- Home »
Windows 8 UI > Desgined By. Renadel Dapize
pendidikansejarahofferingdum
On Selasa, 17 September 2013
ILMU-ILMU BANTU SEJARAH
MAKALAH
UNTUK MEMENUHI
TUGAS MATAKULIAH
Pengantar Ilmu
Sejarah
yang dibina oleh
Ibu Indah Wahyu Puji Utami, S.Pd., S.Hum., M.Pd
oleh
Ana Nur Rohmatus
Saudah (130731615736)
Farisi Widodo (130731607261)
Ihdina Aulia
Putri (130731615740)
Ika Fajarwati (130731615694)
M. Syaeful Anam (130731616724)
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN SEJARAH
September 2013
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah “Ilmu-ilmu Bantu Sejarah”
sebagai salah satu tugas dalam mata kuliah “Pengantar Ilmu Sejarah”.
Dalam
penyusunan makalah ini, penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu peyusunan dan penulisan makalah ini sehingga
dapat menyelesaikan penulisan makalah ini dengan baik.
Akhirnya,
semoga makalah ini bermanfaat bagi mahasiswa selaku peserta didik serta
pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengembangkan mata kuliah “Pengantar Ilmu
Sejarah” di perguruan tinggi khususnya Universitas Negeri Malang.
Penulis
sadar makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu penulis berharap
saran dan kritik dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini di masa-masa
mendatang.
Malang,
September 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL............................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................ ii
DAFTAR ISI............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................... 4
B. Rumusan
Masalah................................................................................. 6
C. Tujuan.................................................................................................... 6
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Ilmu Bantu Sejarah.............................................................. 7
B. Bidang-bidang Ilmu Bantu Sejarah....................................................... 7
1. Arkeologi............................................................................................... 7
2. Epigrafi.................................................................................................. 9
3. Filologi................................................................................................ 12
4. Genealogi............................................................................................ 15
5. Kronologi............................................................................................ 15
6. Numismatik......................................................................................... 16
7. Ilmu-Ilmu Sosial.................................................................................. 17
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.......................................................................................... 18
DAFTAR RUJUKAN.............................................................................. 19
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Sejarah
tentu tidak asing dalam kehidupan. Sejarah dipelajari mulai dari SD sampai SMA. Sebagai
sebuah ilmu, sejarah tentu memiliki peran yang signifikan bagi pribadi bangsa Indonesia
dengan sejarah-lah dapat mengenal peristiwa dan budaya yang terjadi pada masa
lampau dengan sejarah akan dikenalkan tentang hal yang harus diketahui. Sejarah
bukan hanya hafalan tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau
tapi lebih dari itu sejarah akan membentuk identitas dan karakter bangsa ini.
Mengutip dari perkataan presiden pertama RI, Bung Karno yaitu “Jas Merah (Jangan
Sampai Melupakan Sejarah)” karena bangsa yang besar adalah bangsa yang bisa
menghargai sejarah pada masa lampau.
Untuk mempelajari sejarah dengan
sungguh-sungguh dan benar sesuai dengan ketentuan ilmu bukanlah pekerjaan yang
mudah, diperlukan keahlian lain untuk bisa membaca sumber sejarah, apalagi yang
memakai bermacam aksara ada pallawa jawa kuna, bahasa sanskerta atau yang hanya
berupa benda saja seperti kebudayaan masa prasejarah seperti nekara, sorkofagus
dan lain-lain dengan ragam bahasa yang bermacam-macam serta benda-benda yang
beragam. Untuk memahami hal demikian tentunya ada keterkaitan isi atau
kandungan sumber sejarah dengan berbagai segi kehidupan seperti permasalahan
ekonomi, sosial, politik, budaya, agama, ketatanegaraan, pemegang kekuasaan
atau menentukan dari periodesasi sejarah tersebut. Sehingga, sejarahwan
mustahil dapat menggali sumber itu sendirian tanpa perlunya bantuan dari
ilmu-ilmu lain yang memiliki hubungan erat dengan pokok kajiannya. Dalam hal ini sejarahwan tidak bekerja sendirian, dan sejumlah
ilmu dapat memberikan bantuan atau bahkan ada yang sepenuhnya mengabdikan diri
bagi kepentingan ilmu sejarah (seperti arkeologi), lazim disebut dengan istilah
ilmu bantu sejarah (auxillary discipline).
