Archive for September 2013
PRINSIP-PRINSIP PEMBELAJRAN SEJARAH
MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
PENGANTAR ILMU SEJARAH
Yang di bina oleh Ibu Indah W.P.U, S.Pd., M.Pd
Oleh:
1. Achmad al fattah Noer (130731607260)
2. Ardi Neo sandi (130731615698)
3. Dina Cahyaning Pertiwi (130731615692)
4. Imam Machbub (130731607260)
5. Rokhimatul Jannah (130731615739)
4. Imam Machbub (130731607260)
5. Rokhimatul Jannah (130731615739)
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN SEJARAH
SEPTEMBER 2013
KATA PENGANTAR
Memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, karena atas berkah dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini, yang berjudul Prinsip – Prinsip Pembelajaran Sejarah dengan harapan dapat mengetahui, serta memahami prinsip – prinsip pembelajaran sejarah yang baik. Dan juga saya tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah mendukung dalam pembuatan makalah ini.
Penulis sadar makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kritik maupun saran diharapkan dapat diberikan kepada pembaca untuk lebih menyempurnakan makalah ini semoga bermanfaat. Terima kasih.
Malang, 9 September 2013
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN............................................................. 4
Latar belakang Masalah .................................................. 4
BAB II. PEMBAHASAN............................................................... 5
BAB III. PENUTUP ...................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ................................................................... 27
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kegiatan pembelajaran merupakan hal yang paling penting dalam implementasi kurikulum. Untuk mengetahui efektifitas dan efisiensi pembelajaran, dapat diketahui melalui kegiatan pembelajaran. Untuk itu dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran tersebut, seyogyanya seorang pengajar tahu bagaimana membuat kegiatan pembelajaran berjalan dengan baik dan dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Prinsip-prinsip pembelajaran merupakan bagian penting yang perlu diketahui oleh seorang pengajar, dengan memahami prinsip-prinsip pembelajaran, seorang pengajar dapat membuat suatu acuan dalam pembelajaran sehingga kegiatan pembelajaran akan berjalan lebih efektif serta dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Prinsip-prinsip pembelajaran merupakan bagian penting yang perlu diketahui oleh seorang pengajar, dengan memahami prinsip-prinsip pembelajaran, seorang pengajar dapat membuat suatu acuan dalam pembelajaran sehingga kegiatan pembelajaran akan berjalan lebih efektif serta dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Hakikat pembelajaran
Terdapat beberapa kesamaan substansi tentang belajar , yaitu pada dasarnya adalah perubahan prilaku (pengetahuan, sikap dan ketrampilan) sebagai hasil interaksi antara siswa dengan lingkungan pembelajaran.Mengajar pada dasarnya adalah kegiatan mengelola lingkungan pembelajaran agar berinteraksi dengan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Prof.Dr.A Chaedar alwasilah, MA memberikan batasan terhadap istilah belajar,mengajar, dan pembelajaran, yaitu: belajar (learning), mengajar (teaching), dan pembelajaran (instruction).
2. Prinsip-prinsip pembelajaran
Prinsip Pembelajaran
Prinsip pembelajaran adalah landasan berpikir,landasan berpijak, dan sumber motivasi agar proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik antara pendidik dengan peserta didik.
1. Prinsip Aktivitas
Pengalaman belajar yang baik hanya bisa didapat bila peserta didik mau mengaktifkan dirinya sendiri dengan bereaksi terhadap lingkungan. Belajar yang berhasil mesti melalui berbagai macam aktivitas, baik aktivitas fisik maupun aktivitas psikis. Aktifitas fisik adalah peserta didik giat dan aktif dengan anggota badan. Dalam prinsip ini, maka tugas guru dalam mengajar antara lain:
2. Prinsip Motivasi
Motivasi berarti dorongan atau keinginan, baik datang dari dalam diri (instrinsik) maupun dorongan dari luar diri seseorang (ekstrinsik).
3. Prinsip Lingkungan
Lingkungan adalah sesuatu hal yang berada di luar diri individu. Lingkungan pengajaran adalah segala hal yang mendukung pengajaran itu sendiri yang dapat difungsikan sebagai sumber pengajaran atau sumber belajar. Diantaranya; guru, buku, dan bahan pelajaran yang menjadi sumber belajar.
