status :
Menikah
Alamat :
Jln. KH. Wakhir Hasyim Rt 01/ Rw 02 Maron, Genteng Kulon, Genteng - Banyuwangi
·
Nama : Lasi
TTL :
23 – 07 - 1960
Pekerjaan :
Karyawan
Status :
Cerai
Alamat :
Probolinggo
LAMPIRAN
KTP Ponidi Wijaya
Akta Nikah Ponidi Wijaya & Munasari
KK (Kartu Keluarga)
Akta Lahir Dua Putri Ponidi Wijaya & Munasari
About Me
- pendidikansejarahofferingdum
Diberdayakan oleh Blogger.
free music at divine-music.info
Blog Archive
-
▼
2013
(46)
-
▼
Desember
(38)
- PERJALANAN BA...
- ILMU-ILMU BANTU SEJARAH MAKALAH REVISI U...
- <!--[if !mso]> v\:* {behavior:url(#default#VML);}...
- PERJUANGAN MUALIFAH MENCAPAI CITA MENJADI GURU AKI...
- Sejarah keluarga
- PERJALANAN BA...
- SEJARAH BP. HADI SUJONO DAN IBU RIWANTI SEBA...
- SEJARAH KELAM DAN PROSES MELAWAN KETERBATASAN DI ...
- SEPAK TERJANG BUYUT SEDO BULANGAN DALAM MEMBELA P...
- SEJARAH MEMOTIVASI KEHIDUPAN TANPA MEMANDANG KEKU...
- SEJARAH KELUARGA H.HASAN RAMLI, S.E DAN HJ.SRI MU...
- pengantar ilmu sejarah oleh nunik lailatul masruroh
- pengantar ilmu sejarah oleh nunik lailatul masruroh
- SEJARAH MULYADI DALAM KEIKUTSERTAANNYA DALAM MENUM...
- kisah cinta dan perjalanan hidup ibu riada
- sejarah dan proses kesetiaan ayah dan ibu
- makalah ilmu sejarah Muhamad Tarmizi
- makalah ilmu sejarah Muhamad Tarmizi
- makalah pengantar ilmu sejarah muhamad tarmizi
- Revisi Kelompok 6 (Otentisitas Kredibilitas)
- Sejarah Kehidupan Ayahku
- SEJARAH HIDUP IBU MUDJARROH UNTUK MENDAPAT GANTI R...
- SEJARAH KELUARGA DAN KEHIDUPAN EKONOMI BAPAK MASKUN
- SEJARAH SURONO SISWOPRAWIRO (1938-2011)
- SEJARAH KEHIDUPAN SOSIAL DAN PERMASALAHAN KELUA...
- SEJARAH KISAH CINTA”NGATU” DIMASA LALU MAKAL...
- revisi makalah kelompok 8
- SEJARAH IBU SUPINI SEBAGAI GURU TK DAN ORGANISATOR...
- KEHIDUPAN SULIT ‘SATIR’ AKIBAT SIFAT SERAKAH KELU...
- SEJARAH PERJALANAN HIDUP DAN TRADISI YANG ADA DI ...
- sejarah keluarga by achmad al fattah noer off D
- sejaarah usaha pak Djari
- SEJARAH KELUARGA PERANTAUAN
- SEJARAH KELUARGA DAN KEHIDUPAN EKONOMI BAPAK MASKUN
- SILSILAH DAN SEJARAH PERJALANAN KEHIDUPAN SOSIAL ...
- Sejarah Guwe
- PENGARUH PAKSAAN ORANG TUA TERHADAP KEHIDUPAN DAN ...
- Historiografi Keluarga : Sejarah Keluarga Ponidi W...
-
▼
Desember
(38)