Menurut Sidi Gazalba dalam Pengantar
Sejarah sebagai ilmu menyatakan bahwa ilmu purbakala (arkeologi), ilmu piagam,
filologi, palaeografi, kronologi, senumismatik, dan genealogi menjadi
ilmu bantu sejarah. Gazalba selanjutnya menambahkan bahwa ilmu sosial seperti
etnografi, ekonomi, dan ilmu sosial lainnya juga dapat membantu sejarahwan
dalam tugasnya menyusun sejarah. Sedangkan Heru Soekradi K.
dalam dasar-dasar Metodologi Sejarah menempatkan filologi, arkeologi,
numismatik, kronologi, epigrafi, dan genealogi sebagai “ilmu bantu sejarah”,
atau ancillary diciplin. Ilmu-ilmu itu menurut Heru Soekradi sepenuhnya
mengabdikan diri untuk sejarah. Adapun yang termasuk sebagai ilmu-ilmu bantu
sejarah ialah ilmu-ilmu sosial (auxillary disciplin).
Berdasarkan keterangan para ahli kita bisa
mengetahui betapa saling adanya kaitan kajian ilmu satu dengan ilmu yang lain.
Sehingga, kita membutuhkan pemahaman-pemahaman ilmu dalam bidang lain yang
memiliki kaitannya dengan kajian ilmu sejarah. Tentunya ilmu-ilmu bantu
tersebut bukan hanya sekedar sebagai pelengkap saja artinya kita tidak bisa
memberikan sebuah batasan-batasan apakah ilmu tersebut memiliki kajian yang mendalam
tentang permasalahan dalam bidang sejarah. Sehubungan dengan itu, tidaklah
tepat jika memberikan sebuah batasan hitam-putih mana yang dianggap sebagai
ilmu dasar atau hanya sebagai ilmu bantu sejarah.
Dengan demikian subjektivitas dari seorang
sejarahwan memiliki peranan yang besar. Dengan beragam-ragam ilmu maka
perspektif sejarawan tergantung dari bidang kajian ilmunya, sejarawan dengan
pandangan ekonomi tentu memiliki perbedaan dengan sejarawan yang memiliki
kajian di bidang sosialogi atau lainnya. Sehingga, sejarawan tentu memiliki
sebuah perspektif yang tidak hanya melalui satu dimensi melainkan multi dimensi
untuk menghilangkan atau mengurangi unsur subjektifitas tersebut. Dengan
demikian, unsur objektivitas dari sejarah tetap ada.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Apa yang dimaksud dengan Ilmu Bantu
Sejarah?
2. Apa saja ilmu Bantu dalam bidang Ilmu Sejarah?
C. TUJUAN
1.
Untuk memahami tentang ilmu bantu
sejarah
2. Untuk
memberi pemahaman pada bidang-bidang ilmu yang memiliki kaitan dengan ilmu
sejarah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ilmu Bantu Sejarah
Ilmu Bantu
merupakan ilmu yang berguna untuk sejarah. Diantara ilmu bantu ialah numismatik
(ilmu mata uang dan medali), arkeologi, kronologi, dan sebagainya. Ilmu bantu
tersebut memiliki peranan penting bagi Ilmu Sejarah dan saling memiliki kaitan
satu sama lain. Dengan bantuan ilmu tersebut ilmu sejarah dapat memberikan
sebuah informasi yang diperoleh melalui sumber-sumber sejarah dengan lebih mendetail.
B. Bidang-bidang Ilmu Bantu Sejarah
1. Arkeologi
Arkeologi
berasal dari bahasa Yunani, archaeo
yang berarti “kuno” dan logos “ilmu”.
Arkeologi adalah ilmu yang mempelajari kebudayaan (manusia) masa lalu melalui
kajian sistematis atas data bendawi yang ditinggalkan. Peninggalan
purbakala atau peninggalan arkeologi merupakan warisan sejarah dalam bentuk
visual. Warisan meliputi peninggalan dari zaman prasejarah (nirleka) dan zaman
sejarah, yang terdapat baik di atas permukaan tanah maupun terpendam di
dalamnya. Benda-benda itu dikeluarkan lewat penggalian (excavasi).
Peninggalan dari periode pra sejarah yang
terpenting diantaranya ialah, kapak-kapak, pra sejarah dalam berbagai
perkembangannya dari chopper, peble, persegi, dan lonjong dapat memberikan
pentunjuk tingkat kehidupan masyarakat dan perekonomiannya pada masa-masa
paleolotikum (zaman batu tua), mesolitikum (zaman batu tengah), dan neolitikum
(zaman batu muda).