4. Prinsip Individualitas (Perbedaan Individu)
Secara psikologis, prinsip perbedaan individualitas sangat penting diperhatikan karena:
a. Setiap anak mempunyai sifat, bakat, dan kemampuan yang berbeda
b. Setiap individu berbeda cara belajarnya
c. Setiap individu mempunyai minat khusus yang berbeda
d. Setiap individu mempunyai latar belakang yang berbeda
e. Setiap individu membutuhkan bimbingan khusus dalam menerima
pelajaran yang diajarkan guru sesuai dengan perbedaan individual
f. Setiap individu mempunyai irama pertumbuhan dan perkembangan yang
berbeda
5. Prinsip Konsentrasi
Konsentrasi adalah pemusatan secara penuh terhadap sesuatu yang sedang dikerjakan atau berlangsungnya suatu peristiwa. Konsentrasi sangat penting dalam segala aktivitas, terutama aktivitas belajar mengajar.
6. Prinsip Kebebasan
Prinsip kebebasan dalam pengajaran yang dimaksud adalah kebebasan yang demokratis, yaitu kebebasan yang diberikan kepada peserta didik dalam aturan dan disiplin tertentu. Dan disiplin merupakan suatu dimensi kebebasan dalam proses penciptaan situasi pengajaran.
7. Prinsip Peragaan
Alat indera merupakan pintu gerbang pengetahuan. Peragaan adalah menggunakan alat indera untuk mengamati, meneliti, dan memahami sesuatu. Pemahaman yang mendalam akan lahir dari analisa yang komprehensif sehingga menghasilkan gambaran yang lengkap tentang sesuatu.
8. Prinsip Kerjasama Dan Persaingan
Kerjasama dan persaingan adalah dua hal berbeda. Persaingan yang dimaksud bukan persaingan untuk saling menjatuhkan dan yang lain direndahkan, tetapi persaingan yang dimaksud adalah persaingan dalam kelompok belajar agar mencapai hasil yang lebih tinggi tanpa menjatuhkan orang atau siswa lain.
9. Prinsip Apersepsi
Apersepsi dalam pengajaran adalah menghubungan pelajaran lama dengan pelajaran baru, sebagai batu loncatan sejauh mana anak didik mengusai pelajaran lama sehingga dengan mudah menyerap pelajaran baru.
10. Prinsip Korelasi
Korelasi yaitu menghubungkan pelajaran dengan kehidupan anak atau dengan pelajaran lain sehingga pelajaran itu bermakna baginya. Korelasi akan melahirkan asosiasi dan apersepsi sehingga dapat membangkitkan minat siswa pada pelajaran yang disampaikan.
11. Prinsip Efisiensi dan Efektifitas
Prinsip efisiensi dan efektifitas maksudnya adalah bagaimana guru menyajikan pelajaran tepat waktu, cermat, dan optimal. Alokasi waktu yang telah dirancang tidak sia-sia begitu saja, seperti terlalu banyak bergurau, memberi nasehat, dan sebagainya.
12. Prinsip Globalitas
Prinsip global atau integritas adalah keseluruhan yang menjadi titik awal pengajaran. Memulai materi pelajaran dari umum ke yang khusus. Dari pengenalan sistem kepada elemen-elemen sistem. Pendapat ini terkenal dengan Psikologi Gestalt bahwa totalitas lebih memberikan sumbangan berharga dalam pengajaran.
13. Prinsip Permainan dan Hiburan
Setiap individu atau peserta didik sangat membutuhkan permainan dan hiburan apalagi setelah terjadi proses belajar mengajar. Bila selama dalam kelas siswa diliputi suasana hening, sepi, dan serius, akan membuat peserta didik cepat lelah, bosan, butuh istirahat, rekreasi, dan semacamnya. Maka guru disarankan agar memberikan kesempatan kepada anak didik bermain, menghibur diri, bergerak, berlari-lari, dan sejenisnya untuk mengendorkan otaknya.
BAB III
PENUTUP
Manusia adalah mahluk Allah yang paling mulia,di dalam Al-qur’an banyak sekali ayat-ayat Allah yang memulyakan manusia dibandingkan dengan mahluk yang lainnya.Dan dengan adanya ciri-ciri dan sifat-sifat utama yang diberikan oleh Allah SWT kepada manusia menjadikannya makhluk yang terpilih diantara lainnya memegang gelar sebagai khalifah di muka bumi untuk dapat meneruskan,melestarikan,dan memanfaatkan segala apa yang telah Allah ciptakan di alam ini dengan sebaik-baiknya.
Tugas utama manusia adalah beribadah kepada Allah SWT.Semua ibadah yang kita lakukan dengan bentuk beraneka ragam itu akan kembali kepada kita dan bukan untuk siapa-siapa.Patuh kepada Allah SWT,menjadi khalifah,melaksanakan ibadah,dan hal-hal lainnya dari hal besar sampai hal kecil yang termasuk ibadah adalah bukan sesuatu yang ringan yang bisa dikerjakan dengan cara bermain-main terlebih apabila seseorang sampai mengingkarinya.Perlu usaha yang keras,dan semangat yang kuat ketika keimanan dalam hati melemah,dan pertanggungjawaban yang besar dari diri kita kelak di hari Pembalasan nanti atas segala apa yang telah kita lakukan di dunia
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rohman dalam topik 2011. Prinsip-prinsip pembelajaran,(pnline), http://arassh.wordpress.com/2011/06/02/prinsip-prinsip-pembelajaran/
Riwayat. (2008). Teori Belajar,Program dan Prinsip Pembelajaran : http://rahmashizuke.blogspot.com/2013/04/teori-dan-prinsip-pembelajaran.html
METODE PENULISAN
SEJARAH
MAKALAH
UNTUK
MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Pengantar
Ilmu Sejarah
Yang
dibina oleh Ibu Indah Wahyu Puji Utami, S.Pd, S.Hum, M.Pd
Oleh
Alifah Nur Muslimah (130731607245)
Galih
Yoga Wahyu Kuncoro (130731615690)
Intan
Febri Layyinah (130731615706)
Muhammad
Tarmizi (130731607232)
UNIVERSITAS
NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU
SOSIAL
JURUSAN SEJARAH
SEPTEMBER 2013
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sudah banyak sekali buku-buku
tentang sejarah yang pernah kita baca, mulai dari zaman prasejarah sampai
sejarah pada zaman milenium ini, buku-buku tersebut memberikan bacaan dan ilmu
yang sangat kita butuhkan sebagai seorang agen sejarah, segala informasi yang
tersusun secara sistematis dan memberikan kita banyak sekali pengetahuan yang
lebih jauh tentang sejarah, semuanya tersusun rapi, memiliki sistematika yang
jelas sehingga mudah untuk difahami.
Namun tak banyak kita ketahui,
bagaimanakah sebenarnya metode penulisan buku sejarah tersebut sehingga
pengetahuan tentang sejarah dapat disajikan dengan begitu bagus dengan bahasa
yang baik dan efisien sehingga memudahkan kami dalam memahami sejarah.
Inilah yang mendorong kami untuk
mencari informasi lebih tentang metode penulisan sejarah, dengan metode yang
seperti apa sehingga paparan sejarah yang disajikan bisa begitu sistematis?
Tidak asal tulis? Bagaimana cara menuliskan sejarah dengan metode yang baik dan
tidak membingungkan pembaca? Semoga makalah ini bisa menjawab ketidak tahuan kami
tentang metode penulisan sejarah.
B.
Topik
Pembahasan
Bertitik tolak dari latar belakang masalah diatas, kami
mengidentifikasi pokok-pokok masalah yang akan dibahas yaitu :
1.
Bagaimana
cara menulis sejarah dengan baik dan benar?
2.
Apa
sajakah metode yang digunakan dalam penulisan sejarah?
3.
Bagaimana
metode penyusunan sejarah?
C.
Tujuan
Penulisan Makalah
Berdasarkan topik pembahasan diatas, maka tujuan dari penulisan
makalah ini adalah mendorong mahasiswa agar mampu :
1.
Untuk mengidentifikasi metode apa saja
yang digunakan dalam penulisan sejarah
2.
Untuk memudahkan mahasiswa dalam
menyusun historiografi dengan baik dan benar
3.
Untuk menginformasikan kepada mahasiswa
bagaimana cara menyusun penulisan sejarah.
4.
Membuat suatu tulisan tentang sejarah
setelah mengetahui metode penulisannya.
BAB
II
PEMBAHASAN
D.
Penggunaan
catatanbawah
Sejarawan didalam karyanya yang serius meniadakan
catatanbawah, dengan demikian meniadakan sarana yang memungkinkan orang lain menguji
kesimpulan-kesimpulannya. Catatanbawah memungkinkan pembaca yang cerdas untuk
mengetahui bagaimana pengarang dapat mengetahui dan bagi seorang sejarawan, dan
bukan sebagai penghasil sesuap nasi bagi keluarganya, seorang pembaca yang
cerdas sama halnya dengan seratus pembaca dari jenis yang sering bergerombol
didalam klub-klub buku. Tambahan pula catatanbawah memungkinkan pengarang yang
tajam untuk memperoleh ketelitian yang lebih besar.