Berdasarkan peninggalan seperti menhir,
dolmen, sarcofagus, batu kubur, pundek berundak-undak, dapat pula diperkirakan
bagaimana tingkatan kehidupan kerohanian dan kepercayannya. Dari zaman sejarah
(Indonesia) peninggalan purbakala itu diantaranya meliputu peninggalan bersifat
keagamaan seperti candi, stupa, patung, wihara, patirtan, gua-gua, pura,
masjid, serta makam-makam. Peninggalan berupa alat-alat kehidupan sehari-hari
seperti mata uang kuna, cermin, lampu (blencong), senjata, pintu-pintu gerbang,
situs istana, sumur dan lain-lain. Dalam hal ini candi perlu mendapat perhatian
khusus.
Peninggalan purbakala dalam bentuk candi
merekam banyak data-data sejarah pada zamannya. Yang jelas ialah sebuh candi
memberikan petunjuk tentang agama yang dikaitkan dengan pendiriannya, atau
jenis agama tertentu yang dianut oleh dinasti atau masyarakat pada periode
tertentu. Candi yang melukiskan perkembangan bentuk arsitektur. Khusunya
arsitektur bangunan suci dari zaman ke zaman. Relief candi dalam batas tertentu
dapat dikatakan sebagai potret kehidupan sosial budaya pada zamannya. Potret
kehidupan sosial budaya yang melingkungi saat pendiriannya. Misalkan saja pada
relief pada candi Jago telah terlukis bagaimana tingkah laku wanita tatkala
melihat pria yang sangat tampan : Arjuna. Jenis kesenian tertentu seperti tari
gambyong (tayub) tampaknya telah ada pada masa pendirian candi Borobudur. Tari
kuda lumping terlukis pada suatu bidang pada candi Prambanan. Bentuk kehidupan
sosial lainnya seperti pasar yang terlukis pada candi Panataran tidak jauh dari
gsmbaran pasar-pasar tradisional yang masih tersisa saat ini. Pada relief yang
terlukis pada candi Sukun ternyata teknologi pandai besi (Jawa, besalen) yang
tidak jauh berbeda denngan besalen pada masa kini yang menghadapi kepunahan.
Dari relief yang tertera pada patirtan di belakang komplek candi Panataran dan
patung dwarapala pada candi induk jelaslah bahwa fabel, seperti cerita serial
kancil telah hidup dan dikenal luas di kalangan masyarakat pada masa itu. Tidak
mustahil cerita yang sangat termasyhur di kalangan rakyat itu mempunyai fungsi
edukatif. Demikian pila dengan bangunan joglo atau cungkup yang kemudian lazim
digunakan pada komplek-komplek makam Islam telah terlukis pada relief candi
Tigawangi dari masa kerajaan Majapahit. Tidak jarang terdapat hubungan erat
antara epigrafi dan arkeologi. Hal ini terbukti dengan berbagai prasasti atau
sumber tertulis tertentu seperti Pararaton Negarakertagama memberikan petunjuk
atau bahkan berhubungan dengan pendiriannya. Cotoh lain misalnya : prasasti
Canggal (732) dengan candi Gunung Wukir, prasasti Dinaya (760) dengan candi
Bandut, prasasti Kalasan (778) dengan candi Kalasan, prasasti Karangtengah
(842) dengan candi Borobudur. Dalam teks Pararaton juga disebut candi-candi di
Jajago (Tumpang), candi Kidal. Candi Singosari, candi Jawi, candi Rimbi dan
lain-lain.
Dari sudut perkembangan kebudayaan percandian
Jawa Tengah mencermeninkan gaya bangunan tatkala pengaruh kebudayaan dan agama
Hindu sedemikian kuat dalam periode sejarah Indonesia. Di pihak lain
bangunan percandian di Jawa Timur memberikan petunjuk makin menonjolnya unsur
kebudayaan Indonesia asli (Javanisasi), sementara kebudayaan dan agama Hindu
makin merosot. Tudak jarang relief suatu candi atau peninggalan purbakala juga
melukiskan lingkungan sekitarnya khususnya lingkungan fauna, lingkungan alam
seperti pohon pandan, siwalan (pada komplek Sendang Suwur), dan relief gunung
atau perbukitan terlukis hampir disemua obyek kepurbakalaan Islam di pantai
utara Jawa. Peninggalan purbakala sangat penting artinya bagi rekronstruksi
sejarah kebudayaan, di samping juga untuk mengisi celah-celah yang tidak
terekam oleh sumber-sumber tertulis.