Sebab yang
paling dapat dipertanggungjawabkan untuk memakai catatanbawah adalah untuk
menunjukkan sumber bagi sesuatu pernyataan yang dapat diragukan kebenarannya.
Dengan demikian catatanbawah berfungsi seperti panggilan terhadap seorang saksi
didalam pengadilan. Diharapkan bahwa kesaksian itu dibuat sesingkat-singkatnya.
Kadang-kadang, jika para saksi berbeda paham, maka perlu memanggil lebih dari
satu, yakni untuk menyatakan perbedaan pahamnya dan bahkan untuk menghilangkan
perbedaan paham diantara mereka dalam suatu catatanbawah. Dalam hal semacam
itu, catatanbawah menjadi agak panjang tetapi akan tetap dipergunakan secara
khusus untuk tujuan-tujuan dokumentasi, untuk menunjukkan sumber bagi kesaksian
yang menjadi dasar daripada pernyataan yang diberi catatanbawah.
1.
Intisari
metode sejarah
Jika metode
sejarah mengalami perubahan yang lebih besar pada masa yang akan datang
dibandingkan dengan masa yang lampau, maka sejarawan dimasa yang akan datang
akan menempuh cara-cara yang sama seperti diuraikan didalam buku ini dalam
menghadapi dokumen sejarah yang langsung hidup. Setelah menemukan
dokumen-dokumen itu, ia harus menetapkan dua hal: Pertama, apakah
dokumen-dokumen itu otentik, atau
bagian-bagian yang mana yang otentik jika hanya sebagian diantaranya atau hanya
beberapa bagian dari yang otentik? Kedua, seberapa banyak dari bagian-bagian
otentik tersebut yang dapat dipercaya, dan sejauh mana? Hanya itulah yang dapat
diperoleh dokumen-dokumen itu sendiri. Akan tetapi hanya menemukan dan
menetapkan otentik-tidaknya dokumen atau bahkan mengeditnya secara kritis
dengan menunjukkan kredibilitasnya. Jika ingin menjadi sejarawan, satu hal yang
berat akan dihadapinya. Masalah itu adalah bagaimana caranya harus menyusun
detail yang telah disimpulkan dari dokumen-dokumen otentik menjadi suatu kisah
atau penyajian yang saling berhubungan. Hanya apabila telah melakukan ketiga
hal tersebut maka dapat disebut sebagai seorang sejarawan.
Dengan
demikian cara menulis sejarah mengenai suatu tempat, peristiwa, lembaga, atau
orang. Yang bertumpu pada empat kegiatan pokok :
1.
Pengumpulan objek yang berasal dari
jaman itu dan pengumpulan bahan-bahan tercetak, tertulis, yang boleh dijadikan
relevan.
2.
Menyingkirkan bahan-bahan yang tidak
otentik.
3.
Menyimpulkan kesaksian yang tidak dapat
dipercaya mengenai bahan-bahan yang otentik.
4.
Penyusunan kesaksian yang dapat
dipercaya menjadi suatu kisah atau penyajian yang berarti. Suatu pengertian
yang mngenai empat langkah tersebut diperlukan untuk membaca secara cerdas apa
yang telah dituliskan oleh sejarawan. Buku ini berisi uraian mengenai empat
langkah tersebut.
E.
Imajinasi
didalam historiografi
Sejarawan
tidak diijinkan untuk menghayalkan hal-hal yang menurut akal tidak mungkin
terjadi. Untuk tujuan tertentu yang kemudian akan kita bahas, ia boleh boleh
menghayalkan hal-hal yang mungkin telah terjadi. Tetapi ia harus menghayalkan
hal-hal yang kiranya pasti telah terjadi. Tidak mungkin untuk merumuskan
aturan-aturan mengenai penggunaan imajinasi didalam sejarah kecuali
ketentuan-ketentuan yang bersifat umum. Merupakan pepatah yang yang telah usang
bahwa sejarawan yang paling mengetahui hidup sekarang, juga akan mengetahui
hidup yang lampau. Karena watak manusia
tidak banyak berubah dalam masa historis, generasi-generasi sekarang dapat
mengerti generasi-generasi yang lampau dilihat dari sudut pengalamannya
sendiri.
Sejarawan yang dapat mengajukan analogi dan kontras
yang terbaik adalah mereka yang paling besar kesadarannya mengenai analogi dan
kontras yang mungkin ada, yakni mempunyai jangkauan pengalaman, imajinasi,
kearifan, dan pengetahuan yang seluas-luasnya. Sayang sekali tidak ada pepatah
usang yang mengatakan bagaimana caranya untuk memperoleh jangkauan daripada
sifat-sifat dan pengetahuan yang diinginkan itu, atau bagaimana cara
mengalihkannya untuk mengerti masa lampau. Karena segalanya itu tidak hanya
dihimpun dengan peraturan atau tauladan, kerajinan dan doa, meskipun semuanya
itu dapat menolong. Dan karena itu, dalam arti usaha mensistesakan data sejarah
menjadi kisah atau penyajian dengan jalan menulis buku-buku sejarah dan artikel
atau mengungkapkan kuliah-kuliah sejarah, tidak mudah memberi aturan-aturan.
Harus diluangkan tempat bagi bakat asli dan inspirasi. Dan agaknya hal itu
merupakan sesuatu yang baik. Tetapi karena peraturan dan teladan mungkin ada
gunanya, disini akan diusahakan untuk memberikan beberapa peraturan dan contoh.
F. Masalah Seleksi, Penyusunan Dan
Tekanan
Metode sejarah
bersifat ilmiah jika dengan ilmiah dimaksudkan “mampu untuk menentukan fakta
yang dapat dibuktikan” dan jika dengan fakta dimaksudkan suatu unsur yang
diperoleh dari hasil pemeriksaan yang kritis terhadap dokumen sejarah dan
bukannya suatu unsur dari aktualitas yang lampau. Apaka menguntungkan atau
merugikan, fakta-fakta yang tidak bersambungan pada dirinya sendiri tidak
merupakan hasil akhir sejarah. Sesuatu deskripsi mengenai
masyarakat-masyarakat, kondisi-kondisi, gagasan-gagasan, dan lembaga-lembaga
yang lampau atau suatu kisah mengenai karir dan peristiwa yang lampau biasanya
merupakan tujuan bagi penyelidikan sejarah secara individual. Suatu deskripsi
atau peristiwa seperti itu sering kali disebut secara terpisah sebagai sesuatu sejarah
dan, sebagaimana telah dinyatakan sebelumnya, dalam keseluruhannya
penulisan-penulisa sejarah kadang-kadang disebut historiografi.
G. Mendefinisikan Kembali
Historiografi
Kenyataan
bahwa ada arti-arti baru yang diberikan kepada kata-kata yang telah
dipergunakan dengan arti yang lain, menyebabkan timbulnya sebagian kekacauan
dalam diskusi-diskusi mengenai hakekat sejarah. Kiranya ada baiknya untuk
mengulangi disini bahwa suatu sejarah merupakan suatu usaha yang sengaja untuk
memberikan pertelaan untuk mengenai sesuatu peristiwa lampau atau kombinasi
peristiwa-peristiwa; yakni apa yang disebut sejarah tertulis, untuk
memperbedakannya dari sejarah-sebagai-aktualitas (atau totalitas masa lampau manusia baik yang diketahui atau
tidak) dan dari sejarah yang direkam (atau bagian itu dari
sejarah-sebagai-aktualitas yang bagaimanapun caranya telah dimasukkan kedalam
rekaman yang dapat ditemukan, entah sudah ditemukan atau belum).
Dalam suatu jaman dimana kuliah-kuliah pada umumnya
tidak dibaca dari naskah tulisan tangan, sebagaimana yang terjadi dalam masa
belum adanya cetakan, historiografi
harus pula ditafsirkan meliputi sejarah lisan, karena kuliah, meskipun sarana
penerbitan yang lebih murah, lebih terbatas dan tidak terlalu awet dibandingkan
dengan pencetakan, mau tidak mau merupakan publikasi juga.
Dan historiografi yang menunjuk pada tulisan atau
bacaan yang dapat disebut Historis harus diperbedakan dari kata yang sama
apabila berarti proses penulisan sejarah (yakni, mempersatukan didalam sebuah
sejarah, unsur-unsur yang diperoleh dari rekaman-rekaman melalui pengetrapan
yang seksama daripada metode sejarah). Dalam halaman-halaman yang akan datang
akan dibahas historiografi dalam arti kata yang kedua.