2. Epigrafi
Epigrafi
berasal dari kata up (di atas), graphien (menulis,tulisan). Epigrafi adalah
ilmu yang menyelidiki sejarah berdasarkan bahan-bahan tertulis, yaitu tilisan
kuno. Karena itu ada yang menyamakan epigrafi dengan paleografi (ilmu tentang
tulisan kuno). Tidak mengherankan bila epigrafi sering dihubungkan dengan
tulisan-tulisan pada prasasti. Memang penelitian terhadap prasasti sangat
penting bagi studi sejarah Indonesia kuno, sejak zamannya Krom hingga sekarang
tidak kurang dari 50% sebagai hasil rekonstruksi sejarah Indonesia kuna
berdasarkan penelitian prasasti. Namun juga tidak semua prasasti dapat
dimanfaatkan untuk keperluan itu.
Dibalik
itu juga perlu diketahui bahwa betapapun urgensinya prasasti sebagai sejarah,
tidak berarti prasasti merekam semua peristiwa pada zamannya. Prasasti hanya
merekam beberapa aspek tertentu seperti soal-soal politik, sosial, dan agama.
Kehidupan masyarakat pada umunya seperti ekonomi, seni, budaya, dan lain-lain
jarang atau sedikit sekali disinggung dalam prasasti. Karena bila ingin
mengetahui gambaran sejarah secara menyeluruh masih diperlukan sumber lain
seperti karya-karya sastra, peninggalan purbakala, berita-berita asing dan
lain-lain. Pitono dalam hal ini menyarankan agar dapat mencapai pengetahuan
sejarah yang bulat dan obyektif, metode yang terbaik dalam metode komparatif. Sarono
Kartodirdjo, pelopor sejarawan sosial Indonesia menyarankan agar sejarawan
dalam berusaha memperoleh pemahaman sejarah secara utuh menerapkan pendekatan
yang dinamakannya pendekatan multi dimensional (multi dimention approach), atau
social scientific approach. Yang dimaksud ini adalah untuk mencapai kebenaran
sejarah yang obyektif, serta menyeluruh sejarawan harus menganalisanya dengan
berbagai pendekatan ilmu sosial atau dimensi ilmu sosial secara terkait.
Tujuan
utama epigrafi adalah pembacaan tulisan kuna tanpa kesalahan. Hai ini sangat
ditekankan karena tulisan-tulisan kuna itu memang sukar dibaca oleh nernagai
sebab. Sebab-sebab itu antara lain :
(1)
huruf-hurufnya rusak karena bahan
prasastinya aus akibat usia ataupun karena tangan-tangan usil,
(2)
tiap-tiap periode bentuk hurufnya mengalami perkembangan,
(3)
huruf itu sendiri memang sudah tidak terpakai lagi.
Lain
pada itu epigrafi juga bertugas menentukan usia , asal tulisan, serta
menentukan kesalahan-kesalahan yang menyelinap dalam teks kemudian
membersihkannya. Belum lagi bila prasasti itu sebagai prasasti turunan
(tinulad) yang tidak jarang menimbulkan kesulitan karena penyalinannya tidak
cermat baik dalam aksara maupun dalam bahasa. Ilmuwan yang pertama kali
mengangkat epigrafi sebagai ilmu bantu sejarah ialah Ludwing Troube. Di Eropa
tulisan epigrafi memusatkan perhatiannya pada naskah atau teks-teks manuskrip
Yunani dan pagam-piagam dari zaman pertengahan.
Dalam
menjalankan tugas-tugasnya, ahli epigrafi banyak menjumpai berbagai macam
hambatan. Menurut arkeolog Indonesia yang menekuni bidang epigrafi yaitu
Drs.Hasan Djafar, masalah yang pertama adalah karena banyak prasasti
terutama prasasti batu, yang sudah demikian usang sehingga sulit untuk
membacanya. Ia harus membaca bagian-bagian yang usang tersebut berkali-kali
sampai mendapatkan pembacaan yang memuaskan. Dengan menguasai bentuk huruf kuno
dengan segala lekuk likunya, dan dengan senantiasa membanding-bandingkan
huruf-hurufnya yang usang itu dengan huruf-huruf yang masih jelas, seorang ahli
epigrafi berusaha untuk memperoleh pembacaan yang selengkap-lengkapnya. Kedua,
dihadapkan pada waktu menterjemahkan prasasti-prasasti itu. Pengetahuan
mengenai bahasa-bahasa kuno yang digunakan dalam prasasti masih belum cukup
untuk memahami sepenuhnya makna yang terkandung di dalam naskah-naskah itu.
Ahli epigrafi bak detektif yang mencari tahu mengenai kehidupan maupun
peristiwa masa lampau melalui kode-kode rahasia berupa huruf maupun
gambar melalui kemampuannya dalam menganalisis. Sehingga masyarakat, khususnya
ahli sejarah dan arkeologi, mendapatkan informasi sejarah yang jelas dan valid.
Seorang ahli epigrafi dibutuhkan dalam memecahkan sebuah catatan sejarah yang
ditulis oleh masyarakat masa lampau agar dapat dimengerti oleh masyarakat saat
ini. Berdasarkan bahannya prasasti ada yang dibuat dari batu
(lingo prasasti, lingopala), tembaga (tamra), dan emas atau perak (swarna).
Berdasarkan aksara yang dipakai atau prasasti yang ditulis dengan abjad Pallawa,
sebagai prasasti yang tertua di Indonesia (pasasti Yupa dan Kutai) abjad Jawa
Kuno (prasasti Dinaya), abjad Pra Nagari (prasasti Kalasan dan Kelurak).
Huruf-huruf Pallawa, jawa kuno, jawa tengahan (madia), dan jawa baru merupakan
perkemnagan huruf atau abjad Brahmi.
Ditinjau
dari segi bahasanya terdapat prasasti yang memakai bahasa
(1)
Sankrit yaitu prasasti Kutai,
(2)
bahasa Melayu kuno (Sriwijaya),
(3)
bahasa Jawa kuna (prasasti zaman Jawa Tengahan dan Jawa Timur,
(4)
Bali kuna (prasasti di Bali s/d 1010 AD).
Sejak
itu sebagian prasasti di Bali ditulis dengan bahasa Jawa kuna,
(5)
Sunda kuna (prasasti raja Sri Jayabhupati Ik. 1030 dan prasasti Batutulis dari
Sri Baduga Maharaja, Pajajaran).
Hasil
epigrafi apa yang diperoleh dari pembacaan prasasti ?
Antara
lain :
(1)
nama dan gelar raja,
(2)
nama dan gelar pejabat birokrasi,
(3)
nama dewa dan pendeta,
(4)
upacara ritual,
(5)
kronologi,
(6)
jenis hadiah/pemberian raja,
(7)
kutukan bagi para pelanggar.
Bagi
epigrafis atau prasasti di anggap penting karena :
(1)
berfungsi sebagai maklumat resmi,
(2)
sebagai dokumen negara,
(3)
sebagai pengabdian suatu peristiwa penting,
(4)
dianggap sakral dan berkekuatan magis,
(5)
bukti sejarah di berbagai bidang dari para raj zaman dahulu, dan
(6)
sifatnya yang tahan lama karena dibuat dari bahan yang tidak mudah rusak.
Apakah
prasasti merupakan sumber sejarah tanpa cacat?
Ternyata tidak.
Betapapun otentiknya prasasti-prasasti tetap
mamiliki kelemahan sebagai berikut.
(1)
Hanya memberitakan peristiwa resmi.
(2)
Pembuatannya sering mempunyai tendensi tertentu yaitu pemujaan terhadap raja
(king worship : verheerlijking van de vorst).
(3)
Karena adanya unsur king worship tidak jarang prasasti kurang obyektif atau
bersifat sepihak.
3. Filologi
Filologi
berasal dari kata Yunani philologia yang berarti kegemaran berbincang-bincang.
Perbincangan atau percakapan sebagai seni memperoleh perhatian khusus dari
bangsa Yunani. Makna itu kemudian berubah menjadi kata “cinta kepada kata”
sebagai pengejahwatanan pikiran. Ternyata makna itu terus bergeser ke
pengertian “perhatian terhadap sastra”. Terakhir menurut Wagenvoost makna kata
itu berubah lagi menjadi “studi terhadap sastra”.
Adapun
batasan lain tentang makna filologi sebagai berikut :
1.
Menurut kamus, istilah filologi adalah ilmu
yang menyelidiki kerokhanian suatu bangsa dengan kekhususannya atau menyelidiki
kebudayaan berdasar bahasa dan kesustraannya.
2.
Menurut Woordenboek der Nederlandse
Taal, filologi adalah berhubungan dengan bahasa dan sastra Yunani dan Romawi,
kemudian meluas kepada bahasa dan sastra bangsa lainnya.
3.
Menurut Webster New International
Dictionary, filologi selain memiliki pengertian seperti telah dikemukakan,
kemudian diperluas sebagai pengertian ilmu bahasa serta studi tentang
kebudayaan bangsa yang beradab seperti terungkap dalam bahasa, sastra, dan
agama mereka.