H. Masalah Penyusunan: Periodesasi
Penyusunan
data sejarah yang paling masuk akal adalah penyusunan secara kronologis, yakni
dalam periode-periode waktu. Sebabnya ialah karena kronologi merupakan
satu-satunya norma objektif dan konstan yang harus diperhitungkan oleh para
sejarawan. Bahkan kronologi hanya secara relatif bersifat objektif, karena
periodesasi dapat dan seringkali bersifat sewenang-wenang. Terlalu mudah
sebutan-sebutan memberikan kesan bahwa perkembangan atau cita-cita yang
menonjol itu tidak terdapat pada zaman lain dalam proporsi yang mencolok atau
bahwa zaman-zaman yang ditonjolkan semacam itu tidak dapat disebut dengan nama
lain dengan sama akuratnya.
Tindakan memberikan suatu nama deskriptif kepada
sesuatu periode sejarah mungkin merupakan cara yang baik untuk memberikan
kepada periode itu suatu “kerangka referensi” yang dapat dipergunakan untuk
mengerti nilai-nilainya. Akan tetapi keuntungan itu menjadi hilang jika
meniadakan usaha meniadakan usaha mencari kerangka referensi yang lain. Tak ada
satupun zaman yang dapat disebutkan dengan tepat dengan memberikan satu sifat
tunggal yang eksklusif. Usaha-usaha seperti itu seringkali mengakibatkan
penggunaan secara kabur dan berkiasan terhadap istilah yang memberikan
karakteristik.
Dalam
knyataannya, studi sejarah sudah sangat dirugikan oleh kecenderungan untuk
memberikan kepada periode-periode tertentu yang hanya relatif tepat, terutama
sekali didalam tindakan membagi sejarah didalam periode-periode kuno,
pertengahan dan modern. Pertama, jikapun sebutan-sebutan itu sudah terasa kabur
dari sejarah Barat. Untuk budaya-budaya lain seperti budaya Cina atau Jepang
telah melalui tahap-tahap perkembangan yang seolah-olah merupakan transisi yang
analogis mulai suatu zaman klasik melalui suatu periode peralihan menuju kepada
sesuatu jaman modern, maka pembatasan-pembatasan kronologis terhadap tahap-tahap
itu tidak serasi dengan analogi baratnya. Kedua, kata-kata seperti kuno dan
abad pertengahan cenderung kepada prasangka mengenai jarak waktu, kematian, dan
keusangan yang seringkali akan tersangkat andaikata hasrat untuk memeriksa
lebih lanjut tidak dipadamkan. Bagian terbesar dari sejarah yang biasa kita
sebut kuno.
Peristiwa-peristiwa
sekarang nampak besar dan memakan tempat yang banyak halaman didalam buku
sejarah. Sejarawan manakah yang masih menganggap sebab-sebab bagi Perang Dunia
I sebegitu penting sebagaimana yang dianggap oleh sebagian mereka yang termasuk
generasi antara 1919 dan 1929? Perspektif sejarah, yakni kemampuan untuk
meliahat peranan yang layak dari pada seperangkat peristiwa didalam karir
panjang umat manusia, hanya dapat diperoleh dalam waktu yang lama. Oleh karena
itu, akan lebih baik keadaanya jika lebih banyak sejarawan memusatkan diri
kepada masalah-masalah yang kekal dan lembaga-lembaga atau gagasan-gagasan yang
menentukan didalam sejarah sejak rekamannya yang paling awal sampai masa kini,
daripada mempelajari periode-periode tertentu didalam sejarah. Bahwa sesuatu
kecenderungan kearah itu telah ada,
dibuktikan oleh perhatian yang semakin bertambah dari pihak para
sejarawan terhadap tahap-tahap perkembangan sejarah seperti sejarah ekonomi,
sejarah budaya, sejarah perniagaan, sejarah pertanian, dsb.
I.
Penulisan
sejarah yang bersifat ilmiah
Kegiatan terakhir dari penelitian
sejarah (metode sejarah) adalah merangkaikan fakta berikut maknanya secara kronologis/diakronis
dan sistematis, menjadi tulisan sejarah sebagai kisah. Kedua sifat uraian itu
harus benar-benar tampak, karena kedua hal itu merupakan bagian dari ciri karya
sejarah ilmiah, sekaligus ciri sejarah sebagai ilmu.
Selain
kedua hal tersebut, penulisan sejarah, khususnya sejarah yang bersifat ilmiah,
juga harus memperhatikan kaidah-kaidah penulisan karya ilmiah umumnya.
1.
Bahasa yang digunakan harus bahasa yang
baik dan benar menurut kaidah bahasa yang bersangkutan. Kaya ilmiah dituntut
untuk menggunakan kalimat efektif.