Sulastin
Sutrisno dalam pidato pengukuhannya pada jabatan Guru Besar Ilmu Filologi di
UGM Yogyakarta menandaskan, melalui studi bahasa dalam teks-teks, filologi
bertujuan untuk mengenal teks-teks, filologi bertujuan untuk mengenal teks-teks
secara sempurna kemudian menempatkannya dalam konteks sejarah kebudayaan suatu
bangsa. Apabila tidak, kemungkinan penelitian kesimpulan tentang teks baik
secara keseluruhan, bagian pokok, atau sampingannya akan jauh memyimpang.
Pentingnya
sastra bagi sarana penelitian filologi, karena sastra bukan hanya milik bersama
masyarakat, bukan hanya diturunkan lewat generasik, namun sastra juga berfungsi
sebagai media ekspresi ide-ide untuk jangka waktu yang lama, pembentuk norma
bagi generasi sezaman maupun penerus. Sastra menampilkan gambaran kehidupan
yang mencakup hubungan antara masyarakat dengan orang-orang dan peristiwa yang
terjadi dalam batin manusia.
Kegiatan
filologi dimulai dari Eropa pada era renaisans dan humanisme. Pada era itu
orang menggali kembali sastra klasik Yunani Romawi. Kegiatan yang semula
bertujuan melakukan kritik teks untuk mengetahui kemurnian Firman Tuhan serta
memahami kekeramatannya ternyata menumbuhkan kegiatan kritik teks untuk
keperluan rekonstruksi naskah yang telah rusak. Filologi menelitinya lewat
bahasa dan makna yang terkandung didalamnya, kemudian memperbaikinya. Kegiatan
itu sebenarnya telah berkembang sejak abad III BC di perpustakaan dan museum
Iskandaria, Mesir. Di waktu berikunya teks-teks yang telah dibetulkan kemudian
disalin oleh para penyalin yang seringkali pekerjaannya tidak profesional,
hingga menimbulkan kesalahan-kesalahan. Kesalahan – kesalahan itu dapat berupa
kata-kata, kalimat, atau bagian-bagiannya. Ataupun ada halaman yang terlampaui
dan tertukar dalam proses penyalinan.
Dengan
ditemukannya teknologi cetak pada abad XV mutu perbaikan teks menjadi lebih
baik, di samping kemungkinan musnahnya suatu naskah makin kecil. Dengan jalan
demikian terjaminlah kelangsungan hidup teks-teks itu turun temurun. Lewat
teks-teks klasik itu para ahli filologi berhasil menggali nilai-nilai hidup
yang terkandung dalam kebudayaan lama.
Indonesia
sebenarnya merupakan khasanah raksasa bagi studi filologi, karena naskah-naskah
kunonya kebanyakan ditulis dan dibaca dengan huruf daerah. Isinya beraneka
ragam mulai sastra, dalam arti terbatas sampai masalah agama, sosial dan
sejarah. Yang sangat penting bagi study sejarah ialah bahan mengenai bahasa
daerah, yang secara keseluruhan dapat memberikan gambaran lebih jelas tentang
kebudayaan Indonesia.
Naskah-naskah
bahasa Melayu dan Jawa ditulis pada bahan kertas. Naskah berbahasa Jawa kuna
aslinya ditulis di atas lontar. Di Jawa naskah lontar dapat dikatakan telah
tidak ada orang yang menyimpan, tetapi di Bali dan Lombok masih banyak. Naskah
Batak biasanya memakai kulit kayu atau rotan. Kecuali di Indonesia, sekitar 26
negara lain menyimpan naskah-naskah lama dari Indonesia seperti : Malaysia,
Singapura, Brunai, Sri Lanka, Thailand, Mesir, Amerika Serikat, Irlandia,
Spanyol, Italia, Jerman Barat, Jerman timur, Hongaria, Belgia, dan Rusia.
Kegiatan
Filologi di tanah air kita baru mulai abad XIX, dirintis oleh sarjana-sarjana
Eropa tertutama Belanda. Diantara mereka itu : Geriche, Cohenstuart, J.L.A.
Brandes untuk bahasa Jawa kuna, Klinkert untuk bahasa Melayu, Van Ronkel, Von
Dewell, Van Hovell untuk syair-syair. Dari Inggris Thomas S. Raffles dan
Crawfurd untuk penelitian bahasa dan naskah Melayu, Th. Pigeaud untuk bahasa
Jawa kuna dan Tengahan, naskah-naskah Islam oleh Dewes dan B. Schrieke. Dari
pihak sarjana Indonesia perintisnya antara lain Hoesein Djajaningrat,
Poebatjaraka, Prijohutomo, Tjan Tjoe Som yang kesemuanya telah almarhum.
4. Genealogi
Genealogi berasal dari kata gene, yaitu
plasma pembawa sifat-sifat keturunan.Genealogi merupakan ilmu yang mempelajari
mengenai perihal ilmu keturunan. Dahulu kaisar-kaisar, raja-raja, atau
orang-orang termuka membuat pohon silsilah (family tree) untuk menunjukkan
asal-usul leluhurnya. Peletak dasar ilmu genealogi ialah J. Ch. Gatter
(1727-1799), kemudian Q. Lorerirensa menerapkan dalam penulisan ilmiah (1898).
Pada kenyataannya, ilmu genealogi memiliki peranan yang penting dalam sejarah
semenjak manusia memasuki zaman sejarah, khususnya menyangkut masalah tahta. Perhatikan
misalnya pada prasasti Yupa dari Muarakaman di Kutai. Prasasti itu dengan jelas
memberitahukan genealogi Mulawarman dengan leluhurnya : Kudungga. Prasasti
Canggal (732) melukiskan genealogi Sanjaya dan leluhurnya dan masih banyak lagi
contoh genealogi di Indonesia. Sekarang timbullah pertanyaan, mengapa genealogi
menjadi begitu penting dalam studi sejarah kuna (baik di Indonesia), khususnya
bagi kelangsungan suatu dinasti atau tahta kerajaan? Berbagai peristiwa sejarah
yang besar seperti huru-hara, perang saudara, pemberontakan suatu dinasti,
salah satu penyebabnya merupakan faktor keturunan.
5. Kronologi
Kronologi
atau ilmu hitung waktu terbagi menjadi tiga, yaitu kronologi historis,
kronologi teknis, dan kronologi matematik. Kronologi disebut juga sebagai
almanak atau tentang penanggalan, atau kalender. Apabila kronoligi historis
menunjukkan hitungan waktu (penanggalan) dalam konteks terjadinya sejarah.
Misalnya hari jadi Surabaya 31 Januari 1293, pecahnya pertempuran Surabaya pada
tanggal 10 November 1945, dan lain-lain. Maka kronologis teknis ialah hitungan
yang berkaitan dengan sistem almanak atau kalender. Kronologis historis
dinamakan pula sebagai kronografi. Dalam studi sejarah kronologis historis
merupakan tulang punggungnya. Tiap peristiwa tidak terpisahkan dari berbagai
waktu. Peristiwa-peristiwa yang terjadi dapat dirintut hubungannya dalam waktu.
Sebagai contoh, pada tahun 1275 Kertanegara mengirim ekspedisi Pamalayu ke Sumatra.
Akibanya Singasari kosong. Karena itu Wiraraja memberitahu Jayakatwang bahwa
saatnya telah tiba untuk bertindak, dan pada tahun 1292 Jayakatwang dari Kediri
melancarkan serangan terhadap Singasari, dan seterusnya. Di sini dapat diruntut
hubungan sebab akibat tentang ekspedisi Pamalayu dan serangan Jayakatwang dalam
bingkai waktu. Untuk menetapkan atau mencari angka-angka tahun dalam kronologi
historis berkaitan erat dengan kronologi teknis.
Kronologi
teknis atau sistem kalender (penanggalan) membahas sistem almanak atau
penanggalan suatu bangsa. Pertama sistem kalender berdasarkan perederan
bulan. Sistem ini disbut sebagai lunar
system atau tahun
qamariah (qamaria ; bulan). Sistem ini agaknya sebagai sistem yang lebih tua.
Sistem kedua yaitu berdasarkan peredaran Matahari, atau tahun syamsiah (matahari), disebut juga sebagai solar system. Dewasa ini kalender yang
dipakai secara luas diseluruh dunia adalah kalender Masehi, berdasarkan
perhitungan peredaran matahari. Pemakaian kalender ini sebagai akibat sangat
luasnya pengaruh perdaban Eropa di dunia Internasional.
6. Numismatik
Numismatik
atau ilmu mata uang, mengkaji sejarah perkembangan mata uang dari zaman purba
sampai sekarang. Mata uang tertua berasal dari peninggalan bangsa Yunani
sekitar 700 BC.Dilihat dari bahannya, mata uang ada yang dibuat dari bahan
emas, perak, tembaga, aluminium dan kertas. Pada bangsa-bangsa yang masih
primitive (masih tingkat prasejarah) tidak jarang mereka memakai benda-benda
seperti kulit kerang sebagai alat penukar. Dewasa ini sebagian besar
negara-negara di dunia, membuat mata uangnya dari bahan kertas.