2.
Merperhatikan konsistensi, antara lain
dalam penempatan tanda baca, penggunaan istilah, dan penujukan sumber.
3.
Istilah dan kata-kata tertentu harus
digunakan sesuai dengan konteks permasalahannya.
4.
Format penulisan harus sesuai dengan
kaidah atau pedoman yang berlaku, termasuk format penulisan bibliografi/daftar
pustaka/daftar sumber.
Kaidah-kaidah
tersebut harus benar-benar dipahami dan diterapkan, karena kualitas karya
ilmiah bukan hanya terletak pada masalah yang dibahas, tetapi ditunjukkan pula
oleh format penyajiannya.
J.
Metodologi Sejarah
Metodologi
sejarah antara lain:
1.
Penulisan sejarah di Indonesia
Historiografi Indonesia modern baru dimulai
sekitar tahun 1957, waktu diselenggarakannya Seminar Sejrah Nasional Indonesia pertama
di Yogyakarta. Adanya perubahan cara penulisan sejarah dari Neerlandocentrisme
menjadi Indonesiacentrisme. Kategori pertama dari kepustakaan sejarah
ialah yang ditulis oleh sejarawan akademis. Kegiatan penulisan sejarah
yang lain meliputi berbagai kegiatan yang disponsori pemerintah dalam bentuk
proyek-proyek penulisan, sejarah militer, sejarah popular, sejarah lisan dan
lain-lain. Sebagai usaha tambahan dari penulisan sejarah adalah usaha
penerbitan arsip yang dikerjakan oleh Arsip Nasional.
Dapat disimpulkan kategori tersebut adalah
sejarah akademis, sejarah Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional
(IDSN) dan sejarah militer, dan sejarah popular.
2.
Sejarah Lisan
Penggalian sumber sejarah atau informasi mengenai
sejarah melalui teknik wawancara dengan orang-orang yang terlibat langsung atau
saksi suatu peristiwa pada masa lampau.
Kegunaan dari sejarah lisan adalah sebagai metode
tunggal, serta sebagai bahan dokumenter. Sejarah lisan juga mempunyai
sumbangan yang besar dalam mengembangkan substansi penulisan sejarah,
diantaranya dalam menggali sejarah dari pelaku-pelakunya tidak memiliki
batasan, dapat mencapai pelaku sejarah yang tidak disebutkan dalam dokumen, dan
memungkinkan perluasan permasalahan sejarah.
3.
Sejarah Kebudayaan
Sejarah kebudayaan adalah usaha mencari
“morfologi budaya”, studi tentang struktur, pendapat dari Huizinga
(1872-1945). Tugas dari sejarah kebudayaan adalah mencari
pola-polakehidupan, kesenian dan pemikiran secara bersama-sama. Sejarah
kebudayaan mempunyai peranan penting, karena hanya dengan melihat kemasa lalu
kita dapat membangun masa depan dengan lebih baik. Sejarah juga
menawarkan cara pandang yang kritis mengenai masa lalu, sehingga tidak terjebak
pada archaisme dan makronisme, sekalipun kita berpijak pada jati diri yang
terbentuk dimasa lampau sejarah kita.
4.
Seminar Sejarah Lokal 1984
Seminar sejarah lokal, diselenggarakan pada
tanggal 17-20 September 1984 di Medan. Hal-hal yang dibahas saat seminar sejarah lokal, 1984 adalah:
a.
adanya kesadaran mengenai
dimensi waktu dalam penulisan sejarah yang tampak dalam tulisan mengenai
pendidikan
b.
Tersingkapnya lebih banyak
lagi garis depan sejarah
c.
Adanya pendekatan
antropologis dalam sejarah local Sumatera Utara
d.
Hubungan migrasi dan
perubahan sosial yang mendapat perhatian dari beberapa tulisan
e.
Adanya teori dan konsep dari
antropologi politik yang tampak secara implicit dalam tulisan mengenai
Indonesia bagian timur
f.
Sejarah revolusi yang
diwakili oleh beberapa tulisan
g.
Sejarah politik, terutama
sejarah politik kontemporer, masih menjadi pantangan bagi sejarawan.
Sejarah lokal dalam bentuknya yang mikro telah
tampak dasar-dasar dinamikanya, sehingga peristiwa sejarah dapat diterangkan
melalui dinamika internal yang di tiap daerah mempunyai kekhasan tersendiri
yang otonom.
5.