Ditinjau
dari nilai yang dikandungnya, mata uang memiliki dua nilai : intrinsik dan
nominal. Nilai intrinsik ialah nilai berdasarkan bahan yang digunakan untuk
membuat mata uang. Nilai nominal ialah nilai tukar dari suatu satuan mata uang
sebagaimana tertera padanya. Sebagai contoh pada mata uang rupiah ada yang
bernila nominal Rp.25,- Rp.100,- Rp.500,- Rp.1000,- Rp.5000,- dan Rp.10.000,-
Bagi
kepentingan studi sejarah mata uang diantaranya memberikan data-data tentang
tokoh-tokoh pahlawan dari negara yang bersangkutan, nilai tukar, nama pejabat
yang berwenang, program tertentu dari suatu pemerintahan, seperti : Keluarga
Berencana (KB), pelestarian lingkungan, peringatan peristiwa-peristiwa
tertentu, pengaruh kebudayaan, dan lain-lain.
Dari
konteks sejarah ekonomi manfaat numismatik sangat jelas, karena nilai suatu
mata uang, dalam periode tertentu memberikan petunjuk bagaimana keadaan
perekonomian negara yang bersangkutan. Dari segi sejarah kebudayaan, persebaran
suatu mata uang juga memberikan gambaran sampai seberapa jauh pengaruh suatu
negara atau bangsa terhadap perekonomian bangsa lain. Sebagai contoh pengaruh
dalam alat pembayaran atau alat pertukaran internasional.
Persebaran
itu juga memberikan petunjuk bagaimana dan sampai sejauh mana luas pengaruh politik
suatu negara terhadap perekonomian dunia atau internasional. Berdasarkan mata
uang yang dikoleksi secara lengn kronologis dkap dapat pula dipakai sebagai
bahan untuk merekonstruksi sejarah suatu negara atau suatu dinasti. Seperti
dekemukakan, di atas mata uang memiliki bahan atau data-data sejarah yang
diperlukan.
7. Ilmu-ilmu Sosial
Semua
cabang ilmu sosial seperti politik, ekonomi, sosiologi, antropologi, geografi,
psikologi dan lainnya juga merupakan ilmu bantu sejarah. Hal itu disebabkan
karena manusia sebagai mahkluk sosial dalam berbagai aspek kehidupannya tidak
terlepas dari aspek-aspek lainnya. Bahkan di kalangan para ahli berbeda
pendapat dalam menempatkan sejarah, apakah termasuk ilmu sastra atau ilmu
sosial. Oleh karena itu studi sejarah yang komprehensip dan meltidimensional
memerlukan bantuan konsep-konsep ilmu-ilmu sosial untuk menjelaskan suatu
gejala sejarah (social scientific approach). Berdasarkan kenyataan ini,
sebagian sejarawan menempatkan sejarah dalam kelompok ilmu sosial.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Ilmu Bantu Sejarah Merupakan ilmu yang
berguna untuk sejarah kaitannya untuk memberikan sebuah informasi dalam
sumber-sumber sejarah.
2.
Bidang-bidang Ilmu Bantu Sejarah, diantaranya:
a.
Arkeologi
b.
Epigrafi
c.
Filologi
d.
Genealogi
e.
Kronologi
f.
Numismatik
g.
Ilmu-ilmu Sosial
DAFTAR RUJUKAN
Kuntowijoyo
.2013. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta
: Tiara Wacana
Luky, Dwi. 2011.
Ilmu-ilmu Bantu Sejarah. (Online), dalam ProQuest http://dwiluky.wordpress.com/2011/07/02/ilmu-ilmu-bantu-sejarah/
di akses
7
September 2013
Yusuf, Dede.
2012. Ilmu-ilmu Bantu Sejarah. (Online), dalam ProQuest http://dedeyusuf-29.blogspot.com/2012/01/ilmu-ilmu-bantu-sejarah.html
di
akses 7 September 2013
About Me
- pendidikansejarahofferingdum
Diberdayakan oleh Blogger.
free music at divine-music.info
Blog Archive
-
▼
2013
(46)
-
▼
September
(8)
- PRINSIP-PRINSIP PEMBELAJRAN SEJARAH MAKALA...
- METODE PENULISAN SEJARAH MAKALAH UN...
- SEJARAH SEBAGAI ILMU MAKALAH UNTUK MEMEN...
- OTENSITAS DAN KRETADIBILITAS SEJARAH MAKALAH ...
- PERAN INTERPRETASI dan IMAJINASI DALAM SEJARAH ...
- ILMU-ILMU BANTU SEJARAH MAKALAH UNTUK MEM...
- FAKTA PERISTIWA DAN CERITA SEJARAH MAKALAH ...
- PERIODISASI SEJARAH MAKALAH UNTUK MEMENUHI ...
-
▼
September
(8)