Biografi
Biografi adalah catatan tentang hidup seseorang,
meskipun sangat mikro, namun menjadi bagian dalam mosaic sejarah yang lebih
besar. Otobiografi adalah biografi yang ditulis sendiri
Setiap biografi seharusnya mengandung hal-hal
sebagai berikut:
a.
kepribadian tokohnya
b.
kekuatan sosial yang
mendukung
c.
lukisan sejarah zamannya
d.
keberuntungan dan kesempatan
yang datang
Terdapat dua macam biografi,yaitu Portrayal (portrait)
artinya biografi hanya mencoba memahami dan Scientific (ilmiah) orang berusaha
menerangkan tokohnya berdasar analisis ilmiah.
6.
Sejarah Kuantitatif
Sejarah kuantitatif ialah penggunaan metode
kuantitatif dalam penulisan sejarah.
Sejarah kuantitatif menggunakan teknik matematika
sehingga lebih objektif, sedangkan kualitatif menggunakan hermeunetika berpa
interpretasi terhadap pikiran, perkataan dan perbuatan.
Sejumlah permasalahan yang dapat dikembangkan
oleh sejarah kuantitatif yakni ekonomi, demografi, sosiologi, politik.
Sumber sejarah ini adalah Biro Pusat Statistik
(BPS).
BAB
III
PENUTUP
K.
Kesimpulan
Penelitian sejarah
harus dilandasi atau berpedoman pada kaidah-kaidah metode sejarah. Jika tidak,
penelitian itu hanya akan menghasilkan tulisan sejarah semi ilmiah atau bahkan
sejarah populer. Oleh karena itu calon peneliti sejarah harus memahami
kaidah-kaidah metode sejarah dan mampu mengimplementasikannya, agar penelitian
itu menghasilkan karya sejarah ilmiah.
Penulisan sejarah
ilmiah dituntut untuk menghasilkan eksplanasi mengenai permasalahan yang dibahas.
Eksplanasi itu diperoleh melalui analisis. Untuk mempertajam analisis, dalam
proses penulisan sejarah, aplikasi metode dan teori sejarah perlu ditunjang
oleh teori dan/atau konsep ilmu-ilmu sosial yang relevan (sosiologi,
antropologi, ekonomi, politik, dll.). Dengan kata lain, penulisan sejarah yang
dituntut memberikan eksplanasi mengenai masalah yang dibahas, perlu dilakukan
secara interdisipliner dengan menggunakan pendekatan multidimensional (multidimensional
approach). Hal itu sesuai dengan ciri-ciri dan karakteristik sejarah
sebagai ilmu.
Oleh karena itu,
penelitian sejarah dan hasilnya dapat membantu penelitian dan pengembangan
kebudayaan. Sejarah mengkaji aspek-aspek kehidupan manusia di masa lampau,
termasuk kebudayaan.
L.
Saran
Tiada hal yang
sempurna di dunia ini, kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Termasuk makalah
ini, pastilah ada kesalahan atau kekurangan. Demi terwujudnya makalah yang
mendekati kesempurnaan, penulis memerlukan kritik dan saran yang membangun yang
bersifat dan bertujuan untuk memperbaiki makalah penulis kedepannya. Apabila
penulis ingin membuat makalah lagi, maka dapat menggunakan kritik dan saran
yang dibuat oleh pembaca untuk mengurangi kesalahan dan kekurangan dalam
membuat makalah.
DAFTAR
RUJUKAN
Gottschalk, L. 1975. Mengerti Sejarah (Understanding History: A
Primer of Historical Method) (Nugroho Notosusanto, Trans.). Malang :
Yayasan Penerbit Universitas Indonesia.
About Me
- pendidikansejarahofferingdum
Diberdayakan oleh Blogger.
free music at divine-music.info
Blog Archive
-
▼
2013
(46)
-
▼
September
(8)
- PRINSIP-PRINSIP PEMBELAJRAN SEJARAH MAKALA...
- METODE PENULISAN SEJARAH MAKALAH UN...
- SEJARAH SEBAGAI ILMU MAKALAH UNTUK MEMEN...
- OTENSITAS DAN KRETADIBILITAS SEJARAH MAKALAH ...
- PERAN INTERPRETASI dan IMAJINASI DALAM SEJARAH ...
- ILMU-ILMU BANTU SEJARAH MAKALAH UNTUK MEM...
- FAKTA PERISTIWA DAN CERITA SEJARAH MAKALAH ...
- PERIODISASI SEJARAH MAKALAH UNTUK MEMENUHI ...
-
▼
September
(8)